2

172 20 0
                                    

"Aaaaaaaw"

Ia berteriak sangat keras.

Saat dia membalikkan badannya, kini giliran aku yang membelalak kaget.

Sial!

-----

"Ah, PD-nim, maafkan aku."

Aku segera menundukkan badanku membusur 90 derajat, aku takut ia akan marah dan mencoba menggunakan alasan ini untuk melarangku pergi.

"Hong Jisoo! Keterlaluan! Kau berencana membunuhku ya?!"

Aku rasa mukaku memerah karena takut. Perutku melilit dan mual. Sial.

"Maafkan aku, aku kira kau pencuri. Kau menjatuhkan barang tiba-tiba, dan aku pikir tidak ada orang tadi karena semua ke studio. Maafkan aku, ini salahku," aku mengernyit.

"Memang ini salah kau, siapa bilang salahku? Aduh punggungku sakit sekali. Sudah jatuh, lalu kena pukul. Sial sekali aku hari ini," ia meringis.

"Sungguh, maafkan aku pd-nim. Kalau tau itu kau, aku takkan memukulmu," kataku panik. Aku benar-benar bingung harus berbuat apa.

"Sudahlah, bawa aku ke dokter nanti, sepertinya tulangku patah semua. Omong-omong, apa yang kau lakukan disini? Apa kau sudah berubah pikiran?"

Ah, sudah kuduga, pasti dia memanfaatkan keadaan.

"Tidak, aku hanya mengambil sisa barangku saja. Ayo, biar aku antar kau ke rumah sakit."

"Apa yang kau bicarakan? Masih belum berubah pikiran?! Keterlaluan. Sudahlah, aku bisa pergi sendiri."

Ia pergi meninggalkan dorm. Aku rasa ia masih kecewa. Biarlah.

Tring.
Ponselku berbunyi.

Ah, Dino.

"Hyung, kau dimana?"
"Masih di dorm, ada apa?"
"Tidak, aku akan mampir ke dorm. Tunggu aku."
"Baik, cepatlah aku akan segera pergi."
"Iya, satu blok lagi."
"Okay," aku menutup telfon.

Sampai mana tadi aku merapihkan barangku? Rasanya kepalaku sakit sekali.

Tidip. Klik.
Suara pintu dibuka. Ah, itu pasti Dino. Suarany terdengar lain, aku seperti mengenal langkah kaki itu, dan ini bukanlah langkah kaki Dino.

"Hyung? Sedang apa kau disini? Bagaimana kau bisa masuk?"

Aku terkejut lalu memutar badan.

"Hai Vernon. Aku sedang mengambil beberapa barangku," aku menjawab.
"Ah, aku pikir kau akan kembali," ia menundukkan wajahnya.
"Aku rasa aku tidak akan pernah kembali. Tapi, doakan saja untukku yang terbaik," aku memberinya sebuah harapan, yang aku sendiri tak yakini.

"Hyung, kau dimana?"

Suara Dino memanggil menyadarkanku.

"Di ruang tamu," balasku setengah berteriak.

Sekarang sudah ada aku, Vernon, dan Dino yang duduk diruang tengah, suasananya terasa menyedihkan. Sofa yang biasa kami tempati untuk tertawa bersama, kini terasa dingin dan muram.

"Vernon, tolong jangan beritahu yang lain aku kesini. Aku tidak ingin membuat mereka kecewa lagi."

"Okey, hyung, aku tidak akan memberi tahu mereka. Tapi, bisakah kau jelaskan kenapa kau memutuskan hal ini begitu cepat? Kita baru saja melakukan ini, lalu kau berencana keluar dari group. Apakah, tidak terlalu terburu-buru?"

Aku tahu Vernon mengatakannya dengan penuh perasaan. Matanya mulai memerah, aku juga tahu dia bukanlah orang yang mudah menunjukkan perasaannya, tapi melihat ia mengatakan hal itu membuatku merasa sedih. Dino juga terlihat sama sedihnya.

"Maafkan aku tidak bisa menjadi contoh yang baik. Aku yakin, tanpa diriku kalian tetap akan menjadi group yang baik."

Aku memegang mataku yang sudah terasa panas. Tidak, jangan menangis. Kuatkan dirimu Josh.

"Baiklah, aku akan pergi sekarang. Jaga diri kalian baik-baik oke?"

Aku berdiri meninggalkan ruangan, mengambil tas, lalu mengarah keluar pintu.

Sesudah di dalam mobil, aku segera menghidupkan mesin dan meninggalkan gedung dorm.

Aku tahu apa keputusanku, aku tidak akan melepaskan ia.

-----------

Alarm berbunyi lebih keras dari biasanya. Atau hanya perasaanku saja? Hari ini tepat ulang tahun Wonwoo. Aku sudah berjanji untuk makan malam bersamanya.

Aku berpikir lebih baik untuk datang sambil membawa sesuatu, jadi aku berencana untuk pergi hari ini bersama Ji Hae.

"Josh, kau sudah bangun?" Ji Hae memanggilku.

Suaranya yang lembut membuatku membuka mata. Dia tersenyum sangat manis—satu hal yang membuatku tetap ingin menunggu hari esok datang.

Dia menghampiriku lalu bergabung denganku di kasur sambil memelukku dengan manja.

"Kau merindukanku?" tanyanya dengan suara ringan. Aku tersenyum mendengarnya.
"Sangat," aku memeluknya erat.
"Kau punya rencana apa hari ini? Ayo bangun, aku sudah membuatkanmu pancake."
"Aku akan membeli hadiah untuk Wonwoo, kau mau ikut?"
"Apa aku juga dapat hadiah?"
"Ini kan bukan ulang tahunmu," aku bangun lalu merubah posisi menindih tubuhnya diatasnya. "Bagaimana kalo hadiahmu ini?"

Ia tersenyum lalu menutup matanya, aku mengarah ke keningnya, lalu mengecupnya—turun ke pangkal hidungnya, lalu sampai diatas bibirnya.

Aku mengecupnya perlahan, merasakan bibirnya yang kecil dan lembut. Dia membalas ciumanku sambil mengaitkan tangannya di leherku. Tanganku menangkupkan wajah dan pipinya, sambil tetap menciumi bibirnya.

"Josh stop," dia mendudukan posisinya sambil mendorongku. "Kau belum mandi astaga," ia memukulku pelan.
"Hahahaha siapa yang menyuruhmu kesini lagipula, oke aku akan mandi sekarang."
Aku segera bangun lalu bergegas ke kamar mandi.

Sudah sebulan sejak Ji Hae tinggal bersamaku. Aku memutuskan hal ini karena takut akan terjadi sesuatu padanya. Sebenarnya, ini hanya ketakutanku saja.

Semenjak Ji Hae terekspos ke media, aku khawatir sasaeng akan membencinya dan mulai melakukan hal yang menyeramkan. Jadi, aku mengajak ia untuk tinggal bersama.

"Menurutmu mana yang lebih bagus? Sepertinya cuaca sedang bagus, apa yang ini saja?" Aku menunjukkan dua baju pilihanku.
"Yang putih lebih bagus, lagipula kau tampak tampan dengan pakaian apa saja," dia memujiku.

Pasti ada sesuatu.

Aku menyipitkan mataku, "Tumben sekali kau memujiku, apa yang kau inginkan?" kataku lalu tersenyum.
"Hahahaha tidak ada, kenapa kau curiga begitu? Lagipula aku jujur kok," ia balas tersenyum.

"Hm begitu, baiklah aku akan pakai yang putih," aku tersenyum lalu pergi mengganti pakaian.

Seusai sarapan, aku dan Ji Hae meninggalkan apartemen dan pergi menancap gas mobil menuju butik baju langgananku.

-----

A/n:
Jangan lupa ⭐️, juseiyyo.

Seize Her.Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin