7

23 2 0
                                    

I want you to know that i love you and that i'll do everything i can to get closer to your heart. - unknown

●○☆☆☆○●


Lea's POV

Aku keluar dari club tempatku bekerja dengan langkah gontai. Yang dapat kurasakan saat ini hanya lelah yang menghinggapi setiap jengkal tubuhku.

Hingga sebuah cekalan di pergelangan tanganku menyita perhatianku. Apalagi ini!

Aku menatap lelah pria yang tengah menatapku tajam di sampingku, yang perlahan senyum kecilnya terbit di bibirnya.

"Apa kau sangat lelah?" pertanyaannya yang tak perlu kujawab sebenarnya.

"Tentu," jawabku malas.

Ia maju selangkah dihadapanku, lalu membelai lembut pipi kiriku. Dan entah mengapa aku menutup mata, merasa terbuai oleh sentuhannya. Aku menikmatinya.

"Aku merindukanmu, Lea," pernyataan itu membuatku tersadar seketika. Bahwa ini tidak benar.

Aku melepaskan genggamannya di pergelangan tanganku. "Aku harus pulang," aku berusaha tak menghiraukan kata-katanya.

"Aku akan mengantarmu," lagi-lagi ia mencekal lenganku.

"Aku bisa pulang sendiri, tuan Norks," tolakku halus.

"Apa aku harus memohon?" ia tetap pada pendiriannya.

"Tak perlu," aku melangkah meninggalkannya.

"Apa aku salah ingin mengantarkan wanita yang aku cintai," seruannya membuatku menghentikan langkahku.

Aku menghela napas gusar.

"Lelucon macam apa ini, tuan Norks?!" tanyaku kesal.

Ia tersenyum kecil, tapi mengapa aku melihat kalau senyuman itu terlihat menyakitkan baginya.

"Apa sebuah rasa tulusku hanya kau anggap sebuah lelucon, nona Dagny?" kali ini tatapan nanarnya menyorot padaku.

Aku memijat ringan pelipisku. "Kumohon jangan membuat hariku semakin melelahkan."

"Aku serius, Lea," tandas Flinton.

"Kemarin kau bilang merindukanku, lalu sekarang kau bilang mencintaiku. Kita baru bertemu dua atau tiga kali..."

"Empat kali," sambar Flinton.

"Terserah kau saja," aku memutar mataku jengah. "Yang pasti dalam waktu yang sangat singkat seseorang tidak mungkin muncul perasaan cinta," lanjutku.

"Bagaimana kalau aku mencintaimu dari pandangan pertama saat kita bertemu," ia menaikan sebelah alisnya. "Itu sangatlah mungkin, Lea."

Aku tak salah dengar, kan? Love at first sight. Yang benar saja. "Bullshit! Itu sama sekali tidak mungkin bagiku."

"Tapi..."

"Cukup!" aku tak mau berdebat lebih panjang lagi.

Dengan langkah lebar, aku meninggalkan Flinton yang masih terpaku di tempatnya.

"Biarkanku mengantarmu," cegah Flinton.

"Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri," aku tetap pada pendirianku.

Namun ia semakin menatapku tajam dan mengeratkan pegangannya pada lenganku.

Aku membalas tatapannya tak kalah tajam. Jangan dikira aku akan takut dengan tatapan ngerinya.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang