Naya POV
Tempat ini begitu indah.
Moriĕn begitu indah.
Serupa kastil di atas terbing dimana aku bisa memandang matahari terbenam setiap hari.
Menikmati musik alam dan kehidupan setiap hari.
Namun, apa artinya keindahan jika kau merasa kosong.
Seindah apapun tempat yang aku datangi, itu hanya terasa menyenangkan untuk sesaat.
Karena aku pasti butuh pulang.
Aku butuh rumah.
Dan tempat ini bukan rumahku.***
"Naya, apa yang kau lakukan di situ?" Löri menghampiriku
"Aku hanya sedang menunggu matahari terbenam Löri." Aku tersenyum ketika ia akhirnya sampai di dekatku.
"Betul sekali. Jika itu bisa memperbaiki suasana hatimu, maka tentu saja itu adalah hal baik Naya." Ia balas tersenyum. "Ah..melihat pemandangan ini, aku jadi ingin memainkan Cello-ku." Löri berbinar
"Kau bisa bermain Cello?" Tanyaku tertarik.
"Tentu saja. Malah aku termasuk salah satu yang terbaik di LivingRealm." Jawabnya bangga. "Maukah kau mendengarkannya?"
"Tentu saja aku mau Löri. Aku sangat ingin mendengarmu memainkannya." Pintaku
"Tunggulah di sini. Aku kuambil Cello-ku." Kata Löri
"Baiklah." Aku mengangguk. Setelah Löri pergi mengambil Cellonya, aku kembali memandang senja.
Pangeran, apa yang sedang kau lakukan?
Apa kau masih saja bad mood?
Apa kau masih marah-marah dan bermuka masam?Kenapa aku malah memikirkannya sih? Bodoh.
Tak lama kemudian Löri datang dengan membawa Cellonya. Ia lalu mengambil tempat duduk dan mulai bersiap dengan alat musiknya itu.
"Kau ingin aku memainkan lagu apa Naya."
"Terserah saja Löri. Mainkan sesuatu dari LivingRealm. Aku ingin mendengarkannya." Pintaku
Löri mulai memainkan Cellonya. Seluruh tubuhnya seketika luruh, menyatu dengan permainannya. Aku merasa yang ada di depanku saat ini hanya keindahan Cello. Löri memainkan sebuah lagu yang tidak kuketahui namun terasa akrab. Entah kenapa. Aku merasa lagu itu menghidupkan seluruh inderaku.
"Löri, yang sedang kau mainkan ini, tentang apa?"
"Penerimaan Naya. Ini tentang menerima bahwa hidup ada perjalanan yang indah"
"Indah sekali. Akan kubuat lagu ini hidup dalam gerakan. Bisa kau mengulanginya dari awal?" Pintaku.
"Apakah kau ingin menari dengan lagu ini?" Tanyanya. Aku mengangguk.
Aku berjalan ke tengah, memusatkan perhatianku, seluruh inderaku, pada lantunan nada indah yang dimainkan oleh Löri.
Aku bisa merasakannya. Aku bisa merasakan lagu ini.Secepat itu, lagu itu merasukiku. Aku bergerak, menyalurkan seluruh emosiku kepada gerakan tanganku, kakiku, tubuhku.
Pertama kali sejak aku berada di dimensi ini, dan aku merasa hidup.***
Author's POV
Gadis itu memejamkan mata.
Pelan sekali ia melangkah.
Tapakan kakinya yang terakhir menutup jarak langkahnya dan ia sempurna berdiri tegak. Diam.
Ia tersenyum, damai.
Begitu menikmati musik yang melingkupinya.
Seolah-olah musik itu begitu menyenangkan seluruh partikel di tubuhnya.
Pelan, ia menggerakkan kepalanya ke kiri. Terbuai nada.
Pelan, ia menarik nafas. Mengayunkan lengannya.Seperti sebuah percikan oase pada gurun pasir.
Ayunan tangannya yang seolah ingin menggapai damba di udara; ia mulai bergerak.
Pelan, cepat. Lemah dan kuat bersamaan, bergantian.
Seluruh emosi terangkum dalam gerak dan ekspresinya.
Ia bergerak bersama seluruh rasanya.
Nada itu tentang penerimaan.
Ia bergerak dengan gestur penerimaan.
Emosinya tumpah menyeruak.
Gadis itu berhenti tepat ketika petikan nada terakhir, kedua tangannya terangkat. Seperti ingin merengkuh matahari yang sebentar lagi terbenam.
Ia menunjukkan ketidakrelaan namun memberikan penerimaan diakhirnya.Mungkin seperti itulah ia menandai perjalanannya.
***
Naya POV
Aku memilih untuk menerima.
Entah kenapa lagu ini memberiku kekuatan untuk menerima bahwa inilah realitasku saat ini.
Kekuatan yang memberiku kesadaran bahwa tidak ada gunanya melemah dan menyesali.
Yah, tidak perlu ada yang disesali, ayah.
Ini hanya satu lembaran lain dalam hidup yang harus kuselesaikan dengan baik.
Ini bukan hanya tentangku. Ini tentang menerima dan menghargai pengorbanan ayah dan mama yang sudah tegar melepasku.
Ini tentang merengkuh dan mensyukuri bahwa di hari-hariku yang lalu aku telah begitu beruntung dengan kebahagiaan yang mengelilingiku.
Tak akan kubiarkan apapun membuatku lemah.Alryad.
Tidak akan kubiarkan kau membuatku jatuh.
Tidak akan kubiarkan kau membuatku bersedih.
Hanya, tidak bisakah kau berbaik hati padaku.
Kenapa kau begitu membenciku?
Tidak bisakah kau berusaha untuk menerima keberadaanku?
Aku kan juga berusaha untuk berdamai dengan semua ini.
Tidak bisakah kau setidaknya menerimaku?
Bisakah kau nelihatku?Kubiarkan semua pemikiran itu mengalir dalam tubuhku dan gerakanku. Kulampiaskan semuanya dalam hentakan kaki, ayunan tangan, dan gerakan tubuhku. Seperti setiap kali saat aku menari, kuhilangkan semua di sekitarku. Kubiarkan diriku terhisap ke dalam pusaran emosiku saat itu. Hingga aku terengah-engah pada denting nada terakhir dari permainan Löri.
"Naya, astaga. Yang barusan kau lakukan itu begitu indah."
"Terima kasih Löri. Namun, permainanmu lah yang sangat indah. Aku hanya mengikutinya saja"
"Tidak Naya. Ya Tuhan. Aku sampai harus sangat fokus bermain tadi. Aku hampir saja berhenti tanpa sadar karena begitu terpukau dengan tarianmu."
"Löri kau terlalu memujiku"
Kami berdua tertawa bersama.
Tepat saat itu aku merasa ada yang memperhatikan kami. Refleks ku edarkan pandanganku ke sekeliling.
Saat aku menengadah, saat itu tatapan kami bertemu.
Mata itu.
Manik mata berwarna sebiru langit musim panas.
Mata itu menatapku lekat.Sejak kapan ia di sana?
Apa yang kau lakukan pangeran?
Apa maksud tatapanmu?
Apa kau sedang melihatku?________________________
Maafkan untuk update yang terlampau lama huhuhuhu 😣😣😣Anw, video di bawah itu entah kenapa gw ngerasa itu paling mewakili lagu yang dimainkan Löri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Rain
RomantikCinta itu serupa angin, kadang ia bertiup lembut dan membuai. Kadang ia laksana badai yang meluluhlantakkan. Bertemu denganmu serupa mimpi bagiku. Hanya saja, hingga kini aku belum yakin itu mimpi yang seharusnya kusebut indah atau kusesali. Naya Th...