Stevan terdiam. Ia pun menatap Mario dengan ekspresi datarnya. Sebenarnya Ia juga masih bingung. Kenapa Mario selalu marah padanya? Dia bahkan tidak melakukan kesalahan.
"Lo," Mario menatap Stevan tajam. Wajahnya memerah dan tangannya menggepal. "Apa?" Tanya Stevan singkat.
"Udah gue bilang jauh-jauh dari Bella!" Ucap Mario dengan nada suara yang semakin naik di setiap kata. Mendengar itu, Stevan mengangkat sebelah alisnya.
"Gue bingung ya, lo itu udah gue bilangin tapi keras kepala banget!"
"Dan gue juga bingung, kenapa lo marah-marah ga jelas sama gue, cuma karena gue bicara sama Bella. Emangnya salah kalo gue mau temenan sama Bella?"
Mario mengerutkan dahinya. "Gue kasih tau ya, Bella it..."
"Stop, Ian!" Perintah Bella tegas. "Lo itu kenapa sih jadi marah-marah sama Stevan? Sensi banget tau ga!"
Mario tersenyum sinis. "Heh Stevan, mending lo pulang sekarang sebelum gue meledak!"
"Ga, Ian. Lo yang seharusnya pulang! Bikin ribut rumah orang aja." Bella menatap tajam Mario.
Dalam hati, Stevan sedikit senang karena Bella membelanya. Tapi memang Ia tidak salah kan?
"Ga! Gue bakalan pulang sesudah orang ini." Ucap Mario. Pandangannya tidak lepas dari Stevan.
Stevan mengambil nafas panjang. "Oke. Gue pulang. Dahh, Bel." Ucapnya lalu beranjak dari tempat itu. Bella hanya memandang punggung Stevan yang semakin menjauh. Ia merasa bersalah karena sikap Mario kepadanya yang tidak sopan.
Bella menatap Mario sekilas lalu berjalan memasuki rumahnya. Ia terus menghiraukan panggilan Mario. Tapi, Ia bisa merasakan bahwa Mario sedang mengikutinya.
Sesampai dikamarnya, Bella langsung menutup pintu kamarnya dan menguncinya. Mungkin kali ini, Ia butuh waktu sendiri.
"BEL! BELLA! BUKA DONG PINTUNYA! LO KENAPA SIH?" Didalam kamar, Bella bisa mendengar jelas teriakan Mario. Tapi Ia tidak menghiraukan itu. "Pulang aja, Ian. Gue capek, mau tidur." Ucap Bella pelan dari dalam kamar, tapi bisa terdengar jelas oleh Mario.
Mario tidak menjawab. Langkahnya mulai menjauh dari pintu kamar Bella. Mario menuruni anak tangga. Ia berniat untuk meninggalkan rumah itu.
"Mario, udah mau pulang?" Langkah Mario terhenti saat melihat Susan yang sedang mendatanginya. "Iya tan."
"Lho kenapa?" Tanya Susan tapi tidak dijawab oleh Mario. "Ohh. Pasti Bella ngambek lagi ya?" Tebak Susan.
Mario tertawa kecil. "Iya."
"Kamu sih. Jangan terlalu manjain Bella dong. Bella itu kan kalo sama kamu manja banget kayak anak kecil." Kata Susan lalu tertawa kecil. "Biasa aja kok tan. Lagian Bella kan sahabat Mario."
'Lah tan. Kebalik kali. Justru gue yang manja banget kalo sama Bella.' Batin Mario.
"Oh iya tan. Kalo gitu Mario pulang dulu ya."
"Iya deh. Sering-sering kesini ya."
"Sip tan."
* * *
Bella keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya menggunakan handuk. Ia menuju teras kamarnya untuk mendapatkan udara segar.
Ia duduk di kursi cokelat yang terletak di teras kamarnya. Hanya secangkir hot-chocolate yang menemani Bella sekarang.
Bella menikmati pemandangan dimalam hari. Ia tidak henti-hentinya memandang bintang-bintang dilangit.
"So you can keep me, inside the pocket of your ripped jeans. Holdin' me closer till our eyes meet..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love, Bella
Teen FictionKisah tentang Bella, seorang gadis yang dipertemukan kembali dengan sahabat lamanya yang juga menjadi cinta pertamanya, Mario Damian Okford. "Akankah suatu hari nanti kau bisa mencintaiku?" -Bella Brianna Wilson- Copyright © 2016 by auriliashania