Satu

103 7 0
                                    

"Sejak kapan kamu menyimpan wanita ja*ang itu, Pi ??" sebuah suara wanita paruh baya bergetar menggelegar.

PRAAANG !!!
Sebuah benda terdengar dibanting dengan sangat keras.

"Lalu kamu sendiri ? Pria muda yang lebih pantas jadi anakmu dan kalian hanya berduaan saja di dalam kamar hotel, siapa dia ?!" suara seorang pria juga balas membentak.

Bulir bening mengalir begitu saja di pipi seorang gadis yang berada di balik tembok.
Tembok tebal itu bahkan tidak mampu meredam suara yang nyaring dan bersahut-sahutan dengan kata-kata sumpah serapah.
Dada gadis itu turun naik bergemuruh seakan mau meledak. Ia tercekat.
Keluarga yang selama ini ia kira seperti keluarga normal lainnya ternyata hanya seperti sebuah balon sabun yang tersentuh. Pecah seketika.
Bagaikan mayat hidup ia kemudian memaksakan kakinya untuk melangkah.

"Ini semua karna kamu, Pi. Kamu yang memulainya !!!" wanita itu mencengkram baju suaminya.
"Ini juga karna kamu, yang terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Selalu keluar kota. Sibuk kesana kemari !!!" teriak suaminya.
"Bukankah dulu kamu menerima pekerjaan ku ini dan tidak mempermasalahkannya?? Lalu kenapa sekarang ??" ujar wanita itu mengusap air matanya dengan suara bergetar. Ia menarik napas panjang, "Baiklah, kita sudahi saja. Ceraikan aku."
"Kamu kira segampang itu ?? Kamu tidak memikirkan Cia ?!! " tanya suaminya.

Pintu terbuka.

Di ambang pintu, berdiri sesosok gadis berambut panjang yang seharusnya manis kalau saja maskara dan eyelinernya tidak merembet mengotori mata dan pipinya yang basah oleh airmata. Ia menatap kedua orang tuanya. Ia bergetar menahan dirinya.

"Bercerailah ! Lakukan yang ingin kalian lakukan !!! Anggap aja aku nggak pernah ada di kehidupan kalian !!!" tandasnya kemudian berbalik pergi meninggalkan kedua orang tuanya yang saling terdiam. Pria itu mengacak rambut frustasi.
Selang tak berapa lama, wanita tua yang sudah mengabdi pada keluarga mereka bertahun-tahun itu datang dengan tergopoh-gopoh.

"Itu Nya, non Cia sedang berkemas-kemas mau minggat.." wanita tua itu tampak panik.
" Cia !" wanita itu bergegas pergi menuju kamar Cia, anak gadis mereka.

***
" Cia, dengerin mami dulu, ini semua tidak seperti yang kamu fikirkan, sayang. Kita bisa bicara baik-baik bertiga sama Papi" ujar Ibunya menenangkan Cia yang tengah sibuk memasukkan pakaian dan barang-batang lain ke dalam tas ransel merah marun miliknya. Ia tampak tidak memperdulikan Maminya yang berdiri di samping.
" Kata-kata kayak gitu udah basi mi!! Bicara baik-baik pun intinya Mami sama Papi cuma butuh dukungan Cia untuk bercerai kan ?!" serunya sejenak berhenti dan menatap tajam Ibunya. Air mata dikedua mata anak dan ibu itu merembes tak terbendung.
" Cia dukung kok, Mi. Lakukanlah. Terserah." tandasnya dingin, kemudian menyambar ransel dan jaket parka loreng di tembok, lalu keluar dari kamarnya. Ibunya yang tak henti nenangis tergopoh mengikuti langkahnya.
" Cia, tolong berhenti dulu nak. Kamu mau kemana ?? Jangan pergi.." dengan cepat ia menahan tangan putri satu-satunya itu. Cia tidak menghiraukan. Ia terlanjur marah, sedih, hancur untuk menerima kekacauan ini. Akal sehatnya seketika pergi entah kemana. Ia menepis tangan ibunya sampai wanita paruh baya itu terhuyung.
" Cia, kamu mau kemana nak ?? Jangan pergi, sayang.." ibunya menangis terisak.
" Ke gurun pasir juga nggak apa-apa, asal nggak berada di dalam rumah ini !!" ucapnya sekenanya. Seketika itu juga, guntur dan petir menggelegar dengan murkanya. Cia sempat getir. Tanpa menghiraukan ibunya, bergegas ia keluar dan membanting pintu rumah mereka.

" Hati-hati dengan ucapanmu, nak..." seorang nenek tua renta dengan kerudung hijau lumut yang sudah lusuh tiba-tiba berada di hadapannya. Kening Cia bertaut. Antara bingung dan takut, ditinggalnya nenek tua tersebut.

~~~

ELs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang