Oruz diantar kesebuah kamar yang berinterior hitam dan putih, dengan kasur yang bisa diatur ketebalannya, kursi kursi melayang serta holovision, yang menyiarkan hiburan dalam wujud 4 dimensi.
Oke, kalau Audrey bilang ia tidak kaya, Oruz tak tahu lagi definisi kaya melebihi itu.
"Silakan beristirahat, tuan." Hanz mengangguk sopan. "Anda bisa panggil saya dengan tombol itu." katanya seraya menunjuk tombol dan speaker kecil di tembok kamar.
Oruz mengedarkan pandangan kesekelilingnya, baru saja Hanz melangkah menuju pintu, ia memanggil.
"Hei, apa yang kira kira bisa kulakukan disini?? Maksudku....aku tidak lelah dan....yah...."
Hanz tersenyum tipis. "Saya mengerti. Anda tidak bisa berkeliling rumah tanpa izin kepala keluarga. Tapi jika anda mau, kami menyediakan perpustakaan digital atau anda mungkin ingin berkeliling kota bersama salah seorang pelayan kami."
"Berkeliling kota sepertinya bagus." Oruz menepukkan tangan antusias. "Aku nggak boleh sendirian saja, ya?"
"Tapi anda bisa tersesat."
"Nggak kok. Aku nggak gampang tersesat. Lagipula sistem navigasi skybike itu kan keren banget."
Hanz tampak ragu sejenak. Tapi ia menggeleng. "Tidak, tuan. Keselamatan anda adalah tanggung jawab saya selaku kepala pelayan. Bisa saja ada hal yang tak diinginkan terjadi."
"Iya...." keluh Oruz. "Jadi, aku boleh berangkat sekarang, kan??"
"Anda istirahat saja sebentar selagi saya menyiapkan keperluan anda."
Hanz menutup pintu dengan sopan, meninggalkan Oruz yang segera mengempaskan diri di kasur itu, mencoba coba tombol pengatur sesukanya.
Sang kepala pelayan menghela nafas berat mendengar suara kasur yang menggembung gembung, lantas menjauh dari kamar tamu seraya berbicara didalam tangannya yang menutupi mulut. "Nona, tamu kita ingin berjalan jalan keluar."
* * *
"Lho, kau lagi." sapa Oruz ketika pintu kamarnya terbuka. Hanz mengangguk dan memandunya melintasi lorong rumah, beberapa pintu membuka setiap mereka lewat, dan Oruz menyadari pintu pintu itu sama sekali tidak kentara dengan dinding, membuat rumah ini menjadi seperti labirin yang menyesatkan. Apa memang rumah di Cresen seperti ini??
"Kalian tidak biasa menghias rumah dengan foto keluarga atau lukisan ya??" Oruz memperhatikan dinding dinding yang putih bersih. Hanz tersenyum lagi.
"Kepala keluarga lebih suka dindingnya bersih." jawab Hanz. "Ada banyak tempat menarik di Cresen, tuan." Hanz mengetuk tombol pada jam tangannya dan sebuah proyeksi hologram muncul, menampilkan tampak kota Cresen yang megah. Tempat tempat yang menarik untuk dikunjungi diberi tanda warna merah.
"Oh, itu apa...?" Oruz menunjuk pada satu titik yang menandai bangunan besar dengan menara menara pemantau.
"Itu tempat pengolahan ekstraksi silvanium." jawab Hanz. "Sejujurnya, kami menandai tempat ini bukan karena menarik. Tapi karena ini adalah maskot kota Cresen."
"Aku tahu logonya. Truk pengangkut dari kota selalu memiliki tanda seperti itu." Oruz menunjuk pada logo bulan sabit biru gelap.
"Nama kota ini diambil dari nama bulan sabit itu kan?" Oruz menebak. "Atau sebaliknya?"
"Tebakan anda benar. Nama kota ini diambil dari keluarga yang mendirikan pengolahan silvanium. Keluarga Cresen, yang namanya berdasarkan nama bulan sabit, crescent."
Oruz mengangguk mendengar penjelasan Hanz. "Nah, bagaimana kalau kau mengantarku kesana? Aku ingin tahu bagaimana silvanium diproses."
Hanz menaikkan sebelah alis seakan heran dengan antusiasme pemuda ini, tapi ia mengangguk. "Baiklah. Silakan ikuti saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvanium
FantasiIni bumi kita. Masih bumi yang sama, 308 tahun dari waktu kita sekarang. Hanya saja peperangan, bencana alam dan kerakusan manusia membuatnya tak lagi dikenali. Manusia kembali menjadi primitif. Tapi sejak tambang mineral adidaya ditemukan, harapan...