• 09 •

1.1K 127 46
                                    

Medyo melangkah kakinya keluar dari ruangannya. Jantung Medyo langsung mencelos saat ia melihat orang yang akhir-akhir ini ia hindari. Pria yang bernama Liam itu sedang berdiri di depan meja resepsionis. Ia masih sibuk bicara dengan seorang resepsionis.

"Medyo!" baru Medyo ingin pergi untuk menghindar namun resepsionis yang tadi mengobrol dengan Liam memanggilnya. Itu membuat Medyo menarik napas dalam sebelum akhirnya kembali membalikkan tubuhnya. Medyo menatap Liam dari jauh, ia tersenyum pada Liam, ia pun melangkahkan kakinya menghampiri Liam.

"Kau sudah selesai?" tanya Liam dengan hanya mendapat anggukan dari Medyo.

"Woah Medyo, jika kau punya lagi stok pria seperti dia, sisakan satu untukku, ya," ujar seorang resepsionis yang sedang menopang dagunya dan tersenyum genit menatap Liam. Medyo memelototi resepsionis tadi agar berhenti menggodanya

Medyo membawa Liam ke ruangan yang biasa ia tempati untuk mewawancarai orang yang melamar kerja. "Bagaimana. Kau sudah punya waktu?"

"Maaf Liam. Aku tidak bisa."

"Aku hanya memintamu untuk datang ke rumahku."

"Aku tidak bisa."

"Kenapa?"

"Aku canggung bertemu dengan orang baru," bohong Medyo selagi ia merapikan dokumen diatas meja untuk mengalihkan pandangannya dari Liam. "Maaf. Aku tidak bisa bertemu dengan ibumu."

Liam lagi-lagi menunjukkan senyum hangatnya yang menjadi penyebab mengapa Medyo bisa betah memandangi wajah Liam, dulunya. "Kau tidak pandai berbohong Medyo, kau sering bertemu dengan orang baru."

Setelahnya Liam pergi meninggalkan Medyo yang diam tidak tahu harus berkata apa. Sementara itu, dua orang yang tadi sedang mengintip di depan kelas akhirnya masuk menghampiri Medyo yang tidak bergerak dari tempatnya. Louis menepuk bahu Medyo membuat Medyo tersadar dari lamunannya. "Wow. Brown eyes?"

"Medyo. Pria tadi untuk aku saja, ya," kata seorang teman Medyo yang masih berdiri didepan pintu.

Medyo mengacak rambutnya sendiri. "Kau bisa mengambilnya, bahkan menikahinya kalau dia mau."

"Terima kasih, Medyo."

"Kau sudah makan?" tanya Louis pada Medyo yang sedang berjongkok sambil menopang dagunya.

Medyo berdiri kemudian mengambil tasnya diatas kursi. "Aku sedang tidak mood membahas Nadine."

"Aku hanya ingin mengajakmu makan. Aku yang traktir," kata Louis membuat Medyo berjalan mendekatinya. Medyo kemudian memeriksa kening Louis, memeriksa apa yang salah dari muridnya. Karena kesal, Louis memukul tangan Medyo yang ada dikeningnya.

"Kau serius?" tanya Medyo memastikan.

"Iya Medyo Carvil."

"Carville," ralat Medyo. Medyo meletakkan kedua telapak tangan di depan dadanya dan kepalanya mendongak menatap langit langit ruangannya. "Oh akhirnya."

+

Sejak Medyo dan Louis ada di restoran Thailand sampai saat makanan disajikan, Medyo terus melamun memikirkan apa yang tadi terjadi padanya. "Dengar ya, Maddy. Aku sudah menuruti maumu makan di restoran ini. Makanan ini bahkan masih sangat asing dilidahku."

Medyo hanya diam dan ia terus menusuk ayam yang diatas piring dengan menggunakan garpunya, ayamnya sudah hancur karena ia sudah melakukan kegiatan itu sejak makanan dihidangkan. Tangannya terus bergerak namun tatapannya kosong, itu membuat Louis kesal karena merasa sedang berhadapan dengan benda mati. Tiba-tiba saja Medyo memukul meja. "Argh!"

Cocky & SassyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang