9. Emma

1.2K 108 16
                                    

A/n
Iya, Supranatural update. Kaget kan? Sama, aku jg kaget gais:")
Semangatin aku dong wkwkw:")
Maaf ya pendek. I'm trying.

********

Aku menatap bosan pada layar hologram didepan kelas yang menampilkan beberapa rumus fisika yang sungguh tidak kumengerti. Emma disampingku juga sama-sama menatap bosan. Bahkan ia terang-terangan menguap lebar didepan wajah Mr. Kyle yang sedang menjelaskan.

Ngomong-ngomong soal Mr. Kyle, dia satu-satunya guru tampan yang berada di sekolah ini. Seperti hot daddy yang memberikanmu uang asal kau rela menjadi selingkuhannya. Aku heran mengapa ia lebih memilih tugas mulia bekerja sebagai guru dibandingkan bekerja menjadi model. Aku sungguh yakin jika ia menjadi model, seluruh hologram iklan di kota akan terpampang wajahnya yang tampan itu.

"Permisi, Ms. Adams bisakah kau menutup mulutmu? Aku bisa tersedot dari sini jika kau menguap selebar itu."

Suara teguran dengan sedikit candaan itu berasal dari Mr. Kyle yang mengundang tawa dari murid-murid lain. Emma mengangguk sambil tertawa malu, ia menundukkan kepalanya dengan wajah yang merah.

Tunggu... Tapi itu merah yang aneh. Seperti merah orang sakit.

"Hei," Aku berbisik kearah Emma berusaha menanyakan keadaannya.

"Emma!"

Aku berbisik semakin keras. Namun Emma tidak juga mengangkat kepalanya.

"Emma Lilianne Adams!"

Bukan Emma yang menoleh, tapi Mr. Kyle dan juga seluruh kelas menatapku yang membuat kesalahan--menyerukan nama lengkap Emma keras-keras.

"Ada apa Ms. Williams?"

Aku mengusap tengkukku, merasa tidak enak karena mengganggu pelajaran Mr. Kyle. "Emma kelihatannya sakit Mr. Kyle..."

Mr. Kyle mengerutkan alisnya, lalu menghampiri Emma yang masih saja bertahan menelungkupkan kepalanya. Ia menyentuh dahi Emma dan menarik tangannya cepat dalam sedetik.

"Ms. Adams, bangunlah."

Mungkin karena mendengar suara bernada lembut dari Mr. Kyle, Emma mengangkat kepalanya. Wajahnya masih saja memerah, "Ada perlu apa Mr. Kyle? Aku minta maaf sudah menguap di pelajaranmu."

Aku berdecak kesal mendengar kalimat yang pertama kali dikeluarkan mulut sahabatku itu. Tidakkah ia merasakan sakit atau sesuatu di tubuhnya? Suaranya saja bernada lemas begitu. Kenapa ia masih saja meminta maaf soal masalah menguap?

"Sudah, pergilah ke ruang kesehatan. Dahimu dingin sekali seperti es. Ms. Williams, temani Ms. Adams."

Aku mungkin akan bersorak kegirangan--dalam hati--jika dalam situasi normal. Seperti yang kukatakan, aku tidak mengerti dan tidak menyukai pelajaran Fisika walaupun gurunya hot daddy seperti Mr. Kyle. Tapi kini sahabatku sedang sakit dan aku hanya mengangguk sambil menarik tangan Emma yang lemas.

"Kau bisa berjalan?"

Emma mengangguk, "Tapi badanku terasa seperti kapas. Aku merasa akan terjatuh kapan saja."

Aku memapah Emma berjalan keluar kelas. Omong-omong, badannya betulan dingin seperti es. Aku sampai ikutan menggigil namun kutahan. Sebenarnya sakit apa sih anak ini?

"Kau seperti es dalam freezer yang tidak dibuka setahun."

Emma hanya tertawa kecil mendengar kalimatku. Kini kami sudah berada didepan pintu ruang kesehatan. Hanya sedetik setelah aku menekan layar sentuh bertuliskan buka hingga pintu itu tergeser untuk membuka.

Ruang kesehatan terlihat kosong. Aku mengerutkan kening, bukankah seharusnya Julian yang menjaganya? Oh, tapi ia kan pasti ikut pelajaran juga kalau ingin lulus.

"Apa yang kau rasakan?" tanyaku setelah membantu Emma merebahkan dirinya di kasur paling pojok.

"Aku merasa tubuhku seakan mau lepas satu sama lain."

"Kau tidak kedinginan?"

"Tidak, hanya badanku lemas sekali. Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya, kau tahu itu."

Aku mengerutkan kening, jelas-jelas badannya dingin seperti es. Tapi Emma sama sekali tidak merasakannya. Lagipula Emma hampir tidak pernah sakit selama aku bersahabat dengannya, yang mana sudah dari sekolah dasar dulu.

Aku beranjak dari dudukku untuk mengambilkan air minum serta kompres hangat. Jujur, kini aku bingung harus berbuat apa. Aku bukan penggemar dunia kesehatan. Yang aku tahu jika badan kita demam, kompres hangat akan meredakannya. Tapi Emma sama sekali tidak demam. Tapi lebih aneh lagi kalau aku memberikan kompres air dingin untuk Emma karena badannya saja sudah sedingin itu.

"Ini air hangat."

Emma berusaha mengangkat tubuhnya dan ia menerima gelas yang kuberikan. Aku beralih untuk memeras sapu tangan guna mengompres Emma.

"Ch--chloe... Kau benar memberiku air hangat 'kan?"

"Tentu saja, aku sendiri yang mengambilnya di dispenser air panas. Aku mencampurnya agar tidak terlalu panas untukmu," jawabku tanpa menoleh.

"Ke--kenapa... Lihatlah Chloe."

Suara Emma yang lemas dan sarat akan ketakutan membuatku menoleh, "Ada ap--"

Kini dengan mata kepalaku sendiri, aku melihat gelas yang Emma pegang telah berwarna putih. Isinya telah menjadi es dan gelasnya seakan ikut beku sehingga memutih.

"Es?!"

***

28 Agustus 2019. 00.59

SupranaturalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang