Part 7

34 1 0
                                    


"Vina, kamu tahu apa yang Mama pikirkan?"

Mamanya hanya tidak tahu saja kalau jantung Vina sudah hampir luruh ke lantai mendengar pertanyaan tiba-tiba mamanya itu. Mereka sedang menyiapkan sarapan bersama di dapur.

"Apa, Ma?"

"Kenapa kamu buru-buru sekali nikahnya?"

"Ya nggak apa-apa, Ma. Emangnya salah kalau aku cepetan nikah sama Ardi? Aku juga dikejar umur, udah waktunya aku berumah tangga. Aku juga akan pindah ke Malang setelah ini. Jadi Mama nggak perlu khawatir aku jarang pulang ke rumah ini. Kan enak, aku jadi sering pulang kayak Kak Nara."

Ismi berdehem kecil. "Kamu nggak sedang hamil, kan?"

Vina tersentak. Apa mamanya benar-benar melontarkan pertanyaan itu padanya? Serius? Apa mamanya tidak percaya akan kehidupan Vina di sana?

"Aku hamil dan enggak itu urusanku sendiri dengan Ardi. Mama cukup kasih aku restu sebelum Ardi nggak mau nikahi aku dan aku akan berakhir seperti Mama."

Plakkk...

Tamparan keras telah dilayangkan dari tangan seorang ibu kepada anaknya.

"Kenapa, Ma? Teringat kesalahan Mama? Tenang aja, aku nggak hamil kok, maksudku nggak untuk saat ini. Tapi kalau Mama mempersulit restu untukku dan Ardi, aku nggak akan pikir panjang untuk merealisasikan apa yang Mama tuduhkan. Toh, di pikiran Mama, aku memang wanita seperti itu, kan?"

Ismi hanya terdiam. Kata-kata Vina tepat menusuk ke dalam otak dan juga hatinya.

"Aku mau ke atas, manggil Ardi buat sarapan."

Yang tidak diketahui oleh siapapun, Vina menaiki tangga dengan air mata yang berjatuhan dan hati teriris. Hingga berkali-kali ia memegangi dadanya yang sakit.


♥♥♥♥♥


"Capek?" tanya Karin tiba-tiba kala Vina sedang meregangkan otot-otot di lehernya.

Vina sudah menyelesaikan segala tetek bengek yang berhubungan dengan skripsi. Ia baru menyadari sekarang bahwa menjadi mahasiswa itu benar-benar melelahkan. Tinggal menunggu tanggal wisuda dan voila... dia akan menikah secepatnya. Dia ingin segera duduk di kursi pelaminan. Dia juga tidak sabar segera menggendong bayi lucu yang sudah dia idamkan selama ini. Karena sebagai anak tunggal, tunggu dulu... tunggal? Vina ingin menertawakan statusnya yang sebenarnya adalah anak bungsu yang terbuang. Selama ini dia menyangkalnya. Bodoh sekali.

Maksudnya, sebagai anak bungsu yang tidak diharapkan kehadirannya, dia tak pernah berkesempatan memiliki adik. Kenapa? Karena pernikahan orangtuanya hanya berlandaskan tanggung jawab. Bukannya cinta. Dan sampai Papa tirinya meninggal, Mamanya tak pernah sekalipun terlihat manis kepada pria itu. Padahal hanya Papa tirinyalah yang menyayanginya.

"Mbak..."

Vina memeluk Karin begitu saja. Tidak peduli bahwa mereka sedang di kantor Karin yang kacanya tembus pandang.

Karin balas memeluk Vina. Erat. Vina tersenyum. Apakah benar memiliki kakak perempuan seindah ini? Karin yang notabene bukan kakak kandungnya saja sangat menyayanginya seperti adik kandung sendiri. Sedangkan perempuan itu? Ah tidak, bukan kakak tirinya, maksudnya mamanya. Apakah mamanya pernah sekalipun memeluknya dengan hangat? Tidak. Wanita itu hanya memeluk putri tirinya. Bukan anak kandungnya.

"Kenapa kamu nangis? Mbak udah maafin kamu."

"Mama nggak kasih restu buat Ardi. Aku bertengkar sama Mama karena aku dituduh hamil."

Mengelebukan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang