5

9 1 0
                                    

I keep myself busy with things to do but everytime i pause i still think of you - unknown

●○☆☆○●

Lea's POV

Aku mengerjapkan beberapa kali kelopak mataku yang masih terasa lengket satu sama lain. Aku menggulingkan tubuhku malas ke kanan dan ke kiri, hanya karena ingin mencari posisi tidur yang lebih nyaman lagi.

Tiga hari belum cukup untuk waktu tidurku, aku masih ingin bermalas-malasan di atas tempat tidurku yang terasa lebih empuk saat ini.

Namun setelah beberapa kali diriku mencoba bergulingan di atas ranjang, tak dapat kutemukan posisi yang nyaman untukku bisa melanjutkan tidur panjangku. Matahari yang telah meninggi memaksa mataku agar terbuka lebar.

Aku bangun dengan posisi terduduk dengan mata yang masih setengah terjaga. Aku menempelkan telapak tanganku ke kening untuk sekedar memeriksa suhu badanku yang beberapa hari yang lalu sempat meninggi karena flu yang menyerang daya imunitasku.

Tanganku tak sengaja tercelup ke dalam wadah yang berisi air saat tanganku ingin mematikan lampu malamku yang berada di atas nakas.

"Kenapa ada air di sini?" gumamku.

Aku hanya menggedikan bahu, lalu beranjak dari kasur untuk merapikan seprai yang sedikit berantakan. Dan aku menemukan sapu tangan yang masih setengah basah berada di sebelah bantalku.

Aku menggaruk rambutku yang masih acak-acakan. "Apa semalam aku mengompres keningku?" tanyaku bingung pada diri sendiri.

"Tapi sapu tangan ini... aku rasa ini bukan sapu tangan milikku," aku meremas sapu tangan dalam genggamanku.

Aku melebarkan kelopak mataku saat terpikir sesuatu dalam otakku. "Apa ada orang lain di flatku yang mengompresku diam-diam?"

Namun detik kemudian aku menggelengkan kepalaku hanya sekedar menyingkirkan pemikiran buruk yang mampir di otakku.

"Nggak... nggak mungkin ada orang asing di flatku sendiri. Mungkin cuma aku yang lupa semalam mengompres kepalaku."

Aku keluar dari kamarku sesaat setelah menguncir asal rambutku di depan meja rias kecilku.

Bau harum masakan menyeruak masuk dalam indera penciumanku saat aku masih berdiri di ambang pintu kamarku, dan aku yakin itu berasal dari arah dapur. Apa? Dapurku?!

Aku berjalan mengendap-endap di dalam flat milikku. Apa ini masuk akal? Aku mengendap-endap bak seorang pencuri di dalam kediamanku sendiri. Tapi kali ini aku bertindak sebagai orang yang akan memergoki seorang pencuri.

Aku mengambil tongkat baseball yang berada di sudut ruang tengah. Aku menggenggam erat-erat benda tumpul yang siap aku layangkan ke pria asing yang dengan lancangnya masuk ke dalam flatku tanpa seizinku. Dan ia kini tengah sibuk di dapurku.

Namun sebelum pukulan tongkat baseballku tepat mengenai punggung pria tak dikenal itu, ia berhasil menangkap tongkat besi itu, hingga membuatku berjengit kaget.

"Apa ini balasanmu? Ingin memukulku dengan tongkat baseball ini?" tanyanya yang lebih terdengar sindiran.

Aku mengerutkan keningku sejenak. Namun sedetik kemudian rahangku mengatup erat menahan amarah.

"Kamu yang tak tahu malu! Kamu masuk ke rumah orang tanpa izin! Apa yang kamu cari di flatku?!" hardikku.

Pria asing itu malah tersenyum miring dan menatapku seakan mengejekku, bukannya seharusnya dia sudah lari tunggang langgang karena kepergok orang yang punya rumah.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang