Chapter 8 : Jeonghan Seonsaengnim

717 79 4
                                    

Sekolah kami kedatangan guru magang baru. Namanya Jeonghan  Seonsaengnim, beliau ngajar Olah Raga. Orangnya, wuih, jangan di tanya lagi. Cakepnya bukan maeeennnn...
Posturnya tinggi, badannya bagus, senyumnya menawan, ia ramah, pokoknya, tak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Tentu saja kedatangannya ke sekolah kami menjadi magnet tersendiri hingga membuat para murid perempuan klepek-klepek. Mereka berlomba-lomba mencari perhatian darinya. Mulai dari memberi hadiah, pura-pura sakit ketika jam olahraga, bahkan berdandan habis-habisan.

Alhasil, jam olah raga yang tadinya penuh keringat dan bau apek, sekarang menjadi haruuum bak taman bunga.
Sekolah kami sekarang dipenuhi gadis-gadis senewen yang mencoba mencari perhatian darinya.
Dan hal yang membuatku ikut senewen adalah : ternyata teman-temanku juga sama senewannya dengan mereka!

Yoona, Ye Seul, Ga Eun dan Jei lagi sarap! Mereka berlomba-lomba menarik perhatian guru yang kiyut itu.
Nah, ini nih yang membuatku stress guling-guling! Mereka mencoba menarik perhatian Jeonghan Seonsaengnim bukan buat mereka, tapi buat aku!
(Nah, kurang kerjaan sekali ‘kan? Apa hubungannya coba?)

“Diantara kita berlima, kau yang masih jomblo. Nah, ini adalah kesempatan yang bagus buatmu untuk mendapatkan lelaki berkualitas. Dan kita akan berjuang mati-matian agar kau bisa dekat dengan Seonsaengnim. Percayalah Ara, kami akan melakukan hal yang terbaik buatmu,”
Dan seperti biasanya, Ga Eun menjadi sok berkuasa dan sok membantu ketika menjelaskan alasannya mendekati Seonsaengnim. Bah!

“Kalian ‘kan yang mendekati Seonsaengnim? Jadi Seonsaengnim buat kalian saja,” aku beranjak cuek. Keempat sahabatku segera ngacir mengikuti langkahku memasuki gerbang sekolah.

“Ini demi kepentinganmu, Ara,” ucap Ye Seul. Aku mencelos.
“Kepentingan apa? Soal lelaki, aku tak perlu diatur-atur. Lagipula, I’m happy. What’s wrong with you, girls?” aku membela diri.
“Tapi ...”
Aku menghentikan langkahku dengan tiba-tiba hingga membuat mereka menubrukku. Aku berbalik dan menatap sahabat-sahabatku dengan kesal. Dan dengan putus asa, aku berkata “Whatever!” ucapku.

***

Keesokan harinya, sepulang sekolah ...

Aku mendelik.
Astaga, bagaimana ceritanya sepeda motor kesayanganku bisa babak belur seperti ini? Bannya kempes, stang-nya bengkok, beberapa kabel putus dan terurai, spionnya hilang satu, lampu bagian depan juga amblas. Ampun deh, ini namanya sabotase!

“Sepeda motormu kenapa, Ara?”
Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Dan ... Jreeng! Jeonghan Soensaengnim!?
“Soensaengnim, kenapa anda masih di sini?” tanyaku, blo’on.
“Oh, setiap sabtu aku memang ada di sekolah sampai jam 5 sore. Aku dapat tugas baru untuk membimbing ekstra musik. Kelasku baru saja selesai 5 menit yang lalu. Jadi, bagaimana ceritanya sepeda motormu bisa seperti ini?” pandangan Jeonghan seonsaengnim kembali beralih ke sepeda motor malangku.

Aku kembali mematung. Tuh ‘kan ada yang tak beres!
Sepeda motorku tiba-tiba saja rusak ‘tak wajar’ disaat aku dan seonsaengnim punya jadwal yang sama, pulang sore.
Ah, skenario klise. Teman-temanku pasti sengaja merusak motorku agar Seonsaengnim memperhatikanku dan menolongku, lalu mengantarkanku pulang. Begitu ‘kan biasanya yang ada di drama?

Aku menggigit bibirku dengan kesal. Dan bisa dipastikan siapa dalang dibalik perbuatan ini.
Oh, astaga...

“Sepeda motormu rusak tak wajar, Ara. Pasti ada yang berusaha mencelakaimu. Sebaiknya, laporkan saja kejadian ini ke pihak sekolah,” Seonsaengnim kembali berucap sambil sesekali mengecek beberapa bagian motorku. Aku manggut-manggut.
“Nde, seonsaengnim. Besok biar saya lapor ke sekolah. Sementara, motor ini biar di sini saja. Permisi,” aku bangkit dan segera beranjak tanpa mempedulikan lagi sepeda motorku. Persetan deh, yang penting aku harus segera kabur dari sini! Aku tak boleh terjebak dengan ide konyol rekan-rekanku.

DESTINY [Sudah Terbit] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang