Anglocita #2

63 7 0
                                    

[ a n g l o c i t a ]



Aku tak bisa terus begini. Aku harus meluruskan masalah. Akan ada hati lain yang tersakiti kalau aku diam.

Ego, tolong menyingkir dulu. Aku harus memulai menata hati agar tak ada laki-laki kloningan Agung yang masuk ke hidupku.

Cukup sehari aku meratapi nasib. Terdengar berlebihan memang. Tapi, pasti ada waktu untuk orang lain merasakannya juga.

Kepercayaan dan kesetiaanku ia khianati begitu mudahnya. Kebaikanku, ia manfaatkan. Kurang bodoh apa aku?

Bukannya aku perhitungan, hanya saja semua uang yang aku keluarkan selama dua bulan dengan Agung tak tahu kemana rimbanya. Untuk beli item di game online, mungkin?

Ah, masa bodoh. Aku harus menyelesaikan drama menyebalkan ini.

•••

"Grace," sapa Agung saat aku melewati pintu rumahnya. Penampilan Agung acak-acakan. Muka bantal tercetak di wajah baby face-nya.

Dua hari setelah kejadian di Matos, aku menghindari Agung di kampus. Radarku yang terlatih menangkap keberadaan Agung cukup ampuh membuatku jauh dari lelaki pecinta game online ini. Terlalu peka ternyata ada untungnya.

Aku melengos, membuang muka. Setelah menjatuhkan pantat di sebelah Agung, aku melepas helm dan menaruhnya di lantai dekat sofa ruang tamu.

Ges, sabar. Tenang ... semua akan baik-baik saja. Putuskan, maafkan, pulang. Aku menyugesti diriku sambil memejamkan mata.

"Gung, ki-"

"Eh, Grace. Udah dari tadi datengnya?" Tante Ani-Mama Agung-memotong. Tangan kanannya membawa handuk. Sepertinya Tante Ani mau mandi. "Gung. Bikin minum sana."

"Iyo, Ma. Sek bentar talah."

Aku berdiri dari sofa dan berjalan menghampiri Tante Ani untuk mencium punggung tangannya. Meskipun aku mau putus dengan Agung-anaknya-aku ini gadis Jawa yang punya sopan santun. Aku tidak cari muka, loh.

"Tante mandi dulu ya, Grace." Tante Ani mengumbar senyumnya yang sama persis seperti senyum Agung saat merayuku. Bedanya mungkin hanya di kerutan wajah wanita ini sedangkan Agung tak punya kerutan.

"Duduk, Grace. Aku bikin minum dulu," kata Agung sambil berlalu ke arah dapur yang terletak di belakang rumah.

Sejujurnya aku memang butuh minum. Tenggorokanku kering bahkan sebelum aku mengutarakan keinginanku.

Aku mengangkat muka dan menoleh ke arah pintu saat suara mesin motor yang dimatikan terdengar. Selang beberapa menit, aku melihat sosok gadis muncul di pintu rumah Agung yang tak ditutup.

Siapa lagi, sih? batinku.

Gadis dengan rambut lurus panjang itu menatapku sekilas. Aku merasakan hawa panas. Sudah kubilang 'kan kalau aku terlalu peka. Di belakang gadis itu muncul seorang lain.

UPAKYANA #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang