Part 6

19 2 0
                                    


"Saya dengar kamu mau menikah, ya?"

Vina terkejut bukan main ketika sesosok laki-laki jangkung berkacamata duduk dengan santainya di seberang mejanya. Otomatis perhatiannya dari laptop kini teralihkan sepenuhnya pada makhluk kurang ajar itu.

"Saya rasa kita nggak ada hubungan yang pantas untuk membicarakan urusan pribadi, benar?"

Lelaki itu tersenyum. "Tentu saja nggak ada karena kamu yang menolak berhubungan dengan saya."

Vina mendengus. "Dengar ya, Reno! Saya nggak tahu kamu dengar gosip dari siapa sampai-sampai perlu mengonfirmasikannya langsung sama saya. Saya terhormat sekali karena kamu mau repot-repot melakukannya."

Reno tertawa terbahak-bahak atas reaksi Vina yang dinilainya terlalu percaya diri. "Kalau kamu berpikir saya repot-repot datang ke sini untuk menemui kamu, well, kamu salah paham. Kebetulan saya sedang mencari Karin dan saya tadi dengar gosip bermacam-macam dari rekan-rekan kerja kamu kalau kamu akan menikah ujung tahun ini. Saya cuma penasaran."

Wajah Vina memerah sekarang. Bukannya malu, melainkan menahan amarah yang sudah terkumpul di ubun-ubunnya.

"Sudah saya ingatkan sebelumnya, bukan, kalau kita tidak berada dalam suatu hubungan yang benar untuk kamu mengorek kehidupan pribadi saya."

"Saya tidak sedang mengorek, menginterogasi atau apapun yang setara dengan kalimat di kepala kamu. Saya hanya bertanya karena saya penasaran. Anggap saja saya seorang kerabat yang kebetulan lewat."

Sialan, umpat Vina dalam hati.

"Dan sudah saya bilang kalau saya tidak ingin menjawab pertanyaan yang kamu ajukan."

"Oh, itu sangat tidak sopan mengingat usia kamu masih beberapa tahun di bawah saya, dan juga adiknya Karin," ucap Reno dengan nada setengah mengejek.

"Bisa kamu pergi dari sini? Saya mulai muak dengan muka sok kamu itu."

Alis Reno mengernyit. "Seriously? Kamu mau ngusir saya gitu aja?"

"Memangnya kenapa? Ini ruangan saya. Kamu ini kenapa sih? Saya udah berkali-kali tegasin sama kamu kan, kalau saya nggak mau berurusan dengan kamu lagi."

"Saya? Kenapa?" tanya Reno retorik. "Kamu nggak tahu kenapa saya selalu ganggu kamu?"

Vina meneguk ludahnya dengan gugup. Tidak mungkin... mana mungkin dugaannya bisa segila itu?

"Saya tertarik sama kamu. Tapi kamu selalu menghindari saya seakan saya adalah binatang jelek yang terkena penyakit kusta," jawab Reno serius.

Dan Vina tidak bisa berkata apa-apa lagi. Mulutnya hampir saja ia biarkan menganga, tapi ia tidak ingin Reno tahu bahwa dirinya sedang terkejut. Mana mungkin sih seorang Reno bisa tertarik dengan seorang Vina sementara pada pertemuan pertama mereka saja sudah seperti singa dan macan yang berebut kandang.

"Apa perlu saya panggilan security untuk mengusir kamu? Apa jangan-jangan kamu malah butuh psikiater?" tanya Vina tak percaya.

Entah perasaannya benar atau salah, Vina bisa melihat kilatan kemarahan di mata Reno. Tapi mana mungkin? Apakah laki-laki itu marah karena secara tidak langsung Vina telah mengatakan bahwa lelaki itu kemungkinan mengidap gangguan jiwa? Hey, ayolah, semuanya juga tahu kalau itu hanya sekadar upaya pengusiran secara tersirat.

"Apa kamu selalu seperti ini?" tanya Reno balik.

"Seperti apa? Maksud kamu apa sih? Saya nggak tahu ya kamu ini sedang apa dan kenapa, yang penting tolong tinggalkan saya. Saya sedang banyak pekerjaan dan keberadaan kamu di sini itu sangat mengganggu."

Mengelebukan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang