"Kenapa berhenti? Saya ingin tahu bagaimana caranya kamu mengobati urat saraf saya yang tegang!"
Mati aku! Itu suara Pak Adam!
Aku langsung berbalik dan melihat Pak Adam yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakangku. Dia menatapku sambil menaikan sebelah alisnya. Bukankah kalau jam segini harusnya dia masih berada di kantor?
"Pak Adam? Kok Pak Adam bisa ada di sini?" tanyaku gugup sambil merapikan alat pel. Ah salah, ini bukan gugup tapi lebih tepatnya malu. Rasanya aku ingin menenggelamkan diriku sendiri di rawa-rawa.
"Loh? Ini kan rumah saya. Hal yang wajar kan kalau saya berada di rumah saya sendiri?" ujarnya.
Ah ... Salah lagi kan. Aku lupa ini kan memang rumahnya, belum berpindah tangan padaku.
"Bukan begitu pak! Maksud saya, kok Pak Adam balik lagi? Ada yang ketinggalan?" tanyaku berusaha menutupi rasa malu.
"Ponsel saya tertinggal di kamar." ujarnya lalu duduk di sofa. "Kenapa kamu yang mengerjakan pekerjaan Bi Mumun? Memangnya kamu tidak berangkat ke kampus hari ini?" tanyanya. Aku menghela napas pelan.
"Saya tidak ada jadwal kuliah hari ini. Lagi pula tidak ada salahnya saya membantu meringankan pekerjaan Bi Mumun, lebih bermanfaat daripada saya sibuk mencari pokemon." jawabku.
"Ya kamu benar. Jika saya melihat kamu memainkan game itu, gaji kamu akan saya potong 50%. Saya tidak ingin Qilla terjangkit virus pokemon." ucapan Pak Adam membuatku melongo.
Ini gila! Dia tidak serius kan memotong gajiku 50% kalau aku diam-diam memainkan game itu?
"Ay, Tolong ambilkan ponsel saya di kamar. Saya akan tunggu di sini!"
"Baik pak, tapi saya mau bereskan ini dulu." jawabku. Pak Adam hanya mengangguk sekilas. Dia bersandar di sofa lalu memejamkan matanya. Aku mendesah lega, dia tidak membahas lebih jauh kelakuanku yang memalukan tadi.
Aku membereskan peralatan pel lalu menaruhnya di belakang baru setelah itu beranjak ke kamar Pak Adam mengambil ponselnya.
Tak lama aku kembali, Pak Adam masih memejamkan matanya. Jika dilihat dari raut wajahnya, dia sepertinya sangat kelelahan. Aku menaruh ponsel Pak Adam di meja lalu membungkuk di depan Pak Adam, diam-diam kuperhatikan wajah damai Pak Adam yang sedang tertidur pulas, napasnya begitu teratur. Dalam jarak yang begitu dekat, entah kenapa ketampanan Pak Adam meningkat dua kali lipat. Kapan lagi ada kesempatan seperti ini? Jangan disia-siakan!
Melihat wajah tampan Pak Adam dalam jarak kurang dari 30 sentimeter, Nikmat Tuhan yang mana lagi yang kamu dustakan?
Aku semakin mendekat ke wajahnya Pak Adam, bahkan hembusan napasnya terasa begitu hangat menerpa wajahku. Kutatap bibirnya yang terlihat menggoda, bibir itu juga yang pernah menciumku.
"Wanna taste it?" aku terlonjak kaget saat tiba-tiba Pak Adam membuka matanya. Dia tersenyum jahil.
"Engh ... Maaf Pak!" kataku hendak menjauh tapi Pak Adam malah menarikku hingga terjatuh di atasnya.
"Sejak tadi saya berusaha menahan diri agar tidak menyerang kamu." ujar Pak Adam. Aku mengerutkan dahi, bingung.
Menyerang bagaimana maksudnya?
"Lepas Pak! Gak enak kalau ada yang melihat." ujarku berusaha melepaskan diri.
"Jangan banyak bergerak atau kamu akan membuat urat sarafnya semakin tegang! Dan kamu harus bertanggung jawab jika hal itu sampai terjadi."
"Apa?" tanyaku bingung. Pak Adam menunjuk bagian bawahnya melalui isyarat mata. Oh ... Sialan! Aku paham sekarang.
"Pak Adam ... Please!" pintaku memohon. Posisiku sangat tidak menguntungkan saat ini, duduk di atas pangkuan Pak Adam, bergerak sedikit bisa berakibat fatal. Bisa kena tegangan tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
D U D A
RomanceCahaya Dinar gadis yang baru saja putus dengan kekasihnya, dipertemukan dengan seorang duda beranak satu sekaligus pemilik restoran tempat ia bekerja. Pria tampan yang menjerat hatinya tersebut, ternyata memiliki banyak kenangan pahit di masa lalu...
Wattpad Original
Ini bab cerita gratis terakhir