Bocah itu berlari keluar dari rumahnya, membawa kotak berisi makan siang. Langit siang berwarna biru keunguan, hampir seperti malam atau senja yang mendung. Tapi ia tidak peduli.
"Oruz....!! Mau kemana kau?! Kembali....!!" seorang gadis kecil seusianya berseru memanggil. Oruz tidak peduli.
"Bodoh, ibumu bakal marah!!"
"Daaah, Gizelo...!!"
Gizelo mengerang sebal mengawasi Oruz berlari menjauh menapaki tanah tandus yang terbelah oleh jalur wagon ke satu arah, pegunungan Papireth. Tidak ada hal menarik disitu selain mesin mesin usang, pria berbau keringat yang mengayunkan beliung mereka untuk menggali jauh melubangi gunung demi sebongkah batu agung : silvanium.
Silvanium tidak pernah ditemukan sebelum 50 tahun yang lalu. Andai saja silvanium tidak ditemukan, manusia akan kembali menjadi primitif setelah segala sumber daya habis. Sekarang mereka tak bisa menemukan sumber energi yang lebih hebat dan murah dibandingkan mineral yang satu itu.
Kakek Oruz adalah salah satu dari sekian banyak penambang Silvanium di pegunungan Papireth. Setiap hari, Oruz selalu mengantarkan makan siang meski sang kakek bisa saja membeli makanan didekat tambang, semua itu agar Oruz bisa meminta kakeknya bercerita.Kakek tahu banyak hal.
Melintasi pipa pipa yang mengalirkan air dari sumber yang sangat jauh, Oruz menyelinap mencari sang kakek diantara puluhan petambang yang keluar dari lubang lubang pegunungan Papireth. Tapi ia tidak melihat sosok tua itu disana. Biasanya kakek akan tersenyum, wajah keriputnya terlihat menyenangkan saat menyambut Oruz.
"Oruzgan, kan?"
Suara itu membuat Oruz menoleh. Seorang pria dewasa berotot tersenyum. "Mencari kakek??"
"Iya. Anda lihat kakekku??"
Pria itu menyeringai.
"Tak sebaiknya kau kesini. Bahaya. Pulang, sana."
"Aku biasa datang ke sini dan itu tidak berbahaya." Oruz mendengus.
"Aku serius. Ini bahaya. Dengar..." pria itu mencondongkan tubuhnya untuk berbisik ditelinga Oruz. "Kamu tak tahu kan ada kota mati mengerikan dibalik gunung ini??"
"Ibu selalu bilang begitu kalau aku nekat keluar." ketus Oruz bosan.
"Yah, sayangnya nak, itu bukan cerita bohong." pria itu mulai menakut nakuti. "Kakekmu sekarang sedang kesana. Ke Nacht Zone."
"Apa? Na--"
"Nacht Zone. Nama kota mati itu. Mengerikan, bukan??"
"Bohong."
Oruz berbalik menjauh, tapi sebelum itu ia mendengar seseorang berkata pada pria tadi.
"Seharusnya kau tidak menjadikan Natch Zone bahan untuk menakuti anak anak."* * *
Oruz tidak diperbolehkan masuk ke dalam tambang, maka ia menunggu diatas bebatuan hitam yang menghadap ke hutan dengan pepohonan yang selalu gundul disetiap musim. Padahal udara di tempat ini tak sekotor ratusan tahun lalu, setidaknya itulah yang dikatakan kakek padanya.
Bayang bayang gunung membuat tempatnya duduk lebih gelap dari biasanya. Tapi Oruz tidak takut gelap.
"Oruzgan...?"
Oruz berbalik dan menyerbu pemilik suara itu dengan pelukan. "Kakek...!!"
"Terimakasih telah mengantar kesini." kakek mengambil kotak makanan yang diangsurkan padanya. "Tapi mari kita makan di rumah saja. Ayo, Oruz..."
"Yah, kakek....aku ingin dengar cerita kakek...."
"Tenang, aku tidak akan libur bercerita." kakek menepuk rambut hitam cucu kesayangannya itu, dan sekilas rasa takut menjelma di matanya. Sayang, Oruz tidak menyadari itu. Anak itu kini berjingkat jingkat untuk melongok ke dalam lubang tambang.
"Ayo pulang."
"Kek, tunggu...!!"
Kakek berhenti berjalan, mengawasi cucunya terdiam didepan lubang besar tempat para penambang keluar masuk tiap harinya.
"Kakek janji akan cerita kan??"
"Iya, jagoan."
"Kakek, ceritakan apa yang ada didalam sana!!" seru Oruz. "Bukankah didalam ada tempat bernama Nacht Zone?? Bukankah kau baru saja kesana??"
Sang kakek sempurna diam. Bahkan kali ini pun Oruz bisa melihat ada kecemasan yang begitu nyata dimatanya."Nacht Zone, ya..." dalam sekejap wajah kakek kembali tenang. "Itu cuma dongeng."
"Aku tahu itu bukan dongeng..." Oruz tertawa jahil. "Kakek selalu menceritakan hal yang nyata. Apa itu Nacht Zone, kek??"
"Berhenti menanyakannya, Oruz."Sorot mata kakek yang menajam membuat Oruz tak berani bicara. Senyumnya lenyap. Ia mengangguk pelan dan takut, tapi kakek kembali tersenyum dan mengusap kepalanya. Mengajaknya berjalan pulang.
Mata gelap Oruz sesekali melirik ke belakang, seolah dengan itu ia akan menemukan Nacht Zone.
****segini dulu....saya harap ini tidak tijel...***
*** would left your vomment??***
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvanium
FantasyIni bumi kita. Masih bumi yang sama, 308 tahun dari waktu kita sekarang. Hanya saja peperangan, bencana alam dan kerakusan manusia membuatnya tak lagi dikenali. Manusia kembali menjadi primitif. Tapi sejak tambang mineral adidaya ditemukan, harapan...