.
Hinata memang tahu nama Universitasnya, tapi ia tidak tahu letaknya dimana, bahkan ia telah melacaknya lewat situs Google GPS, well memang menampilkan alamat dan letaknya namun ia benar-benar bingung dengan nama jalan di Australia.
Oh gosh!
.
Setelah mengambil kunci mobil dan jaket, Gaara baru saja akan beranjak pergi namun perhatiannya tertuju pada amplop berwarna putih, pikirannya melayang pada kejadian beberapa minggu yang lalu saat ia semester satu.
Gaara membuka amplop itu dan memikirkan pertimbangan yang akan ia ambil kedepannya, dan tentu saja ia takkan menyia-nyiakan kesempatan itu.
Jam telah menunjukan pukul setengah delapan yang artinya ia harus segera berangkat kekampus atau dirinya akan terlambat seperti kemarin.
"Hei" Gaara cukup terkejut dengan suara yang tiba-tiba saat ia membuka pintu apartemennya.
"Kenapa"
"Um, begini aku tidak tahu letak Universitasku" Hinata tertawa garing.
"Lalu?"
"Lalu.. Aku. Ingin meminta bantuan mu"
"Kau menjilat ludahmu sendiri" setelah mengatakan itu Gaara kembali melewati Hinata yang memasang tampang sok innocent.
Setelahnya dilift bersama Hinata, Gaara akhirnya menyetujui untuk berangkat bersama, hal buruk untuknya berangkat bersama wanita mengingat dirinya adalah idola sekolah.
"Dengar, kau turun disini" Hinata masih bingung, ini kan belakang kampusnya.
"Kenapa?"
"Turun, tidak usah banyak tanya" dan setelah Hinata turun mobil Gaara memutar arah dan masuk melewati depan kampus.
Apa dia malu membawaku?
Hinata memilih untuk mengabaikan hal tersebut, ia merogoh ponsel-nya ditas kecil yang ia bawa kemudian melihat WhatsApp -nya yang penuh pesan, sesekali ia tertawa kecil melihat isi pesan tersebut.
Yah, Sasuke memang takkan bisa tergantikan..
.
"Gaara" Hinata bosan menunggu Gaara yang masih sibuk berbicang dengan wanita, baiklah, bukan berbincang tepatnya berduaan.
Hinata sumringah ketika melihat Gaara berjalan kearahnya "kau pulang duluan saja, ya. Aku ada janji"
"..tapi kan-"
"Ini alamatnya, kau cari taksi kemudian serahkan alamat ini" baru saja ia akan melayangkan beberapa pertanyaan, Gaara telah pergi menggandeng wanita.
Shit!
Jangankan tahu nama alamatnya, mencari taksi saja ia bingung jadinya, kakinya sudah kram berdiri terus tak ada taksi yang lewat satu pun!
"Halo"
"Gaara- disini tidak ada taksi" ucap Hinata sesekali menjongkok karena lelah berdiri dua jam lamanya!
"Kau bercanda! Aku bahkan sudah berada diapartemen" terdengar suara setengah berteriak disusul dengan marah tak jelas.
"Tunggu disitu!" sambungan telepon terputus secara sepihak.
Hinata merutuki dirinya yang bodoh sekali, bahkan mencari taksi saja ia tak tahu, bagaimana coba kalau tidak ada Gaara pasti dirinya telah tersesat dinegeri orang! Ugh, bodoh banget sih. Kalau gini kan nggak usah kuliah jauh-jauh.
Mobil didepannya membuat lamunan Hinata buyar pemuda turun didepannya "kau ini, mencari taksi saja tidak tahu"
"Gaara" Hinata segera berdiri dan menampilkan senyum cerah, benar kata ayahnya ia harus bersikap baik terhadap Gaara. Coba kalau Gaara tak mau menolongnya, ia pasti telah mati karena tak tahu arah apartemennya sendiri. Waduh!
"Kalau begini, kau merepotkanku!"
Hinata hanya bisa duduk diam mendengarkan celoteh Gaara ia tak berani membantah, Gaara memanglah benar, ia selalu merepotkan, ia bahkan sering membuat Sasuke repot.
"Ya.. Semua mengatakan hal itu padaku" ucap Hinata disaat Gaara berhenti melontarkan segala macam celoteh.
Lampu merah dihadapan mereka membuat perjalanan terasa lama "apa maksudmu?"
Hinata masih diam, tak berniat menjawab pertanyaan yang Gaara lontarkan, ia tetap berkutat dengan pikirannya sambil mencuri pandang kearah pemuda disebelahnya.
Lampu hijau telah memberi aba-aba tak ingin berlama-lama Gaara seketika menancap gas agar mereka sampai dengan cepat ditempat tujuan walau dengan nyawa terancam, tenang saja, Gaara mahir kok dalam membalap.
"Gaara" Hinata menutup pintu mobil dan menyusul langkah Gaara yang seketika memasuki gedung apartemen.
Hinata menarik kesimpulan bahwa Gaara sedang marah padanya karena ia merepotkan Gaara, Hinata semakin merasa tak berguna untuk semua orang, ia hanya bisa menyusahkan saja.
Keduanya masih memilih untuk diam tak satupun memecah keheningan, lift terbuka menandakan mereka telah sampai kelantai yang mereka tuju.
Gaara baru saja akan membuka apartemennya dan masuk kalau Hinata tak menarik tangannya, ia menoleh kearah Hinata.
"Aku minta maaf.. Sudah banyak merepotkanmu, tapi jangan marah padaku ya"
"Aku nggak marah"
"Um, aku janji besok nggak akan merepotkan lagi" Hinata tersenyum.
Yah, kalau saja disini ada Sasuke, sudah pasti dirinya akan dimarahi karena berpura-pura tidak kenapa-kenapa.
Hanya Sasuke yang bisa melihat ekpresi takutnya.
"Baguslah" Gaara melepas pegangan tangan Hinata kemudian masuk tanpa sepatah kata.
Sasuke.
Air matanya mengalir, apa cowok selalu kasar?
Atau hanya Sasuke yang bisa begitu perhatian padannya?
Dan seperti malam-malam sebelumnya, ia akan menangis hanya karena merindukan Sasuke.
Padahal, ayahnya dan bahkan setiap orang selalu mengatakan bahwa ia cantik, apa itu tak berlaku pada Gaara?
.
Sehabis mandi Gaara memilih untuk mengistirahatkan pikirannya, belakangan ini dirinya selalu terpikirkan oleh sosok Hinata, baru kali ini ia ingin memikirkan keselamatan seorang wanita.
Saat ketika ia menerima telepon dari Hinata yang mengatakan bahwa ia belum pulang dan bahkan masih dikampus mecari taksi, apa wanita itu tidak tahu jantungnya hampir mau keluar?
Bahkan pikirannya kacau, bagaimana kalau ia diculik?
Ya, ia tahu Hinata memang bukan anak kecil yang harus dijaga sampai segitunya, tapi yang jelas ia tak bisa mengendalikan kekhawatirannya.
Ini pertama, puluhan wanita yang sudah pernah ia tiduri sekalipun tak pernah ia khawatirkan.
Mungkin ia begini karena ayah Hinata memberi kepercayaan untuk menjaga anak itu.
Pantas saja ia harus dijaga, ceroboh, bodoh, dan juga selalu tampil bahagia. Dia kira aku bodoh? Tak bisa melihat raut sedih dimata itu?.
Ugh, itu yang paling ia benci ketika berhadapan dengan Hinata; berpura-pura kuat.
.
.
.
.
.
.
.
Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Maybe i'm happy
Hayran KurguMengapa manusia hanya melihat dari penampilan saja? belum tentu mereka yang terlihat bahagia itu betul-betul bahagia. Aku Hinata, dan jangan remehkan kemampuan ber-Aktingku, aku bahagia, mungkin, bahagia dalam tekanan, walau ketika malam datang, tan...