a/n: nama kakak Chloe diganti ya gais, jadi Nathan hehehe part sebelumnya juga udah diedit.
***
Suasana meja makan hanya diisi dengan suara dentingan garpu dan sendok yang menyentuh piring. Aku memainkan serealku sambil melirik kearah Ayah, yang sejak pertengkaran terakhir masih saja bersikap dingin kepadaku.
Nathan tidak ada gunanya untuk mencairkan suasana, ia lebih memilih makan sambil melamunkan sesuatu, entah soal penelitiannya atau mungkin jodohnya.
Apalagi Ibu yang hanya diam, Ibu lebih memilih menjadi orang yang menurut daripada dominan di rumah. Padahal kalau sedang melatih para pengguna kekuatan kepribadiannya bisa berubah 180 derajat, kadang aku penasaran apakah Ibu punya alter ego?
Ayah membetulkan dasinya dan beranjak dari meja makan, "Ayah berangkat."
Hanya Ibu yang merespon dengan mengatakan hati-hati. Aku menatap Ayah yang sedang menginjeksi tangannya lalu pergi. Aku menghela napas lega, rasanya tekanan yang aku rasakan menghilang.
"Astaga, helaan napas apa itu? Seakan-akan kau baru lepas dari kandang macan, Chloe."
Suara Nathan membuatku menoleh padanya, ia sudah menghabiskan sarapannya dan sedang menatapku sambil geleng-geleng.
"Berisik Nat, kau bahkan tidak membantu untuk mencairkan suasana. Dasar anak emas."
"Dasar anak emas," ulang Nathan dengan nada meledek.
Aku mengangkat sendokku berusaha menyambitnya, tapi tertahan oleh teguran Ibu. Nathan langsung kabur dari meja makan dan menuju kamarnya.
"Kau sudah ada kemajuan Chloe?" Ibu bertanya dalam mode pelatihnya dengan suara pelan, mungkin agar Nathan tidak mendengar.
"Tentu saja Bu, aku tidak sebodoh itu."
"Tapi yang terjadi kan tidak sesuai kalimatmu. Coba ambil kotak serealmu di lemari."
Aku mencibir lalu memusatkan perhatianku pada pintu lemari, dalam beberapa detik pintu itu terbuka. Aku mengangkat alisku, menunjukan pada Ibu bahwa aku bisa. Kemudian kotak serealku bergerak perlahan, aku tersenyum sombong.
Tapi kemudian... kotak itu terjatuh dan menghamburkan isinya, padahal baru setengah jalan.
Ibu membalas dengan mengangkat alisnya, "Tidak ada jatah sereal untuk besok kalau begitu."
"Apa?! Tidak ada pembicaraan seperti itu sebelum aku memulai!"
Protes menyebalkanku diabaikan, Ibu bangkit dari duduknya dan membereskan serealku yang berantakan. Di rumah hanya aku yang menyukai sarapan dengan sereal, pernah dalam sebulan aku hanya makan sereal dan berakhir di rumah sakit karena kurang gizi. Sejak itu Ibu dan Ayah hanya memperbolehkanku makan sereal di hari Sabtu dan Minggu.
"Maka itu kendalikan kekuatanmu, Dane dan Emma saja sudah lebih mampu darimu," ujar Ibu yang langsung membungkamku.
Ibu benar. Kalau dikira-kira pengendalianku masih di 50%, sedangkan yang lain sudah berada di 75%. Dane dan Emma saja kuakui lebih baik dariku, padahal dalam perihal pelajaran mereka lebih bodoh dari aku.
