6

17 2 0
                                    

"And in her smile i see something more beautiful than the stars." - unknown.


●○☆☆○●

Lea's POV

Tatapan tajamnya bak mata elang yang sedang menyasar buruannya tepat tertangkap pupilku sejak aku keluar dari club untuk segera pulang mengistirahatkan tubuh lelahku.

Dan sekarang senyuman merekahnya nampak. Dengan tatapan mata yang lebih bersahabat dan hangat.

Pria yang memakai mantel bulu yang terlihat sangat hangat itu, berjalan lurus ke arahku, menghampiriku, berhenti tepat di hadapanku.

Semua pasang mata teman-temanku yang juga bekerja di club terpusat ke arahku dan Flinton. Sorotan mata iri  dari teman-teman perempuanku, sedangkan teman laki-lakiku saling berbisik, seperti ibu-ibu yang tengah bergosip ria.

Aku sama sekali tak nyaman dengan suasana seperti ini. Menjadi perhatian khalayak ramai, dan aku yakin mulai besok aku akan menjadi bahan perbincangan diantara mereka semua. Menjemukan.

"Aku antar kau pulang," sahutnya. Nada bicaranya tak terdengar bertanya ataupun sebuah kalimat ajakan, tetapi lebih sebagai perintah.

"Tak perlu, tuan. Aku bisa pulang dengan bis," tolakku halus.

Flinton tersenyum miring. "Tak baik wanita jam segini masih ada di luar rumah. Lagipula ini sebuah keharusan, nona."

Telingaku tak salah menangkap maksud ucapannya. Itu sebuah perintah.

Aku hanya mengangguk pasrah, menghindari perdebatan. Aku lelah dan ingin segera bergumul dengan guling hangat di kamarku.

"Silakan masuk, nona Dagny," serasa menjadi putri kerajaan, ia membukakan pintu penumpang untukku.

"Terima kasih," ucapku canggung.

Aku duduk di dalam mobil sport yang sangat mewah, ini pertama kalinya aku memasuki mobil senyaman ini. Dan tiba-tiba atap mobil terbuka dengan sendirinya.

"Kau tak keberatan untuk menikmati angin malam, 'kan?" tanyanya seakan meminta izinku.

"Terserah. Ini kan mobilmu, tuan."

Ia mengalihkan pandangannya ke arahku, itu yang kulihat dari lirikan ekor mataku.

"Berhentilah memanggilku tuan, Lea. Cukup Flinton."

Aku mengalihkan pandanganku ke arahnya yang menatap serius ke jalanan yang semakin malam semakin menampakan hingar bingar ibu kota di depannya. "Aku hanya berusaha sopan padamu."

"Apa aku harus memohon dulu agar kau mau memanggilku Flinton?" ia cukup keras kepala rupanya.

Aku menghembuskan napas kasarku. "Baiklah, terserah kau saja, Flinton."

Mobil berhenti di depan bangunan berlantai tiga, dimana flatku berada. Aku masuk ke dalam koridor flatku setelah mengucapkan terima kasih dan selamat malam pada Flinton tentunya.

*****

Flinton's POV

Aku mengetuk beberapa kali pintu di hadapanku dan sesaat kemudian gadis yang selalu dengan ekspresi keterkejutan setiap kali tatapan kami bertemu untuk pertama kalinya itu muncul membukakan pintu.

"Bisa kita makan siang sekarang?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Apa ini sebuah ajakan atau sebuah perintah?" kurasa gadis di hadapanku ini tengah mencoba bercanda.

DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang