LIMA

53 2 2
                                    

Matahari perlahan tenggelam tanpa menyisakan cahaya sedikit pun. Bulan mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu. Langit gelap pekat, karna tanpa satu pun lampu atau penerangan buatan. Tapi dengan perlahan juga, bintang-bintang mulai bermunculan dan dalam sekejap saja langit begitu indah dengan bintang-bintang yang bertaburan. Cia bahkan sempat lupa kalau ia tengah berada di tempat paling tandus di bumi ini.

Kayes dan Cia duduk bersebelahan dengan diam seribu bahasa. Keduanya tengah memandang langit yang luas dengan sejuta pesonanya itu dan berkecamuk dengan pikiran mereka masing-masing.
Cia semakin menarik jaket lorengnya karna merasa dingin.

"Aku kira malam di gurun pasir tetap panas atau hangat kayak waktu siang hari ?" Cia membuka suara karna tidak suka terlalu sepi dan canggung.

"Karna malam awan juga tidak ada seperti siang hari. Jadi radiasi gelombang panjang dari bumi tidak terhalang dan terpancar ke luar atmosfir lapisan bawah. Itu yang membuat gurun pasir jadi dingin." jawab Kayes. Cia hanya ber 'O' ria, karna saat pelajaran fisika di sekolah dulu, ia tidak terlalu memperhatikan juga.
Mereka kembali diam. Cia benci hal itu. Ia benci kesepian. Begitu lah juga dalam keluarganya. Saat makan malam atau makan siang, ia makan sendiri. Orang tuanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Pulang jauh malam, turun kerja sangat pagi, mungkin embun belum sempat turun orang tuanya sudah tidak ada di rumah. Dan erkadang ia meminta ditemani makan sama pembantu rumahnya. Cuma agar tidak kesepian saja.

Kruuuukkk.

Cia merutuk dalam hati. Kenapa saat seperti ini perutnya tidak bekerja sama dengan baik. Ia melirik Kayes takut-takut. Pria itu menoleh ke arahnya.

"Lapar ?" tanyanya. Nadanya jelas mengejek. Cia mendengus kesal.

"Nggak. Haus !" ia membuang muka pura-pura cemberut, padahal sekalian menutupi malu. Di obok-oboknya ranselnya mencari siapa tau ada sesuatu yang bisa di makan. Sebuah tangan menyodorkan beberapa bungkus kecil wafer dan cokelat batang yang sudah agak sedikit fleksibel kayak pensil inul. Agak lama ia mengambilnya karna masih kesal dan malu.

"Tidak mau ? Ya sudah." Kayes sudah akan menarik kembali tangannya, namun dengan cepat Cia menyambar wafer dan cokelat batang itu.

"Makasih.." Cia memasang senyum paling manis miliknya. Mata Kayes membulat terpana seketika, bahkan dalam temaram sekalipun ia bisa melihatnya.

"Biasa aja!" ketusnya. Cia menoleh heran.
'Dasar cowok kasar!!' bathinnya.

"Apa pacarmu tidak kehilangan dan mencarimu ? " tanya Kayes tiba-tiba. Cia yang saat itu mengunyah wafer langsung tersedak dan batuk, pria tanpa muka berdosa itu lalu menyodorkan botol air padanya.

"Emm...pacar ya ?? Oh.. Jelas, jelas pasti dia kehilangan dan mencariku.." jawab Cia dengan percaya diri tapi sedikit terbata-bata. Jelas itu jawaban paling bohong. Karna selama ini ia tidak pernah dekat dengan pria mana pun apalagi sampai pacaran.

Kayes mendekat kearah Cia, dan memiringkan kepalanya tepat beberapa sentimeter di depan wajahnya. Di tatapnya langsung ke dalam mata gadis itu.

"Oya ?? Seharusnya kau terbiasa sedekat ini, kenapa kau harus gemetar dan tegang ?" tanya Kayes. Cia berkedip tidak karuan. Tidak berani ia membalas tatapan pria di hadapannya. Lain lagi wangi maskulin tubuh pria itu menusuk ke indera penciumannya. Di dorongnya tubuh pria itu dengan perlahan.

"A-aku bukannya gemetar karna apa, ini karna dingin malam ini dan lapar." ujar Cia memundurkan tubuhnya.

"Dingin ya ? " tangan pria itu malah melingkar di pinggangnya dan menarik tubuhnya. Cia sontak siap siaga dengan menyilangkan tangannya di depan dadanya.

"Aaak, otak mesum !!!" Cia berteriak. Pria itu lalu melepaskan dekapannya dan tertawa renyah. Ia baru paham ternyata pria itu mengerjainya. Dengan kesal di dorongnya pria itu dengan keras. Tapi yang didorong masih saja tertawa tidak menghiraukan kekesalannya. Puas tertawa suara Kayes perlahan semakin mereda. Ia kemudian tersadar. Sudah lama ia tidak tertawa seperti ini semenjak ia kehilangan seseorang yang sangat berharga dihidupnya.

"Kamu kenapa ? Sudah puas ketawanya ?" tanya Cia. Pria itu tersenyum simpul.

"Maaf," ujarnya "Sudah larut, sebaiknya kita tidur. Kita perlu tenaga untuk besok." katanya sambil mengeluarkan kantong tidurnya lalu melemparkannya pada Cia.

"Jaketmu tidak akan bisa menahan dinginnya malam di gurun" ujarnya sambil mengenakan sebuah jaket lain di dalam ranselnya.

"Lalu kamu ?"

"Aku cukup dengan jaket double ini." katanya lalu merebahkan diri dan menyilangkan tangan didadanya. Cia lalu memakai kantong tidur itu. Benar saja, memakai kantong tidur saja masih terasa dingin, diambah lagi angin malam yang menerpa. Diam-diam diperhatikannya pria itu. Ia kasihan, karna merasa dirinya hanya merepotkan pria itu.

"Jangan diam-diam memperhatikan orang. Kau bisa jatuh hati karnanya." suara itu membuat Cia langsung menutup kantong tidurnya.

~~~

ELs Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang