PART 28

640 28 4
                                    


Preview....

Mann menyusupkan wajahnya di sisi perut Jodha.
Pria itu jatuh tertidur sambil memeluk Jodha yang duduk di sebelahnya.

Di Mansion Kasparov...

Mann memaksa untuk pulang ke Mansion di iringi beberapa dokter dan perawat yang mendampinginya di dalam perjalanan dengan mobil ambulance.

Jodha tertegun melihat bagaimana kamarnya di ubah menjadi kamar rumah sakit yang lengkap dengan alat ECG, infus, serta tabung oksigen. Beberapa perawat sibuk menyiapkan alat-alat tersebut di kamar, tak lupa memasang infus di tangan kiri Mann.

Setelah beberapa lama kamar itu kembali sepi. Hanya Jodha dan Mann di dalam kamar. Pria itu menyuruh Jo ikut naik ke bed. Dia sengaja memakai ranjang superbesar mereka sendiri seperti biasa supaya Jo bisa tidur di sebelahnya seperti sekarang.

"Jo"

"Ya "

"Jangan kemana-mana, tetaplah disini..",Mann mengelus perut Jodha yang membuncit dengan sayang.

Jodha tak menjawab. Ia sudah tahu seperti inilah bila Mann memutuskan untuk di rawat di rumah. Dia pasti takkan bisa kemanapun, meski sebentar. Untunglah Jalal masih mau mengerti walaupun Jodha tahu itu pasti sangat berat dan menyakitkan.

"Beberapa bulan lagi anak ini lahir...", ucap Mann lagi.

Jo mengangguk. Ia pun ikut mengelus perut buncitnya dan bingung bila membayangkan akan seperti apa kehidupannya nanti setelah melahirkan. Jalal menginginkan mereka pergi ke suatu tempat atau negara lain bersamanya. Sedangkan Mann jelas-jelas juga mencintainya dan bayi ini. Pria ini tak mungkin melepaskannya begitu saja.

"Kau melamun terus Jo ..", ucap Mann tiba-tiba. Menatap lekat gadis yang sangat di cintainya sedari kecil.

Jodha tersadar, ia balas menatap lekat.

"Apa sebenarnya yang kau inginkan dariku Mann ? "

"Cintamu dan hatimu...selamanya untukku..", Jawab Mann mantap. Di tatapnya Jo lekat-lekat.

Jodha menghela nafas panjang.

"Aku tahu, hatimu milik Jalal. Tapi aku bisa merasakan kalau kau juga mencintaiku Jo. Dan aku cukup puas bisa mendapat sedikit hatimu..", Mann tersenyum simpul.

Mann melingkarkan tangannya yang berselang infus ke lengan mulus Jo sambil menciuminya.

"Tetaplah disini Jo...aku mencintaimu..", ucap Mann lirih, ia kembali menyusup dan bersandar ke lekuk leher istrinya.
Matanya mulai meredup dan tak lama ia tertidur. Rupanya obat-obatan yang di suntikkan membuat lelaki itu tidur dengan cepat.

Jodha kembali menghela nafas panjang.

Mendengar dan melihat kondisi Mann membuatnya terenyuh.

Tuhan....tolong lepaskan aku dari perasaan yang menghimpit ini...

***

Sudah seminggu ini Mann di rawat di mansion. Kondisi pria itu lumayan stabil. Yang parah Mann tak membiarkan Jo lepas dari genggamannya. Dia hanya mau makan dan minum obat dari tangan Jodha. Dia bahkan meminta Jo memandikannya.

Jodha tak bisa menolak. Ayah dan mertuanya juga mendukung kehendak Mann. Ia benar-benar tak berkutik.
Sedangkan Mann terus menerus tersenyum bahagia.
Ia berharap kebahagiaannya akan membuatnya cepat sembuh dan kembali beraktifitas dengan normal. Meski di sisi lain ia juga takut, bila ia sudah sembuh Jodha akan pergi meninggalkannya dan kembali kepelukan Jalal.

Mann tak mau kehilangan Jo....God..help me....rintihnya.

Jodha sendiri sebenarnya sudah rindu ingin bertemu Jalal. Sudah seminggu ia tak bisa kemana-mana.
Jo rindu ciuman dan sentuhan Jalal. Ia tahu lelaki itu juga merindukannya. Jo berusaha mencari waktu untuk bisa pergi dan meninggalkan semua ini.

Oh Tuhan..berikan kami jalan untuk bersama lagi...

****

"Kau melamun lagi Jo..", tegur Mann melihat Jo duduk di balkon menghadap ke taman Mansion. Ia duduk di sebelah Jodha dan memeluknya.
Pria itu sudah melepas infusnya. Ia bersikeras dirinya sudah pulih dan lebih baik. Lagipula ia merasa tak bebas dengan adanya selang infus itu. Tak bisa memeluk Jo seperti sekarang.

Jo tersenyum tipis.

"Kau merindukannya bukan ? "

Jo mengangguk.

"Ijinkan aku pergi Mann ? ", ucap Jo lirih.

"Apa kau akan kembali ? "

"Kali ini tidak.."

"Kalau begitu aku takkan mengijinkanmu.."

"MANN !! "

"Aku mencintaimu Jo, aku tak sanggup hidup tanpa kau disisiku. Aku bisa mati. Aku akan melakukan apapun agar kau tidak pergi.."

"Apapun ? "

"Ya..apapun.."

"Kalau begitu ijinkan aku menemui Jalal. Aku sudah bersamamu selama seminggu ini. Sekarang aku ingin bersamanya.."

Mann mengernyitkan dahinya.

Dia menghela nafas panjang. Menatap taman Mansion.

"Baiklah, tapi hanya malam ini.."

"Tidak Mann, setiap malam. Aku bersamamu saat pagi, tapi aku bersama Jalal saat sore.."

"Kau gila Jo ! "

"Kalau begitu aku takkan kembali.."

Mann memijit pelipisnya. Pening kepalanya kembali berdenyut.

"Lepaskan aku Mann...atau aku benar-benar takkan kembali..."

Mann menghela nafas berat.

Akhirnya dia mengangguk.

"Tapi dengan syarat kau harus mengikuti semua keinginanku saat bersamaku Jodha.."

Jodha tertegun.

****

"APA ? KAU GILA JO ! ", seru Jalal kaget mendengar penuturan Jodha.

Sudah seminggu ini Jalal tak bisa tidur nyenyak memikirkan Jo istrinya yang tak datang menemuinya.
Jalal sudah hampir nekad hendak pergi ke Mansion untuk menculik istrinya seperti dulu. Tapi penjagaan di depan gerbang begitu ketat. Siapaun yang datang harus di periksa terlebih dahulu kemudian di laporkan ke dalam Mansion untuk meminta persetujuan dari Ayah Jo, Kasparov.

Jalal hampir putus harapan. Kerinduannya pada Jodha tak tertahankan. Tapi sore ini ia di kejutkan dengan kedatangan wanita yang di cintainya itu dengan diantar oleh sebuah mobil mercedes berkaca gelap.
Alangkah bahagianya Jalal meski sedikit bingung dan merasa aneh karena mobil itupun pergi dengan cepat setelah Jo turun.

Kebingungannya terjawab sudah. Anak buah Mann mengantar Jo ke rumah Jalal dan langsung pergi setelahnya. Jo menuelaskan kesepakatannya bersama Mann kepada Jalal. Dan hal itu membuat Jalal kaget dan marah.

"Tenanglah Jalal. Hanya ini satu-satunya jalan agar aku bisa keluar dari Mansion. Pengawasan ayah begitu ketat. Aku bahkan tak punya celah untuk menyelinap pergi. Bersabarlah, sementara ini hanya ini cara terbaik..", Jodha membelai wajah pria yang di rindukannya dengan lembut.

Kemarahan Jalal seketika surut. Dia menarik Jodha duduk di pangkuannya. Lalu menatap wajah cantik itu lekat-lekat.

"Tapi kau sedang hamil Jo. Bagaimana mungkin kau berada di dua rumah berbeda dalam sehari. Pikirkan hal itu. Aku tak sanggup membayangkannya. Apalagi Mann begitu licik. Ia akan menyuruhmu macam-macam saat bersamanya..Oh Tuhan....tidakk....", Jalal memeluk Jo erat. Memejamkan mata. Setetes air mata di sudut matanya tiba-tiba turun.

Jo tertegun. Melihat Jalal menangis hatinya seperti tersayat.

"Akan kupikirkan cara lain nanti Jalal..", bisik Jo lirih. Di hapusnya airmata Jalal.

Jalal tak menjawab. Ia masih tetap memeluk Jo dengan mata terpejam.

"Kita harus segera pergi Jo..secepatnya..", bisik Jalal tiba-tiba sambil membuka matanya. Menatap Jo dengan mata memerah, menahan tangis.

Tbc...

LOVE  HURTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang