1

3.1K 205 36
                                    

Seoul National University, 9 September 2009


Bruukkkk

Tubuhku terpental ke belakang sesaat setelah menabrak seseorang. Pantatku mendarat mulus menyentuh lantai. Rasanya nyeri sekali hingga membuatku spontan meringis kesakitan, mengaduh pelan.

"Gwenchana?" ucap seseorang sambil mengulurkan tangannya padaku. Hendak membantuku untuk berdiri karena aku masih saja terduduk, tak kunjung menegakkan tubuhku kembali.

Kusambut uluran tangan tadi tanpa melihat siapa gerangan pemiliknya, terlalu sibuk dengan rasa nyeri yang menjalari tubuhku.

Mungkin pemilik tangan ini adalah orang yang kutabrak tadi. Iya, mungkin. Dan jika memang benar, maka aku sangat berterima kasih padanya karena tidak pergi begitu saja padahal aku yang menabraknya.

Tak butuh waktu lama, tangan besar tadi berhasil menarikku. Membuatku mampu berdiri tegak kembali.

Seorang lelaki bermata hazel berdiri di depanku, menatapku dengan khawatir. Dia orang yang kutabrak tadi. Si baik hati yang lebih memilih untuk tetap tinggal, ketimbang pergi.

Manik mata kami masih saling beradu untuk sepersekian detik berikutnya. Entah kenapa lidahku terasa begitu kelu untuk menjawab pertanyaannya. Tubuhku seolah membeku dan hanya mataku yang kini mengejap sesekali.

Demi Tuhan! Lelaki yang sedang berdiri di depanku ini begitu... 

"Aggashi, gwenchana?" tanyanya sekali lagi karena aku masih membisu tak menjawabnya.

Kupaksa kesadaranku untuk kembali. Akan sangat tidak lucu jika pria ini menyadari bahwa aku sedikit banyak telah terpesona olehnya.

Buru-buru kualihkan pandanganku. Bisa gawat jika tiba-tiba air liurku keluar karena terlalu lama memandangi wajah tampannya itu. Hanya bercanda! Oh ayolah, aku tidak seberlebihan itu. Benar jika pria bermata hazel ini berhasil membuatku sedikit terpesona, tapi meneteskan liur? Kurasa itu terlalu berlebihan.

Aku berdeham sebelum menjawab pertanyaannya, "Ne, gwenchanayo. Maafkan aku karena menabrakmu, aku terlalu terburu-buru tadi."

Lelaki tadi justru mengernyitkan dahinya saat mendengar ucapanku. 

"Kenapa kau malah minta maaf?" sambungnya kemudian.

Aku diam tak menjawab, bingung dengan pertanyaannya. Apa salahnya meminta maaf saat melakukan kesalahan? Aku yang menabraknya.

"Kau yakin baik-baik saja?" ini ketiga kalinya dia menanyakan hal yang sama, seingatku sudah kujawab pertanyaannya tadi. Kali ini dia menunjuk siku kananku.

Aku melihat ke arah yang ditunjukknya. Benar saja ada goresan lumayan panjang yang mengeluarkan darah di sana. Pantas aku merasakan perih sedari tadi.

Bagus Moon Chae Won, bahkan kau sampai mati rasa dengan tubuhmu sendiri.

Sial! Sepertinya aku bukannya sedikit terpesona, melainkan terlalu terpesona olehnya. Kalian senang aku mengakuinya?

"Kita bisa mengobatinya jika kau mau," tawarnya padaku.

Tentu saja aku mau!

Jika saja aku tidak sedang buru-buru sekarang.

Jika saja tidak ada seorang pria menyebalkan yang sejak tadi mengomel karena menungguku.

"Oo, tidak apa-apa ini hanya luka kecil. Aku akan mengurusnya nanti," ucapku sambil tersenyum padanya. Bukan aku sengaja tebar pesona, aku hanya tak ingin dia merasa bersalah. Lelaki ini sepertinya orang baik.

Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang