TIGA

59 5 5
                                    

Entah mungkin karna air matanya yang sudah habis, Cia terdiam seperti kehilangan semangat hidup. Sejauh mata memandang tempat itu tetap juga tidak berubah. Masih di sebuah tempat paling gersang, kering dan panas di belahan bumi lain.
Kemudian ia tersadar, ia tidak harus seperti ini. Ia tidak ingin hidupnya berakhir seperti hidup menunggu mati.
Cia lalu mengangkat motor maticnya dan mencoba menghidupkannya, tapi benda itu tidak juga mau hidup walau sudah di coba berkali-kali.
"Ah, sia*an !" ia mendecak kesal. Cepat ia menyambar ranselnya, lalu melangkah pergi mengarungi lautan pasir. Dengan mata memicing ia melangkah, mengira-ngira akan sejauh apa ujung gurun pasir ini, dan sampai di mana ia sanggup ia mengarunginya.

Satu jam.

Tiga jam.

Empat jam.

Kerongkongannya mulai kering kerontang.
Diturunkannya ransel yang berada dipunggungnya, siapa tau saat ia berkemas semalam, tangannya tidak sengaja menyambar sesuatu yang berisi air.

"Yas!! I got you.." ia berseru.

Benar saja, sebuah botol berwarna hijau berisi air berada di sana. Cepat-cepat ia menegaknya, lalu dengan cepat pula ia segera tersadar tidak boleh menghabiskan airnya. Ia kembali memasukkan botol minumnya ke dalam ransel.
Tidak sengaja matanya tertumbuk pada pasir putih di bawah kakinya. Ada jejak panjang di sana. Kekuatan baru serasa muncul menguatkannya. Diikutinya jejak langkah tersebut, entah jejak apapun itu sekarang ia punya tujuan akan berjalan ke arah mana.
Bergegas ia dengan langkah lebar, takut malam akan datang. Selangkah demi selangkah diikutinya jejak tersebut, tetapi jejak itu semakin jauh malah semakin menghilang. Mungkin karna terpaan angin.
Sampailah ia dijejak terakhir. Tidak ada jejak berikutnya. Cepat ia berpikir. Mungkin diikutinya saja arah dari jejak terakhir itu. Ia kemudian bergegas melangkah, seberapa jauh pun itu.
Lamat-lamat di kejauhan sana, di penglihatan Cia tampak seperti benda kecil. Berlari dengan semangat Cia mendekati. Benda itu semakin membesar. Semakin mendekat semakin ia berubah. Cia menambah laju larinya, tidak ia hiraukan lagi keletihannya. Ada seseorang di sana.

" Seandainya kamu terdampar di padang pasir, siapa satu-satunya orang yang ingin kamu temui ? "

Pertanyaan itu pernah ia baca entah di mana, mungkin dari mesin pencarian paling besar di jagat ini. Dan waktu itu ia menjawab 'papi' karna laki-laki mungkin bisa lebih survive ketimbang perempuan pikirnya.
Tapi kali ini jawabannya berubah. Mengingat Ayah dan Ibunya bertengkar hebat semalam, mustahil juga pria yang telah menjadi kebanggaannya itu berada di sini. Di gurun pasir gersang ini.

'Siapa pun tidak masalah..' bathinnya. Siapa pun orang itu, akan menjadi kiblat' tujuannya untuk bisa bertahan hidup.
Seseorang dengan celana cargo warna krem, memakai jaket hitam dengan ransel hitam di punggungnya itu membelakanginya. Dari postur tinggi besar itu, seseorang itu jelas seorang pria.
Cia merasa dadanya akan meledak saking bahagia.
Ia kemudian berlari berhamburan ke arah pria tersebut, lalu memeluk tubuh itu dari belakang.
" Ya tuhan.. Makasih... Ya tuhan... " Cia bergetar dan berlinangan air mata karna bahagia.

~~~

ELs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang