Keluarga Zelcaya punya rumah kaca kecil ditengah bangunan, didalamnya Runa menanam bunga-bunga yang pernah berasal dari masa lalu bumi, dan bunga-bunga yang tumbuh setelah bencana. Ditengah rumah kaca itu ada meja makan kecil untuk tempat berkumpul dan minum teh, meskipun biasanya hanya Runa yang menggunakannya. Tapi kali ini, keluarga Zelcaya menghidangkan sarapan untuk tamu mereka disitu, sekaligus melepasnya pulang.
"Oruz, kau punya nomor kontak untuk holophone-mu...?" tanya Audrey begitu mereka selesai menyantap makanan.
"Ah, aku tidak punya holophone." Oruz menggeleng canggung. Sejak semalam, sikap Audrey padanya begitu manis. Sial, gumam Oruz. Aku benar-benar tak ada pengalaman dengan perempuan.
"Sayang sekali." ujar Galilei. "Lalu biasanya dengan apa kau berkomunikasi...?"
"Hanya kakakku yang punya holophone. Aku tidak menggunakannya karena tidak ada yang bisa kuajak bicara dengan itu." Oruz menjawab pertanyaan Galilei dengan hati-hati.
"Kalau kau punya nanti, hubungi aku, ya...!" Audrey menyelipkan secarik kertas bertuliskan nomor ke genggaman tangan Oruz. "Berjanjilah untuk datang kesini lagi."
"Iya." Oruz mengangguk. Galilei tersenyum memandangi mereka, dan Oruz semakin ingin cepat pergi dari sini. Untung saja beberapa menit kemudian, Hanz dan seorang pelayan wanita mengantarkan tasnya. Oruz segera berdiri, menyalami Galilei, Runa dan Audrey. Audrey memeluknya erat dan berbisik.
"Hati-hati. Ingat pesanku."
Kata-kata itu sama gemetarnya dengan cara bicara Audrey semalam. Galilei dan Audrey mengantarnya ke garasi tempat skybike-skybike diparkir.
"Hati-hati di jalan. Berkunjunglah kesini kalau kau sempat." ujar Galilei ramah. Oruz mengenakan helmnya, menyalakan mesin skybike dan mengucapkan terimakasih. Ia melaju dengan ketinggian rendah keluar dari garasi itu dan perlahan menghilang dari pandangan. Sebelum jauh, Oruz melihat Audrey melambaikan tangannya dan tersenyum. Begitu skybike itu tidak terlihat lagi, senyuman Audrey dengan cepat surut menjadi garis datar yang selalu ditampakkannya.
Ia melirik ke samping, dimana senyuman sang kakak perlahan melebar menjadi tawa yang semakin keras, seolah ia baru menyaksikan lelucon paling lucu seumur hidupnya. Tangannya mengetukkan arloji dan memunculkan proyeksi layar dengan titik biru yang berjalan keluar dari kediaman Zelcaya.
"Kerja bagus, Audrey...! Kerja yang sangat bagus, itu baru adikku...!" Galilei mendekap adiknya yang ngeri menyaksikan tawa itu. "Selagi kau bersenang-senang semalam, aku menemukan hal bagus, kau mau tahu...?"
"Apa...?"
"Namanya Oruzgan Lacadruss." Galilei susah payah menahan tawa girang. "Dia bukan pemuda biasa, Audrey, dia keturunan dari pria pertama yang menemukan silvanium. Ia Lacadruss...! Oh, Audrey, kenapa kau tidak bilang...? Atau dia tidak memberitahumu...?"
Audrey menggeleng. Rupanya para pelayan menggeledah barang bawaan Oruz saat pemuda itu sedang bersamanya semalam. Tawa kakaknya surut menjadi kekehan kecil, dan dalam sekejap eskpresi wajahnya kembali membatu.
"Kau tidak tahu...?" ujarnya. "Anak itu telah melihat nacht. Bertahun-tahun lalu, ketika nacht pertama kali diketahui kebenarannya, ada seorang anak yang diketahui sebagai orang pertama yang melihat nacht itu. Anak itu menolak memberi kesaksian. Rumor tentang nacht dibiarkan berkembang oleh orang awam. Kemarin....ia menyangkal bentuk nacht yang kukarang-karang...Kemungkinan dia adalah anak itu."
Audrey kembali merinding. Apa yang dirasakan Oruz benar, kakaknya berusaha menggali sesuatu darinya. Tapi ia tidak tahu apa yang sebenarnya ingin kakaknya ketahui.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silvanium
FantasyIni bumi kita. Masih bumi yang sama, 308 tahun dari waktu kita sekarang. Hanya saja peperangan, bencana alam dan kerakusan manusia membuatnya tak lagi dikenali. Manusia kembali menjadi primitif. Tapi sejak tambang mineral adidaya ditemukan, harapan...