3. A Piece of Paper

3.9K 337 13
                                    

Aku mengerjapkan mataku dan menengok ke kiri dan ke kanan. Ah, UKS rupanya. Tapi kenapa sepi sekali? Tak ada yang menjagaku?

Suara tirai terbuka membuatku terlonjak kaget. Diujung tempat tidurku, seorang lelaki yang mengenakan seragam kelas dua belas muncul.

"Kau sudah bangun rupanya."

"Siapa kau? Mana penjaga UKS-nya?" tanyaku curiga karena suasana sunyi sekali.

"Disini."

"Dimana?"

"Aku penjaga UKS-nya."

"Hah?"

Yah kau pikir saja, bagaimana seorang siswa kelas dua belas yang seharusnya belajar malah disini?

"Kau yang menyebabkan kekacauan di kantin ya?"

Aku mengerjap. Oh iya... aku hampir mengacaukan kantin. Astaga. Aku baru ingat. Kenapa semua benda itu terbang atas kehendakku? Apakah itu... telekinesis?!

"Oh astaga," aku memijit keningku frustasi, "Aku berada dalam masalah."

"Tentu saja. Kau akan di interogasi atas peristiwa anehmu. Dan orang tuamu akan dipanggil oleh kepala sekolah."

"Apa?!"

"Apalagi kantin punya cctv. Tamatlah riwayatmu."

Aku menatapnya horror. Astaga dia benar.

"Ya Tuhan... peristiwa macam apa ini?" Aku menelungkupkan wajahku di kedua tanganku, frustasi.

Tidak mungkin. Aku hampir saja melukai murid sekolah ini. Walaupun aku setengah mati membenci Carol, namun aku tak akan mungkin menyakiti siapa pun. Kejadian tadi seperti bukan aku. Kekuatan aneh itu mengambil alih tubuhku, merubahku menjadi orang lain yang tak aku kenal. Ada apa sebenarnya denganku? Apa aku gila?

Lelaki itu terdiam, kudengar berjalan menuju mejanya. Air mataku turun perlahan. Aku merasa sangat bersalah terhadap Carol. Aku juga merasakan ada yang salah dengan tubuhku. Mengapa? Mengapa ini terjadi kepadaku?

Ia menghampiriku dan menyerahkan segelas air hangat. "Jangan menangis, kau akan baik-baik saja."

Aku terdiam dan menghapus air mataku. Yah, memalukan juga menangis didepan orang yang tidak kau kenal. "Terima kasih..."

Tanpa menjawab, tiba-tiba ia menyerahkan secarik kertas kecil. Kulihat sebuah alamat tertera.

"Apa ini?"

"Datang saja besok, jam 4 sore."

"Apa kau berniat menculikku karena kejadian yang kualami?"

"Tidak, datang saja."

"Kau yakin?"

"Tentu saja."

"Baiklah," jawabku pada akhirnya sambil menghela napas. Walaupun ia terlihat baik tetap saja mencurigakan, memberikan sebuah alamat pada orang yang tidak dikenal.

"Sedikit lagi bel pulang, teman lelakimu akan datang."

Dane...? Oh! Aku merona mengingat pelukan hangatnya di kantin tadi. Aku segera menggelengkan kepalaku panik. Bagaimana bisa aku merona karena seorang Dane Jhonson?!

"Siapa namamu?" tanyaku padanya untuk mengalihkan pikiranku soal Dane.

"Julian Everton."

"Aku Chloe Williams," jawabku sambil tersenyum, "Apakah kau siswa sekolah ini?"

"Tentu saja. Kau tidak lihat seragamku?"

"Ya, namun tetap saja aneh mengingat aku tak pernah melihat wajahmu di sekolah."

SupranaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang