3 : Nacht

103 12 21
                                    

Kota Elgaf dikelilingi hutan gundul dan pegunungan Papireth yang dingin. Kota tambang itu sebenarnya merupakan aset besar bagi negara Arosia, karena wilayah tambangnya yang kaya. Namun tingkat ekonominya tidak terlalu tinggi karena mereka hanya memasok bahan mentah, sedangkan pusat pengolahan ada di ibukota.

Akses keluar masuk Elgaf hanya dua, langsung menuju perkotaan industri yang biasa dilewati wagon dan mobil silvan, dan jalur yang tembus ke pedesaan melewati hutan hutan gundul.

Oruzgan hanya salah satu dari sekian anak yang ingin melihat langsung kota industri itu. Semakin bertambah usianya, ia berfikir dengan itu kesejahteraan keluarganya akan meningkat. Tapi untuk sementara, ia akan memendam cita citanya tersebut. Lagipula kalau ia pergi, siapa yang menemani kakek??

Empat tahun berlalu. Usia Oruz kini 12 tahun dan semakin dekat dengan sang kakek yang kian tua kian senang berbagi ilmu. Oruz sering mengira ngira berapa umur kakek sebenarnya, sudah berapa lama pengetahuan dan pengalaman pengalaman itu mengendap di otaknya.

Pagi itu Oruz membantu ayah dan kakaknya, Eshan di bengkel. Ia tengah memeriksa mesin skybike yang rusak saat suara kakek memanggilnya.

"Sana, kakek memanggil." ujar Eshan tanpa menengadah dari komponen mesin skybike. Oruz dengan semangat mengelap tangannya dari biolubricant (pengganti oli sejak puluhan tahun lalu) dan berlari keluar bengkel. Kakek berdiri disana, tersenyum melihat antusiasme cucunya.

"Ada yang mau kakek tunjukkan." ujarnya. "Ayo ikut...!"

"Apa, kek?? Dimana??"

Sambil menyeringai rahasia kakek berjalan, mengisyaratkan Oruz agar mengikutinya. Menyusuri jalanan berbatu batu kelabu, kakek mulai bercerita lagi.

"Kau tahu ada berapa benua di dunia ini, Oruz...?"

"Tiga. Afralis, Simerica dan Soutralia."

"Ohoho, bukan itu. Maksudku benua sebelum tiga benua tadi."

"Oh...!" Oruz mengacungkan jari jarinya. "Asia, Afrika, Amerika, Australia, Eropa....ditambah lagi daratan kutub...!"

"Pintar. Tahukah kamu bahwa semua benua itu awalnya adalah satu daratan...?"

Oruz membelalak. "Benarkah?!"

"Awalnya, semua benua itu adalah daratan bernama Pangea. Pergerakan lempeng tektonik membuatnya memisah perlahan lahan...." kakek menggerakkan kedua tangannya, mengilustrasikan benua yang terpisah. "Hal itu terjadi perlahan....tapi yang terjadi 200 tahun lalu adalah bencana....lempeng tektonik bergerak begitu kuat dan dahsyat....jadilah tiga benua yang kita ketahui sekarang."

Oruz menahan nafas kagum dengan cerita kakeknya. Langkah mereka sudah menjauh dari pemukiman, menuju hutan berpohon gundul.

"Banyak hal berubah, Oruz....kecuali manusia. Seperti apapun sistem yang mengatur...seperti apapun teknologi dan daratan mereka, mereka selalu merasa kurang....merasa semuanya belum jadi yang terbaik. Tapi apa mereka sendiri sudah menjadi lebih baik...?"

Semakin tua, kakek semakin puitis. Oruz mendengar nasihatnya sambil mengangguk angguk.

"Kakek.....ini hutan pohon gundul. Nggak ada hal menarik disini, bukan??"

"Ooh, ada." kakek terkekeh. "Kamu belum lihat saja. Pohon pohon gundul ini mungkin jelek, tapi....ah, sudah. Ikuti saja."

Oruz terus berjalan mengikuti kakeknya yang kini bertumpu pada tongkat. Kakek sudah tak lagi bekerja di tambang sejak dua tahun lalu, tapi entah kenapa ia masih sering pergi ke tambang. Semua itu membuat keluarganya khawatir, apalagi berita tentang penambang yang hilang semakin gencar. Tapi kakek tetap baik baik saja.

SilvaniumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang