Aku bangun di tempat tidurku, merasa sangat hampa.
Aku pernah memutuskan untuk meninggalkan Seventeen, akan kah mereka menyambutku lagi setelah ini?
Aku mempersiapkan diri untuk yang terburuk dan pergi mampir ke minimarket dekat apartemenku sebelum menemui seseorang.
"Tolong satu pak."
Aku mengeluarkan dompet.
"Ini pak," dia memberikan rokoknya.
"Berapa totalnya?"
"1500₩" katanya.
Aku memberinya beberapa lembar uang dan pergi keluar dari minimarket.
Aku masuk ke dalam mobilku, aku mencoba sudah mencoba menghubungi member Seventeen sebelumny tapi tak ada jawaban—mereka pasti sedang berlatih. Aku menyalakan ponselku, lalu mencari nomor PD-nim.
"Josh? Apa kau baik-baik saja?"
Aku tidak percaya kalimat pertama yang ia katakan adalah hal itu, ia terdengar khawatir.
"Tidak," aku menghela napas. "Bisakah aku menemuimu di luar?"
"Tentu, dimana?"
"Tempat biasa," kataku.
"Oke, tunggu aku."
Aku sampai lebih dulu di tempat yang kami tuju, hanya tempat Soju biasa. Aku tahu matahari masih hangat—masih terlalu dini untuk mabuk.
"Ahjumma, satu botol tolong," aku memesan.
Ia meletakan sebotol soju berbotol hijau itu dan satu gelas kecil.
"Josh? Apakah kau berencana untuk mabuk saat siang hari?" ia mendekat dan duduk di hadapanku.
Aku mengambil bungkus rokokku dan membukanya. Ia terkesiap, aku mengabaikannya dan membakar rokok ku dengan korek.
Aku menghisap lalu menghembuskan asapnya ke udara.
"Mengapa kau menghisap itu?!"
Dia menarik benda itu dari tanganku.
"Apa yang kau lakukan? Kembalikan!"
"Tidak, ceritakan dulu apa yang terjadi. Aku hanya mendengar sekilas dari anggota lain kau memiliki argumen beberapa hari yang lalu. Sekarang aku melihat kau menghisap rokok ini. Apa yang benar-benar terjadi Josh?" ia menarik rokok ku dan menancapkannya didalam asbak.
Aku menutup wajahku dengan tanganku, merasa tertekan.
"Aku baik-baik saja, aku hanya ingin kembali ke grup."
"Tidak, aku tidak bisa membiarkanmu kembali dengan situasi seperti ini. Hal pertama yang harus kau lakukan adalah menyelesaikan masalahmu, kau tidak akan bisa fokus karena banyak hal di pikiranmu," jawabnya.
"Apa yang harus aku lakukan?" tanyaku pasrah.
"Apa yang kau inginkan?" ia balik bertanya.
Aku terlihat bingung dengan tatapan kosong, aku tidak benar-benar tahu apa yang aku inginkan saat ini.
"Tidak tahu," jawabku.
Ia terlihat kesal dan mengangkat tangannya dan menghempaskannya di udara.
"Bisakah kau menceritakan masalahnya lebih dulu?" tuntutnya.
Aku memijat keningku yang terasa pening.
Aku membuka botol Soju, menuangkannya ke dalam gelas, dan merasakan cairan hangat masuk mengalir melalui kerongkongan.
"Ji Hae berbohong padaku, mungkin ia tidak bisa melupakan hubungannya dengan Seungcheol," aku menyeringai.
Aku menuang segelas soju lagi.
"Berbohong tentang apa?" tanyanya.
"Anakku, maksudku anak Seungcheol, bukan milikku. Aku tidak tahu kenapa ia tega melakukan itu padaku," aku menegak isi gelasku. "Aku tahu aku tidak seharusnya percaya padanya dari awal, dia selalu mencintainya."
Aku pasti terdengar sangat menyedihkan sekarang.
"Jadi, kau marah pada siapa?" dia terlihat bingung.
Aku menatap PD-nim.
"Mereka berdua."
---------
Aku membuka mata, dan hal pertama yang ku lihat adalah Hoshi yang sedang menatapku.
"Hyung? Apa kau sudah sadar?" tanyanya.
Aku mencoba untuk bangun dari tempat tidur, tapi aku merasa terlalu lelah dan pusing untuk melakukannya—aku malah jatuh kembali ke tempat tidur.
"Aku tahu kau mabuk dengan PD-nim sore ini. Kau dapat tinggal di sini untuk sementara," ia tersenyum dan meninggalkan ruangan.
Hal terakhir yang aku ingat adalah PD-nim menanyakan sesuatu. Rasanya seperti habis menabrakan kepalaku ke dinding, aku rasa aku minum terlalu banyak.
Hoshi kembali membawa segelas air untukku.
"Minumlah hyung," dia menyodorkan gelasnya.
Aku menghabiskannya dengan sekali napas dan memberikan gelas kosong kembali padanya.
"Apa tidak masalah jika aku tinggal disini untuk sementara waktu?"
Aku berada di dorm saat ini.
"Tenang saja," ia menjawab.
"Bagaimana dengan—"
Hoshi tampak mengerti apa yang kumaksud.
"Jangan khawatir, ia kembali ke rumahnya setelah hari itu dan belum kembali," jawabnya."Ah kalau begitu, terimakasih," aku merasa lega.
"Aku akan kembali ke studio, jika hyung membutuhkan sesuatu pergilah ke dapur. Jadikan ini rumahmu, kau pernah melakukan itu," ia tersenyum lalu meninggalkanku.
Ah, mereka masih peduli denganku ternyata.
Aku tidak menyangka aku pernah meninggalkan mereka seperti ini hanya karena seorang perempuan.
Aku memejamkan mata, pikiranku pergi mengembara. Dan sepertinya aku sudah masuk ke mimpi terdalamku dan tak lama kemudian tertidur.
-----
Tbc.

ŞİMDİ OKUDUĞUN
Seize Her.
Short Story"Aku memejamkan mata sejenak, dan berharap pada saat aku membukanya, semuanya menghilang." -Joshua, merasa frustasi. Saat seorang lelaki broken-home mengejar wanita yang ia pikir cinta sejatinya dan mencoba melupakan masa lalu, ia tidak pernah sadar...