Chapter 7

177 20 25
                                    

-long chapter, jangan bosan bacanya ya. Capek lo mikirnya ga gampang ;) enjoy!-

Tidur ku terganggu karena mendengar suara handphone ku berdering, tanda panggilan masuk. Mungkin itu Mom?

Aku mulai menggerakkan badan ku kearah samping kiri ku untuk mengambil handphone ku, terletak di atas meja.

Melihat layarnya, ternyata dugaan ku salah.

Bukan Mom yang menelfonku.

Panggilan masuk itu dari nomor yang tidak tercatat di kontak ku. Aku ragu untuk mengangkatnya, tapi bisa saja penting? Kuputuskan untuk mengangkatnya,

"H-hallo?"

"Oh, hai Kate. Ini aku, Steven."

Oh, Steve ternyata. Untunglah dia yang menelfon. Jika bukan dari dia, kurasa aku akan langsung mematikan sambungan telfonnya.

"Oh... Steve? ada apa menelfon ku, sepagi ini?" ucapku, sembari duduk di tepian tempat tidur ku, dengan keadaan masih sedikit mengantuk.

"Eh, apa aku menganggu mu?"

"Uhmm, ya. Eh, tidak maksudku, ugh tidak Steve. Ada apa?" ucapku refleks. Sebenarnya memang menganggu karena ini seharusnya masih jadi jam tidurku. Tapi tidak mungkin aku katakan padanya, kalau dia menganggu tidurku.

"Umhh, Kate... Kurasa hari ini aku telat pergi ke kampus."

"Apa? Tapi, mengapa?" jawabku, dengan membelalakkan mata ku karena terkejut mendengar ucapannya tadi. Telat? Tapi mengapa harus telat?

"Aa... begini Kate. A-aku ada urusan di luar. Aku akan tetap datang nanti tapi kemungkinan, akan melewati beberapa pelajaran pertama."

"Tapi, urusan apa? Mengapa
harus sepagi ini?"

"Ntahlah... kurasa Lu--, eh maksudku, temanku hanya bisa bertemu dengan ku pagi ini. Jadi bagaimana denganmu? Aku masih bisa antar kau dulu ke kampus, lalu setelah itu aku bisa pergi."

"Luke yang kau maksud? Uhm, tidak usah Steve. Aku masih bisa naik taxi atau bus nanti. Dan ya, lagi pula aku lupa memberitahu padamu kalau aku akan pergi ke kampus mulai saat ini tidak bersama mu lagi. Karena ti--"

belum sempat aku melanjutkan kata-kata ku, dia memotong pembicaraanku,

"Apa? Tapi mengapa Kate? Apakau marah padaku? Maafkan a--" ucapnya, sedikit dengan nada panik, kurasa.

"Bukan Steve. Aku tidak marah padamu. Maksudku, ya tidak mungkin aku terus terusan pergi bersama mu setiap ke kampus. Aku merasa tidak enak saja."

"Kate, itu tidak masalah bagiku. Malah itu yang membuat ku agar tidak sepi di perjalanan. Mungkin hanya sehari ini saja kau tidak bersama ku. Tapi kumohon seterusnya kita berangkat sama ya? A-aku takut kau kenapa kenapa jika berpegian sendirian." Ucapnya, yang kupikir dengan nada kecewa.

"Steve, tidak. Aku tidak mau seperti itu. Lagian, aku bisa menjaga diriku. Mungkin aku bisa telfon kau jika aku ada terkena masalah. Dan juga, aku dikuliahkan disini untuk hidup mandiri. Jadi maafkan aku jika aku menolak tawaran mu tadi. Mungkin lain kali kita bisa berangkat bersama?" Ucapku meyakinkannya. Sebenarnya aku jadi merasa bersalah. Tapi tidak mungkin aku terus-terusan bersamanya.

"Oh, ayolah Kate. Aku tidak mau tidak ada teman bicara saat dijalan nanti. Mungkin selama seminggu ini kita masih bisa berangkat bersama?"

"Emh... maafkan aku Steve. Aku tidak bisa. Tidak apa, ya? lagipula, kita masih bisa bertemu saat dikampus nanti." ucapku, sambil tersenyum. Ya, walaupun dia tidak dapat melihatku.

When Hate Becomes LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang