4. Hanya Rasa Nyaman

230 38 13
                                    

Theme song : The Feeling - Justin Bieber

"Am I in love with you?
Or am I in love with the feeling?"

4. Hanya Rasa Nyaman

Edgar berjalan menuju ke tempat dimana ia biasanya bersantai. Ia mulai menyilakan kakinya dan kecanggungan terjadi selama beberapa saat.

"So, gue mau nanya pertanyaan klise banget yang udah ganggu pikiran gue, kenapa lo ke sini?" ucapku berusaha memecahkan keheningan.

Sudut bibir Edgar terangkat menimbulkan kesan cool yang berlebihan. Ia membenarkan beberapa helai rambutnya yang jatuh di dahinya.

"Sebenernya gue sendiri juga gak tahu kenapa gue ke sini," ia tersenyum kecil di akhir kalimat, sebelum melanjutkannya, "tapi entah kenapa dalam diri gue mendesak gue buat ngelangkahin kaki ke tempat mengerikan ini," jelas Edgar

Ia membuka bungkus permen karetnya. "Lo mau?"

Refleks, aku mengambil sebuah permen karet yang ia sodorkan, "thanks."

Aku mulai mengunyah permen karet yang sedikit membuatku lebih rileks. Sambil sibuk mengunyah permen karet, aku menyusun beberapa pertanyaan yang harus aku tanyakan.

"Pertanyaan selanjutnya, lo udah gak marah sama gue?"

"Uhm, bisa iya bisa enggak." Edgar mengunyah permen karet dan meniupnya menjadi balon. Dia terlihat sangat lucu jika sedang seperti ini.
"Jangan tanyain pertanyaan itu deh, gue gak tahu jawabnnya," keluhnya.

Gue mengangguk memaklumi, "kalo gitu pertanyaannya gue ganti deh. Kenapa malem 'itu' lo bisa tiba-tiba muncul?"

Akhirnya pertanyaan intinya bisa ku lontarkan tanpa tersendat suatu halangan.

Ia menengok ke arahku sebentar sebelum memusatkan pandangannya ke arah depan, lagi.

"Lo, udah sering di ... you know lah, dikasarin sama bokap lo?"

Aku menengang di tempat. Ia tak menjawab pertanyaanku dan malah membalikan pertanyaan untukku.

Aku berdeham kecil menghilangkan suara parau yang mungkin akan terjadi, "em, nggak terlalu sering juga sih. Well, tapi lumayan sering sih--kalo bokap pas lagi mabuk," jelasku sedikit tergagap takut kalau aku akan salah bicara.

"Kenapa lo nggak pernah ngelaporin kasus kayak gini ke pihak yang berwajib? Kalau lo nggak segera ambil tindakan bisa-bisa bokap lo, melakukan suatu hal yang bahkan lebih parah dari kemarin dan bisa membahayakan nyawa lo sendiri."

Aku terkekeh kecil mendengar sarannya. "Gar, menurut lo ada gitu anak yang tega ngelaporin bokapnya sendiri dan mencemarkan nama baik bokapnya sendiri? Kalaupun juga ada, orang itu bukan gue. Karena gue gak bakalan lakuin hal itu. Gue pengen bokap gue bisa berubah dengan 'tangan' gue sendiri."

Edgar menatapku dengan mata tajamnya dan dengan makna pandangan sulit diartikan.

"Kenapa?" tanyaku ragu-ragu.

Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. "Eh, enggak. Lo, lo gak balik? Temen lo udah dateng tuh," ujarnya sambil mengangkat dagu menunjuk ke arah Roy.

"Baliklah! Tapi entar aja deh, gue lagi males di rumah sebenernya."

"Ya udah gue temenin dulu, lo pasti lagi males ketemu bokap lo 'kan?" tanyanya dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi walaupun pernyataannya memang benar.

"Lo balik aja dulu. Udah malem, lo entar di cariin bokap nyokap lo lagi. Gue entar bisa balik sendiri kok."

"Nggak ada yang nyariin kok. Atau gini aja, kita jalan-jalan cari makan, atau ngopi dulu gitu?"

HEART OF DARKNESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang