Pekerjaanku sudah selesai dan saatnya aku pergi menemui Liam. Aku akan ke rumahnya, padahal pakaian yang aku pakai adalah pakaian yang aku kenakan saat bekerja. Sebenarnya aku ingin pulang untuk mengganti pakaianku, namun jarak apartemen dan gedung tempat aku bekerja sangat jauh, pasti itu memakan waktu lama sedangkan layar ponselku dari tadi menampilkan nama Liam, dan salah satu pesannya meminta aku segera datang saat aku sudah selesai.
Aku sedang berjalan ke parkir bawah tanah tempat dimana mobilku diparkirkan. Kupikir dia hanya bercanda ingin menemui aku, ternyata dia benar-benar ingin menemuiku. Louis berdiri didepan mobilku. Aku ingin melangkan tinjuku ke wajah angkuhnya. Ia bahkan belum sempat meminta maaf. Aku juga tidak tahu apa kesalahan Louis, tapi yang jelasnya aku mau dia minta maaf. "Hey."
Aku mencoba mengabaikannya dengan hanya bersikap santai. Aku hanya melewatinya dan masuk ke dalam mobilku. Aku terus memperingati Louis agar menyingkir dengan membunyikan klakson mobil, tapi dia tidak kunjung pergi. Louis tiba-tiba berdiri disamping mobilku. Ia mengetuk kaca mobilku tapi aku hanya menatap lurus kedepan tidak memedulikannya. Dia terus melakukannya dan aku hanya mengabaikannya.
Aku menoleh kesamping setelah tidak mendengar kacanya diketuk. Yang benar saja, aku terlonjak kaget saat mendapati Louis sudah duduk pada jok disampingku. "Heh! Kenapa kau bisa ada disini?"
"Kenapa kau mengabaikanku?" tanyanya santai dan bahkan ia tidak melihat aku saat bertanya. Ia hanya menoleh kesamping untuk bercermin pada kaca.
"Aku tidak mau disebut perusak hubungan. Aku sudah berhasil 'kan. Menyatukan kalian," ucapku. Padahal selama ini aku tidak pernah berusaha menyatukan Louis dan Nadine, yang ada aku hanya berbohong pada Louis.
"Oh," jawabnya singkat. "Ngomong-omong kau sudah bisa bertemu denganku, aku mau mengajakmu jalan."
Sungguh aku sangat senang. Aku ingin berteriak keras. Ini untuk pertama kalinya dia mengajak aku jalan. Tapi aku harus menahannya, aku tidak mau terlihat mengenaskan. Aku baru ingin menjawab ajakannnya tapi tiba-tiba aku tersadar kalau aku ada janji dengan Liam. "Aku tidak bisa. Aku ada janji dengan Liam."
"Kau mau kemana dengannya?" hey, sejak kapan seorang Louis cocky Tomlinson ingin tahu urusanku. Mengingat bicara saja dia hemat, sama seperti ketika dia mengeluarkan uangnya. Bicara pun dia hanya membuat aku sakit hati.
"Dia mengajak aku makan malam bersama ibunya," jawabku. Aku menoleh ke Louis untuk melihat ekspresi wajahnya. Dia diam sejenak, tak lama kemudian dia mengangguk. Dan aku bisa menyimpulkan dari ekspresi wajahnya kalau dia tidaklah peduli.
"Biar aku yang mengantarmu."
"Aku bawa mobil, aku tidak mau sepulang dari rumah Liam aku naik taxi," aku menjeda kalimatku berpikir apakah aku harus mengatakannya, aku takut membuat dia tersinggung. Tunggu, memangnya dia memikirkan kata-kata yang ia ucapkan, memangnya dia pernah peduli saat aku tersinggung. "Aku takut naik motor."
"Aku tidak mengajakmu naik motor. Aku bawa mobil," aku baru ingin bicara namun Louis menggerakkan jarinya menginterupsi aku untuk membiarkannya bicara. "Mobil atasanku."
"Oh," gumamku. Aku mendorong pintu mobilku. "Ayo. Antarkan aku ke rumah Liam."
+
Aku sedang berdua diatas mobil dengan Louis dan kami hanya saling melirik satu sama lain secara bergantian. Kurasa Louis menunggu aku bicara, aku tidak mau melakukan itu. Kenapa dia tidak pernah mau menjawab serius setiap kali aku tanya apakah dia dan Nadine sudah kembali, dia hanya akan kembali menimpali aku dengan pertanyaan menjengkelkan seperti, "Memangnya kenapa kalau aku kembali dengan Nadine. Kau cemburu. Kau suka denganku." dan jelas jawabanku adalah, "Tidak. Siapa yang mau denganmu, pria quarter." seperti yang diajarkan Tara, bahkan yang diajarkan Tara lebih parah dari itu.
