-Ungkapin atau nggak?-
Gue mulai sadar kalau sebentar lagi Kak Fahrez akan lulus dari SMP dan mulai memasuki jenjang SMA. Gue mikir, apa perlu gue ungkapin perasaan gue? Gue cuma pengen Kak Fahrez tahu kalau selama ini gue suka sama dia dan nggak mengharapkan apapun dari dia. Cukup biar dia tahu.
* * *
Suatu hari gue keluar sekolah bareng Lily. Udah lama banget gue nggak pulang bareng Lily. Karena udah lama nggak ngobrol, kita jadi agak canggung dan ngobrolnya nggak se-asik dulu. Ini yang nggak gue pengen terjadi. Tapi gue berusaha mencairkan suasana, meskipun gue memang dari lahir sifatnya awkward banget.
"Li, gimana nih, di kelas 8 udah ada yang kamu suka belum?" tanya gue sambil nyenggol Lily pelan.
Lily tertawa pelan, "Ada sih, len"
"Siapaaaaaaa? Kasih tau dong"
"Gausah laah. Nah, kalau kamu?"
"Karena aku nggak pelit, ku kasih tau. Tau kakak OSIS yang suka muter lagu Indonesia Raya di keyboard sekolah nggak?"
"Kak Reza?"
"Bukan, yang satu lagi"
"Oh, Kak Fahrez?"
"Ya, jujur aja aku mulai suka sama Kak Fahrez. Haha" gue selipin kata 'haha' entah kenapa.
"Tapi kan.. Kak Fahrez udah punya pacar, masa tetep mau kamu sukain?" raut wajah Lily berubah. Awalnya ekspresi wajahnya riang dan berubah seketika.
"I-iya sih. Tapi aku nggak berharap bisa jadi pacarnya" gue membela diri.
"Oh, gitu"
Seusai ngobrol sama Lily, gue jadi mikir.
Ngapain ya gue suka sama pacar orang?
Tapi gue nggak bisa nyalahin hati gue yang terlanjur nyangkut sama Kak Fahrez.
Memangnya jatuh cinta itu salah?
Gue nggak ada niat untuk merusak hubungan Kak Fahrez dengan pacarnya.
Gue cuman,
Jatuh cinta
* * *
Suatu hari gue, Alin, dan Arin mau kerja kelompok. Kita bertiga sepakat akan kerja kelompok di rumah Alin. Kita akan buat tugas matematika bareng. Kelas gue dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membuat replika bangun ruang dari kertas karton buat presentasi di depan kelas. Gue langsung ke tempat fotokopi buat beli segulung karton, lem, dan lain-lain. Sayangnya, yang punya tempat fotokopi lagi kehabisan kantung plastik. Terpaksa gue bawa tanpa pake kantung plastik. Kebetulan kalau mau ke rumah Alin kita bertiga melewati gerobak es teh. Karena waktu itu juga lagi panas banget, kita memutuskan untuk beli es teh.
"Pak, es tehnya tiga ya" kata gue sambil berusaha merapihi benda-benda yang menumpuk di tangan gue.
Cuma menunggu beberapa menit sampai akhirnya tiga gelas es teh siap dibawa. Satu tangan gue membawa bahan-bahan untuk bikin tugas dan yang satu lagi buat bawa es teh. Tapi akhirnya kertas karton di tangan kiri gue ketetesan es teh. Gue taruh dulu gelas gue di atas gerobak es teh.
"Hadeh, gue masukin dulu deh kartonnya" gerutu gue sambil memaksa kertas karton dan bahan-bahan lainnya masuk ke dalem tas gue yang nyaris penuh.
Ketika gue mau ambil lagi, gelasnya udah hilang.
"Pak, ini dijual?"
"Oh, nggak mas. Itu es teh nya dia" kata si penjual sambil nunjuk gue.
Dalam pikiran gue : "ASJHKXBJCBKEJC"
Di wajah gue : *bengong melongo*
Itu Kak Fahrez.
"Oh, maaf ya dek" kata Kak Fahrez sambil mengembalikan es teh gue yang dia ambil.
"I-iya kak, nggak apa-apa" balas gue bener-bener kaya orang gagap.
Gue langsung berpaling berusaha menyembunyikan wajah gue yang udah semerah tomat direbus.
Setelah Kak Fahrez pergi, mulai lah kedua sahabat gue terserang flu dan batuk secara mendadak.
"AKHEM"
"Ehek ehek"
"Ekhem ekhem"
"Batuk nggak usah minum es!" celetuk gue.
"Halah, liat tuh mukanya udah kayak red carpet " kata Alin meledek gue.
Dan kalian nggak bakal nyangka apa yang gue lakukan setelah kejadian itu.
Gue simpen gelasnya sampai pulang.
Gue foto.
(Amit-amit dah, len)
Gue kasih judul fotonya Plastic Glass dan gue tambahin tulisan di foto itu "You don't even know that there is something happen with this simple PLASTIC GLASS" kemudian gue simpen di handphone gue.
Creep.
* * *
Waktu berlalu dengan cepat, nggak terasa hari itu udah bulan November. Artinya, seluruh siswa akan menjalani Ujian Akhir Semester 1 bulan depan. Pada hari itu gue lagi mengikuti upacara bendera setiap Senin pagi. Gue melirik ke arah keyboard sekolah, tapi gue nggak lihat ada Kak Fahrez berdiri di situ. Mata gue kemana-mana mencari sosok Kak Fahrez, tapi gue nggak lihat dia sama sekali. Hari itu gue baris agak di belakang, bukan paling depan. Mungkin gue tambah tinggi mendadak.
Upacara pun dimulai, pemimpin upacara masuk ke lapangan upacara. Gue nggak bisa lihat siapa yang jadi pemimpin upacara. Gue hanya bisa dengar langkah kakinya.
"Aba-aba saya ambil alih, seluruhnya, siap gerak!"
Gue langsung mengenal suara itu meskipun dari jauh dan samar-samar. Meskipun gue belum pernah ngobrol sama Kak Fahrez face to face melainkan hanya lewat BBM dan Line, tapi gue udah kenal betul suaranya. Dia memberi aba-aba aja gue udah seneng dengernya.
Seusai upacara, beberapa petugas upacara pergi ke ruang lab IPA, termasuk Kak Fahrez. Gue nggak tahu mereka mau ngapain. Seharusnya mereka langsung ke ruang Tata Usaha untuk melepas aksesoris petugas upacara. Nggak lama kemudian kepala sekolah mengambil microphone dan memerintahkan siswa siswi untuk duduk di lapangan.
Dari arah kiri gue, ada suara hentakan kaki yang kompak banget. Gue menoleh dan ternyata itu OSIS lama yang mau melepas jabatan. Mereka berjalan kayak pasukan paskibra ke tengah lapangan. Dari kanan gue, calon OSIS melakukan hal yang sama. Gue bisa lihat Kak Fahrez berdiri di barisan kedua dari yang paling depan. Pandangannya lurus ke depan, bener-bener fokus. Dia membawa tongkat kayu yang panjangnya sedikit lebih tinggi badannya dengan bendera OSIS terikat di tongkat kayu.
Kak Fahrez kelihatan kayak orang yang serius dan punya masa depan cerah. Dia pinter, terpilih jadi OSIS, dan nggak pernah terlibat dalam masalah apapun. Gue salut sama dia.
Gue mulai sadar kalau sebentar lagi Kak Fahrez akan lulus dari SMP dan mulai memasuki jenjang SMA. Gue mikir, apa perlu gue ungkapin perasaan gue? Gue cuma pengen Kak Fahrez tahu kalau selama ini gue suka sama dia dan nggak mengharapkan apapun dari dia. Cukup biar dia tahu.
Tapi perlukah gue ungkapin perasaan gue?
Sebenarnya gue nggak bisa ngomong sama orang yang bukan temen gue. Gue ini canggung. Jadi gue cari cara lain agar perasaan gue bisa diketahui sama Kak Fahrez.
Dan akhirnya gue dapet ide.
Selama gue suka sama Kak Fahrez, gue selalu nulis diary setiap kali ada peristiwa yang bikin gue nge- fly atau girang. Semua diary itu akan gue rangkum ke dalam satu dokumen yang akan gue masukin ke sebuah flashdisk. Dan akan gue kasih saat perpisahan kelas 9.
Alen, you can do this.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Alenovela
Short StoryAlen, gadis pemalu dan yang selalu nurut nasihat mamanya menghadapi kehidupan di SMP. Mulai dari ditembak teman kelas 7 nya lewat facebook, sampai harus menerima kenyataan bahwa orang yang ia suka jadian dengan sahabatnya. Semuanya Alen alami dalam...