Sudah dua minggu berlalu semenjak kejadian di ruang kesehatan. Keesokan harinya aku mengajak Emma menuju tempat berlatih, dan ia seperti pengguna kekuatan expert saja. Pengendalian kekuatannya luar biasa, ia bahkan bisa membuat bunga es di hari pertamanya bergabung. Sedangkan aku, setelah tragedi kantin dimana kekuatanku muncul secara gila-gilaan, menunjukkan kemampuanku pertama kalinya didepan Julian dan Andrew, kekuatanku tidak bisa berkembang. Hanya sejauh mengangkat benda-benda yang beratnya tidak sampai 2 kilo. Aku pernah mencoba mengangkat kursi belajarku dan tidak bisa, padahal Ibu bilang seharusnya aku bisa mengangkat pohon.
"Kau harus menerima kekuatanmu, Chloe. Kalau kau terus menyanggahnya, kau tidak bisa berkembang seperti yang lain. Kau yang paling tertinggal sejauh ini."
Setelah kalimat itu, Ibu meninggalkanku di meja makan. Aku tertohok. Sepertinya kalimat Ibu benar, aku mungkin masih menolak adanya kekuatan di tubuhku. Mau bagaimana lagi? Rasanya aku tidak bisa menerimanya, lagipula aku sudah berkali-kali mengatakannya 'kan?
Suara pintu depan yang terbuka mengalihkan renunganku. Aku tidak perlu repot-repot menengok karena sudah tahu siapa yang datang.
"Hai cantik, kenapa wajahmu sedih sekali?"
Sudah tahu 'kan siapa yang datang? Dane mengambil kursi dihadapanku, ia menaruh dagunya dengan sebelah tangan sambil tersenyum menatapku.
"Wajahku memang selalu seperti ini," jawabku malas.
"Oooh tidak, aku tahu setelan wajahmu memang agak aneh untuk perempuan kebanyakan. Datar setiap hari--"
Aku memotong kalimatnya dengan melempar tusuk gigi ke wajahnya.
"Duh, dengarkan dulu dong. Kau memang datar, tapi aku tahu kapan kau sedih atau bahagia Chloe."
Aku berdiri dan membawa piringku ke wastafel, berusaha mengabaikan gombalan anehnya walau aku merasa wajahku panas.
"Bagaimana, aku sudah pantas jadi suamimu nanti 'kan?" Dane ternyata menyusulku dan menatapku mencuci piring. Wajahku terasa semakin aneh seketika.
"Oh! Kau merona!"
Setelah kalimat terakhirnya aku melempar lap, lagi-lagi ke wajah tampannya itu.
***
Aku terbangun dari tidurku yang entah sejak kapan dimulai. Seingatku Dane merusuh di kamarku setelah tragedi di ruang makan tadi. Sekarang sosoknya sudah tidak ada, aku melirik jam dan menunjukan pukul 2 siang. Perutku lapar sekali, aku melewatkan jam makan siang.
Aku membuka pintu kamar dan berjalan perlahan dengan nyawa yang masih belum terkumpul sepenuhnya. Aku melewati kamar Nathan yang terbuka sedikit, dan melihat Ibu disana sedang berdiri dengan tangan bersidekap.
"Sejauh ini lumayan, hanya saja adikmu masih denial."
Mataku langsung segar mendengar kalimat Ibu. Aku langsung mengendap perlahan ke dekat vas bunga besar agar tidak ketahuan bahwa aku mulai menguping.
"Wajar, watak Chloe memang seperti itu."
"Bagaimana dengan penelitian kalian, Nat?"
"Masih dikaji. Beberapa dari mereka memberontak saat ditest. Aku ragu hal ini akan berhasil kedepannya, Bu. Orang pemerintah mulai curiga kami dalang dari kekuatan para pemberontak."
Aku menutup mulutku syok. Maksudnya apa? Apa Nathan juga terlibat dalam semua kekuatan bodoh ini? Ada apa ini?!
***
09/06/2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Supranatural
Science FictionKekuatan yang berada di luar akal manusia itu benar-benar ada. Dan Chloe Williams tak pernah menyangka hal itu terjadi padanya. Bukan hanya itu saja, ia harus menghadapi kejaran para ilmuwan dan teroris asing. Mampukah Chloe dan juga teman-teman sep...