Alryad POV
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Raja dan Ratu, ayah dan ibuku. Memangnya seberapa penting gadis itu bagi kerajaan ini? Bisa saja teknologi itu salah kan? Itu hanya teknologi dan bukan Tuhan. Aku tidak peduli ribuan tahun pun teknologi itu digunakan, bahkan jika sudah digunakan jutaan tahun pun, aku tidak peduli.
Lagian apa tidak cukup jika gadis itu diangkat menjadi calon penerus sang Ëld, apa harus juga dia ditunjuk sebagai jodohku? Pasanganku?
Mereka pikir aku hewan ternak yang tinggal disodorkan hewan betina yang kemudian akan kuterima sepenuh hati?
Demi tuhan, ia akan menjadi pasangan hidupku. Perasaan dan segenap emosiku akan tercurah padanya, hatiku dilibatkan di sini. Mengapa mereka sama sekali tidak mempertimbangkan perasaanku?
Arghh, aku menggeram frustrasi.
Dan lagi, beberapa hari ini kerajaan disibukkan dengan persiapan menyambutnya. Pesta lentera.
Yah, mungkin semacam pesta dansa di dimensi kalian, namun di LivingRealm kami menyelenggarakan pesta di tengah-tengah istana. Secara fisik itu merupakan lapangan terbuka. Namun di tengahnya ada pohon suci Niara yang telah berumur ribuan tahun dan begitu besar. Dahannya menjulur panjang dan membulat seperti kubah yang meneduhi ruang terbuk tersebut. Tirai-tirai satin dibentangkan mengikuti bagian luar dahan pohon Niara sehingga seolah-olah dahannya semakin lebar dan menyatu dengan dinding istana yang melingkar di sekitarnya. Sedangkan di tengah-tengah pohonnya, digantungkan lentera-lentera serupa seribu bintang yang menghiasi langit malam.
Saat ini merupakan puncak musim semi. Daun-daun pohon Niara pada siang hari akan sangat cantik dengan paduan warna kuning, hijau, oranye, dan merah. Pada pesta musim semi seperti ini, kami akan melepaskan lentera ke langit malam dan memanjatkan permohonan.
Aku sudah tahu jelas apa yang akan ku tuliskan pada permohonanku ini. Semua ini tidak bisa dibiarkan.
Ibuku, ratu Talyla, begitu antusias menyambut gadis itu. Dia telah mempersiapkan ruangan untuknya. Gaun-gaun indah dari para ahli kain dan perias di negeri kami. Aku mengerti bahwa naluri keibuannya mungkin berperan besar dan mengambil alih akal sehatnya untuk bersimpati pada kegalauanku saat ini. Dia mungkin begitu antusias karena akan ada gadis di istana ini yang bisa ia perlakukan sebagai putrinya.
Sedangkan aku. Aku hanya bisa menggeram jengkel dan geram melihat semua antusiasme dan kesibukan itu. Tidak mengindahkan panggilan ratu untuk ikut dalam persiapan, aku malah pergi berburu dengan para panglima muda. Mungkin berada di hutan dan memacu adrenalin akan membantu merilekskan pikiranku.
Kuharap begitu.***
Aku salah.
Aku sama sekali tidak berkonsentrasi selama perburuan.
Aku, pangeran Alryad. Pemanah terbaik yang dimiliki LivingRealm. Nyatanya hari ini aku bahkan tidak bisa membidik sasaran dengan tepat.
Aku menggeram kesal berkali-kali.
Hari ini gadis itu akan dibawa ke pesta oleh sang Ëld dan diumumkan sebagai pasanganku.
Bagaimana aku bisa menghindari ini? Apakah ada cara untuk membatalkannya?
Bagaimana jika dia juga ada di pesta nanti?
Bagaimana jika dia akhirnya memutuskan bahwa perasaanku padanya benar-benar hanya permaianan sesuai dugaannya selama ini?Argh, aku harus segera bertemu dengannya.
Aku harus meyakinkan Lenara. Aku harus membuatnya percaya.
Gadis itu tidak akan merubah apapun. Perasaanku hanya untuk Lenara. Dulu, sekarang, dan sampai kapanpun.Aku menarik tali kekang kudaku dan menderap menuju istana. Jika Lenara ikut pesta saat ini, maka dia akan berada di sayap timur istana, kediaman sepupuku, Zarion. Aku harus menemuinya sebelum matahari tenggelam dan pesta dimulai.
***
Aku menemukan Lenara sedang asik berbincang dengan Zarion di beranda kediaman sepupuku itu. Zarion adalah sepupuku dari pihak ibu. Aku tidak memiliki sepupu dari pihak ayah karena telah beberapa generasi, keluarga kerajaan hanya memiliki anak tunggal.
Ayah Zarion, kakak tertua ibuku, adalah panglima kerajaan. Kepercayaan ayahku, dan merupakan mentorku. Zarion sendiri adalah kesatria yang disegani dalam militer LivingRealm.
KAMU SEDANG MEMBACA
Into The Rain
RomantizmCinta itu serupa angin, kadang ia bertiup lembut dan membuai. Kadang ia laksana badai yang meluluhlantakkan. Bertemu denganmu serupa mimpi bagiku. Hanya saja, hingga kini aku belum yakin itu mimpi yang seharusnya kusebut indah atau kusesali. Naya Th...