You will not be able to prevent who and what your mind is thinking. Trust me. - unknown
●○☆☆☆○●
Lea's POV
Aku menenteng plastik belanjaanku yang telah penuh terisi untuk kebutuhan makanku selama sebulan.
Dengan berjalan kaki aku menyusuri trotoar jalan yang cukup sepi dan membuatku merinding. Entah mengapa perasaanku menjadi tidak enak, seperti ada seseorang yang sedang menguntitku.
Dan biasanya perasaanku tak pernah salah. Aku mempercepat langkah kakiku agar lebih cepat sampai di apartemenku. Sesekali sorotan mataku menoleh ke belakang, namun tak ada siapapun yang aku dapati.
Andai sekarang ada Flinton yang menemaniku, mungkin perasaan gusarku ini akan teratasi, karena ia pasti dapat melindungiku.
Tapi di detik berikutnya aku tersadar dengan apa yang otakku sedang pikirkan.
Kenapa harus pria otoriter itu yang sedang aku pikirkan disaat-saat seperti ini?
Aku masih ingat kejadian beberapa hari yang lalu, dengan sifat otoriternya ia mendekapku semalaman, hingga aku harus terbangun dengan badan demam. Dan aku tak tau pula, kenapa aku bisa mengalami demam, padahal sebelumnya aku merasa tidak sakit sama sekali.
Sejak kejadian aku mengusirnya dari apartemenku, sejak saat itu pula ia tak pernah lagi menemuiku. Mungkin sikapku yang terlalu kasar saat itu, tapi menurutku itu impas dengan sikapnya yang seenaknya sendiri memelukku saat ia tertidur, seakan aku guling pribadi miliknya.
Hembusan angin yang cukup kencang tiba-tiba menerpaku, menambah rasa gusarku.
"Halo, nona manis," terdengar sapaan suara bariton yang rendah dari arah belakangku.
Karena rasa terkejutku, aku dengan hati berdebar memberanikan diriku untuk menoleh ke sumber suara.
"Boleh aku bermain-main denganmu?" pertanyaan lembut terlontar dari seorang pria yang telah berada dihadapanku.
Belum sempat aku membuka bibirku, tubuhku telah melayang dan seketika berada di dalam gendongannya dan pria asing itu melesat dengan kecepatan kilat berlari, hingga aku hanya dapat memejamkan mataku takut dan berteriak histeris.
*****
Flinton's POV
"Mengapa sedari tadi kau hanya mondar mandir dihadapanku?" tanya Lars kesal.
Aku menghempaskan tubuhku di kursi empuk di hadapan Lars. "Kau tau betul kenapa aku bersikap seperti ini, Lars."
Lars memutar bola matanya jengah. "Kalau begitu pergilah dan temui wanitamu itu, dan berhenti menggangguku dengan sikap konyolmu itu, Flint."
"Nope! Aku ingin memberinya pelajaran padanya, agar ia bisa belajar bagaimana rasanya menahan rindu padaku," paparku dengan penuh percaya diri.
Tetapi Lars malah menorehkan senyuman mengejeknya padaku. "Tapi nyatanya kau sendiri yang sebenarnya tak dapat menahan rindumu pada Lea. Iya, 'kan?"
"Tidak. Hanya saja, kenapa Lea tak pernah menghubungiku. Sama sekali."
Kali ini Lars memutar bola matanya malas. "Memangnya kalian sudah bertukar nomor telepon atau yang lainnya?"
Pertanyaan sahabat yang berada dihadapanku ini berhasil membuatku menepok jidat. "Bodohnya aku, aku belum..."
"Berhenti," tiba-tiba Lars memotong pembicaraanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny
FantasyDia, gadis yang pendiam. Hanya itu yang kutahu saat bertemu dengannya. Namun saat kuhirup aroma tubuhnya, i swear, she is my soulmate. Who are you? Pertanyaan itu yang akan sangat sulit untukku jelaskan. Dengan kepedihan masa lalunya pula yang selal...