"Medyo. Aku akan melakukan wawancara, kira-kira dua minggu lagi," katanya setelah sekian lama aku menunggunya memulai percakapan. "Sebenarnya aku tidak yakin aku lulus wawancaranya. Tapi apa salahnya jika aku mencobanya."
"Lalu?"
"Jika aku lulus aku akan dipindahkan."
"Pindah kemana?" tanyaku tanpa menoleh padanya.
"Ke hatimu," jawabnya. Kenapa dia jadi cheesy seperti Harry. Jujur Harry itu memang baik dan juga manis tapi yang tidak kusukai darinya adalah gombalan basinya. "Tidak. Aku akan pindah jika aku lulus wawancaranya."
"Kau serius?" tanyaku, dapat kulihat dari raut wajahnya kalau dia benar-benar serius. "Jadi kau akan meninggalkan Coventry? Meninggalkan Harry, Zayn, Tara dan-"
"Juga kau," potongnya. Ia tersenyum sambil menatap kedepan. "Kau takut aku pergi, ya. Tenanglah, belum tentu aku lulus wawancaranya."
Aku menaikkan sudut bibirku. "Memangnya gajimu belum cukup."
"Bukan. Aku diberikan tempat tinggal jika aku pindah kesana. Jika aku tinggal disini mungkin aku harus menunggu lima tahun baru aku bisa membeli tempat tinggal," katanya. Kenapa aku jadi sedih ketika tahu kalau Louis akan meninggalkan Coventry, seperti Louis mengidap penyakit parah dan dia divonis tidak lama lagi akan mati. Kalau dia pindah bisa saja Nadine menyusul lalu mereka benar-benar kembali bersama, membuat keluarga, hidup bahagia selamanya. Kalau begitu ceritanya lebih baik Louis mati saja.
"Aku juga akan membawa adikku jika aku benar-benar pindah," lanjutnya. Baiklah, aku mengurungkan doaku yang mengharapkan Louis mati. Biar bagaimanapun aku harus mendukung Louis, lagipula siapa aku? Aku kenal Louis saja karena dia ingin kembali dengan Nadine bukan karena dia ingin kenalan denganku. Jadi intinya Louis terpaksa mengenalku.
Baiklah, aku akui, aku benar-benar suka dengan Louis. Aku merasa kagum padanya, dan itu dimulai ketika dia ingin tahu penyebab Nadine putus dengannya, agar dia bisa kembali dengan Nadine, dan semakin lama aku mengenalnya, aku jadi semakin penasaran dan kagum pada Louis.
Tanpa aku sadari ini adalah blok terakhir yang aku lewati sebelum sampai ke rumah Liam. "Louis, kenapa kau mengantar aku ke rumah Liam. Pulangnya aku naik apa, memangnya kau mau menjemputku?"
Balasannya Louis terkekeh pelan ia lalu menghentikan mobilnya karena aku sudah sampai. "Kau juga harus tahu modus. Pulangnya Liam bisa mengantarmu pulang. Aku sengaja mengantarmu agar pulangnya Liam bisa mengantarmu."
Aku terdiam setelah mendapat jawaban dari Louis. Aku diam bukan karena bingung melainkan mengerti, jadi Louis mendukung aku dengan Liam? Padahal aku sengaja mengatakan hal tadi agar dia menawarkan diri untuk menjemputku, tapi ternyata dia sudah merencanakan sesuatu. Kurasa sekarang waktunya aku harus belajar melupakan Louis, lagipula dia ingin pergi dan tidak menutup kemungkinan dia akan melupakanku. "Terima kasih tumpangannya."
Aku baru ingin membuka pintu mobil tapi Louis menahan tanganku. "Medyo, kau suka denganku."
"Uh, aku-"
"Astaga, aku hanya bercanda. Wajahmu tegang sekali," katanya lalu kembali tertawa, dia kembali lagi menjadi menjengkelkan. Aku memukul bahunya.
"Siapa yang suka denganmu, ew."
Aku turun dari mobil sedangkan Louis masih saja tertawa karena lelucon garingnya. "Baiklah. Semoga sukses. Sampaikan salamku pada pacar Liam yang tidak mau denganku."
"Dia belum punya pacar!"
"Maksudku kau."
"Apa sih. Itu akibat jika kau sering bergaul dengan Harry."
"Cie. Kau merindukan mantanmu, ya. Dia masih sendiri lho," ledeknya.
"Bukannya dia denganmu," balasku lalu membalikkan tubuhku dan berlari kecil meninggalkan Louis.
[01 Februari 2018]
KAMU SEDANG MEMBACA
Cocky & Sassy
Фанфик[✔ | louis tomlinson fanfiction] ❝When cocky and sassy meets.❞ Medyo melirik Louis yang membelakanginya, Medyo kemudian membuka amplop yang diberikan Louis. "Hey!" "Lebihnya ambil saja," ucap Louis lalu pergi meninggalkan Medyo yang belum selesai bi...