9. Mirfel

32 2 2
                                    

Galilei marah besar hari itu.

Ia baru saja merasakan gairah dan harapan mengalir dalam tubuhnya, setelah adiknya gagal dengan bodoh. Pemuda Lacadruss itu baru akan menjadi jalan baru menuju pengetahuan tentang nacht, membuatnya selangkah didepan mereka yang berlomba-lomba saling menjatuhkan. Ia penambang biasa saja sudah cukup untung, terlebih, ia keturunan Silver Lacadruss. Rasanya jarum diantara tumpukan jerami sudah ditemukannya, lalu tergelincir jatuh kedalam jurang setelah ia melihat layar pemantau yang menampilkan posisi gps skybike itu menginformasikan kecelakaan sebelum akhirnya berpendar dan mati.

Ia tahu skybike terbaru itu memiliki pemindai canggih yang dapat menginformasikan keadaan dari kendaraan itu sendiri. Ketika ia mengetahui kendaraan itu rusak, ia segera memeriksa tracker yang dipasang Audrey di tubuh pemuda itu. Pelacaknya mati. Benda itu akan mati jika hancur atau target tempatnya dipasang mati, karena ia akan mendeteksi detak jantung dan suhu tubuh. Ia begitu marah sampai rasanya ia bisa menghancurkan apapun.

Aku sudah selangkah lebih dekat....tinggal sedikit lagi aku mencapai puncak....

"Pindai rute menuju Elgaf. Lacak data di skybike station yang searah dengannya. Aku ingin ada pemeriksaan ditempat kecelakaan, apakah ada mayat atau sisa kendaraannya." perintahnya pada sekretarisnya, Duran.

"Perlukah kami memeriksa ke kepolisian...?" tanya Duran.

"Jangan. Mereka bisa tahu apa yang sudah kulakukan. Pantau saja jika ada berita yang menginformasikan kecelakaan itu." ujar Galilei. Detail kecelakaan itu sulit diketahui karena skybike itu tertabrak beberapa kilometer diluar Cresen, dimana kamera jalan tidak lagi terpasang. "Panggil Runa dan Audrey."

Dalam sejenak, dua adiknya itu sudah berdiri didepan meja kerjanya. Runa yang diam dan Audrey yang terlihat tenang.

"Audrey...apa ada kesalahan dari tugas yang kuberikan malam itu...?" tanya Galilei seraya tersenyum. "Pemuda itu, aku tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati."

"Tidak, kak." jawab Audrey. "Kakak bisa lihat sendiri dari kamera yang kakak pasang di ruang santai. Dia tidak menyadari apa yang kupasang dalam tubuhnya."

Galilei memicingkan mata, mencurigai, tapi ia tahu apa yang dikatakan adiknya benar. Mereka bercumbu berjam-jam, dan pemuda itu tidak menunjukan gestur yang aneh.

"Ada kemungkinan tempat kau memasang pelacak itu terluka." ujar Runa pada Audrey. "Dimana kau memasangnya...?"

"Telinga." jawab Audrey singkat, tatapannya fokus pada mata kakaknya. "Lagipula, kenapa kita berfokus pada pemuda itu saja...? Kalau dia mati atau menghilang sekalipun, kita bisa dengan mudah mengubah rencana. Aku sudah mempelajari kesalahan-kesalahan misiku tempo hari."

Galilei berdiri, masih tersenyum melangkah kedepan Audrey hingga adiknya itu menunduk menghindari tatapan matanya.

"Mengubah rencana, ya." katanya tenang. Audrey tahu ketenangan itu menyembunyikan golakan badai. "Tentu saja bisa. Tapi kau tahu, adikku, itu membuang-buang waktu. Terimakasih padamu yang membuang-buang waktuku."

Pintu terbuka. Duran melangkah masuk dengan terburu-buru. "Tuan, saya sudah menyuruh penjaga melacak ke lokasi kecelakaan, hasilnya mereka tidak menemukan apa-apa. Ada bercak darah dan ilalang yang seperti kejatuhan sesuatu. Kemungkinan pemuda itu masih hidup, atau ada yang membawa mayat pemuda itu. Tidak ada data nomor skybike yang dikendarainya di sepanjang skybike station menuju Elgaf."

Galilei terdiam. Pemuda itu masih hidup...? Atau ada yang membawa mayatnya...? Tapi kalau ada yang membawa mayatnya, siapa...? Untuk apa...? Apa ada yang sudah mengetahui nilai pemuda itu dan mengejar langkahnya...? Tapi itu tidak mungkin. Tidak banyak orang yang menyadari siapa itu Lacadruss, dan ia sudah cukup hati-hati bertindak dan bicara pada pemuda itu. Tidak mungkin ada informasi bocor. Kecuali....

SilvaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang