Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Part 6 - Penolakan

424K 31.2K 2.9K
                                    

"Menikahlah dengan saya."

"Menikah dengan Pak Adam?" tanyaku memastikan kalau pendengaranku masih normal. Aku menatap Pak Adam. Apa maksudnya dia bicara seperti itu? Tiba-tiba mengajakku menikah, dia pikir merencanakan pernikahan itu semudah membuat adonan bakwan.

"Iya, kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapan saya?"

"Maafkan saya pak, saya tidak bisa." jawabku dengan tegas. Dalam hati aku ingin menjawab iya tapi logika berkata lain. Aku masih ingat perkataan Pak Adam, dia bilang akan menikahi Ambar dalam waktu dekat dan aku juga masih ingat dengan jelas Pak Adam memintaku untuk membujuk Qilla agar mau menerima Ambar sebagai calon mama barunya.

"Kenapa? Apa saya terlalu jelek dan kurang pantas untuk kamu? Atau karena status saya yang duda beranak satu?" tanyanya. Aku langsung menggelengkan kepalaku.

"Bukan itu alasan saya tidak bisa menerima Pak Adam." sahutku lalu menarik napas pelan.

"Pernikahan itu bukan hal yang main-main. Tidak bisa seperti ini. Perlu pemikiran yang matang, tidak bisa diputuskan begitu saja. Kita bahkan tidak memiliki hubungan apa pun selain pengasuh dan majikan. Pak Adam juga sudah memiliki kekasih, saya tidak ingin merusak hubungan Pak Adam dengan Ambar." Pak Adam terdiam.

Aku mendesah pelan, mengingat obrolanku tempo hari dengan Pak Adam membuat kepalaku kembali berdenyut pusing. Aku memang ingin sekali menikah dengan Pak Adam tapi tidak dengan cara seperti ini. Aku ingin dia mencintaiku dengan tulus. Bukan karena Qilla ataupun karena ingin melindungiku dari Sean.

Sebagai wanita biasa aku juga ingin menikah dan membina rumah tangga dengan laki-laki yang aku cintai dan tentu saja mencintaiku. Bukan pernikahan yang dipaksakan karena alasan ingin melindungiku. Kalau begitu, apa bedanya dengan seorang bodyguard. Aku bisa melindungi diriku sendiri.

Dan Pak Adam sudah memiliki kekasih. Aku tidak ingin dianggap sebagai wanita perusak hubungan orang lain. Sejak obrolan terakhir mengenai pernikahan itu, aku belum bicara lagi dengan Pak Adam. Dia pergi ke Surabaya selama dua hari. Bahkan setelah kembali dari Surabaya pun dia belum bicara banyak, paling hanya bertanya sedikit tentang Qilla, selebihnya ia berangkat kerja pagi-pagi sekali dan pulang larut malam ketika Qilla sudah tertidur. Ambar juga belum datang berkunjung lagi ke rumah.

Apa dia sengaja menghindariku karena penolakan itu?

"Ay ... kok bengong sih?" teguran Farah membuatku tersadar dari lamunan. Aku kembali menghembuskan napas pelan.

"Kenapa? Lagi ada masalah apa? Cerita dong ke kita, Ay!" Selena ikut menimpali.

"Ini tentang Sean." sahutku pelan.

"Memangnya ada apa dengan Sean?" tanya Farah.

"Sean tiba-tiba ngajak balikan."

"What?" Teriak Farah sambil menyemburkan jus jeruk yang baru saja ia minum dan mengenai wajahku.

Oh ... Shit!

"Farah!"

"Maaf, Ay. Gak sengaja!" ujar Farah sambil nyengir.

"Jangan mau, Ay! Harusnya mantan itu jangan diajak balikan, enaknya diajak jalan terus dorong ke jurang." sambung Selena.

Sebenarnya bukan Sean yang sedang aku pikirkan saat ini, tapi laki-laki yang bernama Adam Dzaki Pradana. Aku sudah tidak ada perasaan apa pun pada Sean. Mantan itu seperti luka. Sekuat apa pun kita buat nyembuhin, lukanya akan tetap membekas. Entah itu rasa sakitnya ataupun pelajarannya.

"Gue balik duluan ya, mau jemput Qilla!" ujarku lalu beranjak dari kantin. Jika berlama-lama ngobrol dengan Selena dan Farah yang ada kepalaku malah akan semakin pusing.

D U D ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang