#BAG6

2.7K 132 18
                                    

"... ikuti saja iramanya, isi dengan rasa

Dimenara langit.....

Halilintar bersabung...

Aku merasa tak terlindung, terbakar kegetiran...." – apakah ada bedanya (Ebiet G. Ade )

Malam itu menunjukkan pukul 11 malam, sudah hampir dua jam Rio berkeliling mencari sosok adiknya itu. Rio benar-benar tidak tau tempat mana yang sering alvin – adiknya kunjungi setaunya tempat yang sering alvin ya balkon rumahnya jika sedang bersedih atau menenangkan fikiranya, namun kali ini benar-benar pertama kalinya alvin pergi tanpa dirinya ataupun sang ibunda. Rio berkeliling komplek perumahaannya hingga sekolah sampai dia tidak tau lagi tempat mana yang harus dia kunjungi, rasa khawatir akan keadaan adiknya tak sedikitpun beranjak dari pikirannya.

Dia juga sudah menghubungi gabriel ataupun cakka tetapi mereka tidak ada yang bertemu dengan alvin, dan mereka memutuskan untuk membantu rio mencari alvin. Hp rio bergetar terdapat sms dari gabriel dan cakka mengabarkan mereka belum menemukan alvin, rio benar-benar cemas kali ini dan memutuskan pulang.

Dunia ini lebih luas dari ruang kelas – pengingat (kunto aji)

Kini Alvin sedang berada disalah satu kursi ditaman kota, tempat yang belum pernah alvin kunjungi sendiri, terdapat banyak pedagang kaki lima, anak muda seumurannya yang sedang bercanda tawa dengan temannya diangkringan sesekali meminum kopi hitam dari cangkirnya. Alvin melihat sekeliling, tatapannya kosong pikirannya masih tertuju pada obrolan telfon keduaorang tuanya.

Dia benar-benar membutuhkan waktu berfikir, keadaan tubuhnya cukup baik kali ini hanya saja udara dingin malam hari ini sedikit mengganggu, alvin merenung membayangkan seandainya ia tak dilahirkan, seandainya penyakit bawaan ini tidak hinggap ditubuhnya, seandainya sedikit saja dia menjadi kebanggaan orang tuanya bukan malah sebaliknya, seandainyaa... seandainyaaa. Dia merasa dirinya begitu egois hari ini, membentak ibunya dan kakaknya yang benar-benar sayang kepadanya.

"ARGH.. BODOH" teriak alvin dengan mengacak rambutnya kasar.

Pertama kalinya alvin keluar rumah sendiri, dan dia tau dunia bukan hanya sekedar rumah dan rumah sakit. Angin malam mulai menampakkan jejaknya, alvin menggosokkan tangannya mencari kehangatan.

"Bro.." alvin tersentak dan menoleh ada orang yang menepuk bahunya.

Bukankah aku sudah tercatat sebagai sepasang tanganmu juga wahai sang dewi. Bukankah engkau juga membutuhkan tangan kiri dan kanan bukan salah satunya. Akui aku sebagai salah satu tanganmu.

Rani-sang ibu menunggu kedatangan rio di ruang tamu, dengan harapan rio pulang dengan membawa alvin. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan alvin, difikiranya saat ini hanya ada alvin, alvin dan alvin. Ditengah lamunannya memikirkan keadaan alvin terdengar suara ketokan pintu, rani berharap itu rio yang membawa pulang alvin. Dengan segera rani membukakan pintu.

"masuk yo.." kata rani. Rio terlihat sangat lesu dan ternyata rio pulng sendiri tanpa alvin.

"aku gak nemuin alvin mi"

"sudah kamu cari kemana saja yo, mami kawatir sama dia" ujar snag mami terlihat menutupi kepanikannya.

"aku sudah keliling ketempat-tempat yang mungkin alvin kunjungi mi tapi gak ada, aku capek banget" jawab rio

"kamu harus cari alvin lagi sampai ketemu!! " kata sang ibu membentak.

"mi alvin udah gede dia pasti tau keadaan dirinya mi" ujar rio melemah meyakinkan sang ibu angkatnya ini.

"tapi dia anak mami yo, alvin beda! Dia anak mami satu-satunya! Tolong kamu ngerti!" ujar sang mami yang nada bicaranya naik satu oktaf. Rio menunduk, dia benar-benar takut ada ibunya mengucapkan kata yang benar-benar dihindarinya.

RUMITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang