Chapter 1 : Kenangan yang Berantakan

369 36 96
                                    

Hari ini. Dieng, 01 Januari 2101. Langit yang terlihat dari 2000 meter di atas permukaan laut terlihat begitu biru dengan sedikit corak putih dari awan yang bergerak perlahan mengikuti arah angin. Suara ayam yang bernyanyi dipagi hari terdengar begitu jelas menggelitik gendang telinga di tengah suasana hening khas pedesaan, tentu suara ayam hal biasa untuk orang yang tinggal disekitar sini tetapi tidak demikian dengan Aji.

Suara ayam yang bernyanyi dipagi hari terdengar begitu spesial untuknya. Entah karena dia jarang mendengarnya atau karena dia selama ini hidup di kota besar, mungkin juga karena maksud lain. Dirinya sendiri pun tidak mengetahuinya. Apa yang membuat suara dari ayam jantan yang berkokok dipagi hari itu terdengan spesial.

"Aji! Turun kebawah bantu mamah sama nenek menyiapkan sarapan!" Ujar Mamahnya yang memecah keheningan di kamar Aji.

"Iyaa mah..." Jawab Aji sambil beranjak dari posisi favoritnya.

Namanya Aji, nama lengkapnya Aji Pratama. Dia anak pertama dari pasangan suami istri normal yang hidup ditengah carut-marut kota metropolitan, walau begitu anak laki - laki ini tidak seperti anak laki - laki lainya. Usianya saat ini 17 tahun dan pada tanggal 20 Juni nanti dia akan menginjak usia delapan belas tahun. Diusia puncak pubertas ini Aji sedikit berbeda dengan anak laki - laki seusianya, mungkin perbedaannya tidak bisa dikatakan luar biasa dan tidak juga bisa dikatakan sangat biasa.

Perbedaannya bukan dari kondisi fisik. Tingginya 175 cm dan beratnya 65 kg. Paras wajahnya pun tidak jelek. Mata yang hitam sempurna sehingga tatapanya terlihat dalam, tengkorak kepala yang berbentuk sempurna, dan alis mata yang tebal. Warna kulitnya putih. Badannya pun tidaklah polos. Otot perutnya, dada, bahu, dan paha benar - benar terbentuk dengan rapih. Intinya dia memiliki fisik yang bagus.

Suara dari kaki yang menuruni tangga pun mulai terdengar, "Apa yang bisa aku bantu?" Tanya Aji kepada Mamahnya.

"Tolong cincang daging sapi itu ya," jawab mamah Aji sambil terus memotong wortel menjadi bentuk kubus sempurna.

"Siap," jawab Aji dengan santai dan mulai bersiap mencincang bongkahan daging sapi menjadi bentuk - bentuk kecil.

Masih berbicara mengenai Aji yang berbeda dengan anak laki - laki yang seumurannya. Mungkin perbedaan itu bisa dilihat dari aktivitas sehari - harinya, lebih tepatnya bagaimana cara dia merespon dan menanggapi perkembangan yang terjadi dilingkungan tempat dia berada. Meski itu dalam hal - hal kecil. Seperti kebiasaan Aji yang selalu bangun pagi entah ketika bulan - bulan biasa atau ketika waktu liburan datang, dia selalu dapat bangun tepat pada pukul 04.00 pagi.

Hal itu tentu bagaikan sebuah pazzel yang berbetuk segitiga tetapi harus dicocokan dengan lubang pazzel berbentu persegi panjang, tentu sama sekali tidak cocok. Sama halnya untuk anak laki - laki seusianya, perilaku Aji ini benar - benar tidak cocok. Begitu pun ketika dia menanggapi sebuah peristiwa berupa konflik (baik itu konfil politik dan konflik dalam arti sesungguhnya) yang dia dengar baik lewat internet, televisi, radio atau ketika dia menghadapinya secara langsung tepat dihadapan kedua bola matanya. Aji tidak akan merespon seperti anak laki - laki seusianya yang hanya akan merespon dengan emosi mentah sesuai dengan apa yang dilihatnya pada saat itu atau hanya diam acuh tak acuh.

Aji memikirkan apa yang dilihatnya dengan hati - hati walau hal sesepele apapun, karena dia tau hampir 70 - 80 % yang disampaikan media itu tidak sepenuhnya benar, bisa dikatakan selama ini informasi yang disampaikan tidaklah sepenuhnya benar. Termasuk bumi ini. Walau semua terlihat damai dan semua berbicara mengenai perdamaian, kepedulian, kasih sayang atau apapun yang disebut dengan hak asasi manusia, tapi kenyatanya tidak. Karena pada dasarnya setiap manusia hanya memikirkan dirinya dan kelompoknya, termasuk apa yang dilakukanya. Semua berdasarkan kepentingan dirinya dan kelompoknya, itulah yang ada dibenak Aji. Jadi dia akan merespon segala sesuatunya dengan hati - hati dan seefektif mungkin. Jika memang dibutuhkan hanya diam, maka dia akan diam. Walau diam itu akan membuat semua orang memakinya sampai - sampai menurunkan derajat kemanusianya ke titik 0. Aji akan tetap diam.

The World that I SeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang