Part 3

31 3 2
                                    

Vina bersumpah akan mencekik Karin setelah ini. Ya emang Vina udah nggak marah lagi sama Karin walau menyisakan kesal dan perang dingin selama hampir dua minggu, tapi hari ini benar-benar pengecualian. Vina akan meneruskan ngambeknya pada Karin. Tiba-tiba saja ketika Vina datang di tempat pemotretan, Karin yang datang terlambat itu malah nongol bersama si biang kerok alias Reno-Reno itu.

Vina juga nggak tahu ya, kenapa dia bisa begitu benci sama seseorang. Baru kali ini nih dia benci—lebih tepatnya kesel dan sebel—sama satu orang sebegitu banyaknya. Padahal didikan mamanya, dia harus berlaku baik pada semua orang. Terutama dia ini kan publik figur, jadi sebisa mungkin perempuan itu harus bisa menjaga sikapnya. Tapi kalau udah berhadapan dengan cowok—lak-laki—super menyebalkan itu, nasehat mamanya menguap entah kemana.

"Mbak beneran mau cerai sama aku ya?" bisik Vina begitu ada waktu privat buat mereka.

"Vina sayang... aku udah nggak bisa ngejabarin kebaikan-kebaikan Reno deh kayaknya. Kamu udah telanjur kesel banget sama dia."

"Nah itu Mbak tahu..."

Karin mengedikkan bahunya. "Mbak nggak mau ikut campur. Pokoknya Mbak udah punya niatan baik buat nunjukin sisi baiknya Reno ke kamu. Kamunya aja yang bandel nggak mau denger. Awas aja kalau nanti sampai suka sama dia, Kupecel kamu!"

Vina sama sekali nggak takut sama ancaman Karin karena memang dia nggak ada niatan buat suka sama Reno. Lagian dia kan udah punya Ardi, ngapain juga pakai acara suka Reno. Gantengan juga Ardi kemana-mana, pikir Vina.

"Ya udah deh, kita cerai aja. Aku juga udah capek sama Mbak yang suka selingkuh terang-terangan di depan aku kayak gitu. Aku nggak rela!"

"Ssstttt! Ntar kita dikira pasangan lesbian!"

"Biarin! Biar semua tahu adanya, Mbak emang udah nggak sayang lagi sama aku," bantah Vina.

Karin memutar bola matanya. "Drama kuin!"

"Bodo amat!"

Vina sudah menyelesaikan make upnya dan bergerak keluar dari dressing room menuju stage. Tidak mengacuhkan dengusan geli dari Karin. Kadang wanita itu bingung, apakah Vina masih seorang remaja labil yang gampang ngambek dan suka seenaknya. Tapi kemudian dia sadar, hidup Vina memang selalu tergantung pada orang lain. Berbeda dengan dirinya yang mau tak mau harus mandiri sejak ibunya meninggal di usia anak-anak. Satu hal yang membuat Karin cemburu, seorang ibu.

Dulu dia sempat berpikir menjodohkan papanya dengan mamanya Vina, tapi kemudian dia menemukan fakta bahwa papanya tidak mau menikah lagi dengan siapapun atau bahkan kapanpun. Karin tak bisa memaksa, karena itu adalah pilihan papanya. Lagipula, dia juga baru tahu bahwa mamanya Vina telah memiliki seseorang.

"Hei... Vina ngambek lagi?"

Karin tersenyum kecut. "Kamu tahu sendirilah, dia memang masih anak-anak."

"Yah, nggak heran sih. Kalau ketemu aku bawaannya kayak pengen nelen aku hidup-hidup aja."

Mereka tertawa.

"Aku lebih suka kamu jadi takut ketimbang segan. Aku harap kamu bisa menyesuaikan diri sama kelakukan anak itu. Dia terlalu lama hidup dengan dunianya sendiri. Lagian kayaknya kamu juga yang keterlaluan deh." Karin tertawa.

"Bukan salahku dong kalau dia terlalu sensitif jadi manusia."

"Tolong, Reno. Adikku itu nggak segampang yang kamu kira. Butuh waktu lama buat jinakin dia setelah kesan buruk yang kamu buat."

Kali ini Reno yang tertawa. "Tenang aja, bukan aku namanya kalau nggak bisa ambil hati perempuan."

Ada nada yang mengusik Karin dalam kalimat ganjil Reno. Tapi dia cepat-cepat mengusik pikiran itu dan bersiap menemui Vina. Sebagai manajer yang baik, dia harus memantau kegiatan artisnya. Namun tak urung fokusnya juga tetap pada kalimat terakhir Reno itu. Karin tidak tahu apa firasatnya selama ini benar soal Reno tertarik pada Vina. Dari gelagatnya yang suka menjahili Vina, sampai pernyataan ganjil yang tadi didengarnya. Semuanya berputar terus dalam kepala cantik Karin.

Mengelebukan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang