8

1.3K 83 4
                                    

Maaf jika ada kata-kata kasar atau kata-kata yang kurang enak dibaca. Jika tidak suka, silahkan cari cerita lain.
-------------------------------------------------

Author's POV

Dentuman musik terdengar begitu keras di telinga Shania. Tak peduli dengan resikonya, ia tetap mendengarkan musik melalui earphonenya dengan volume yang keras.

Mendengarkan musik dengan volume yang keras memang sangat menyenangkan, bagi Shania. Hampir setiap hari ia melakukan itu.

Sesampainya di kelas, ia disambut dengan Fabi. Shania dan Fabi selalu datang pagi. "Pagi anjing sayang, muah." Katanya sambil berjalan mengikuti di belakang Shania.

"Dih,apaan sih lo, Fab." balas Shania sambil bergidik ngeri dan melanjutkan jalan menuju bangkunya. Fabi hanya nyengir saja.

"Woy njing! Kok tas lo di bangku gue sih?" protes Shania saat ia melihat tas Fabi berada di bangkunya. Fabi menepuk jidat lupa. "Oh, iya. Hehehe. Lupa." Lalu Fabi mengambil tasnya dan meletakkan tas tersebut di belakang bangku Shania, bangkunya.

"Wait! Lo ngapa naruh tas lo di bangku gue?" tanya Shania heran.

"Wah! Lo mau nge- " Shania tidak melanjutkan kata-katanya. Ia ingin memendam ini sendiri untuk sementara, ia tidak ingin teman-temannya tau. Jika waktunya tepat, ia akan menjelaskan semuanya ada mereka -Fabi, Nola dan Putri-. Hampir aja, huft. Batinnya.

"Nge apa?" tanya Fabi. Shania menggeleng. "Kagak."

"Jawab! Ngapa lo naruh tas lo di bangku gue?" tanya Shania lebih galak lagi. "Disuruh Pak Anas." Jawab Fabi enteng seraya duduk di bangku Ferell dan memainkan ponselnya.

"Pak Anas? Maksudnya?"

"Kemarin kan lo gak masuk tuh, terus bangku samping Ferell atau yang biasa disebut dengan bangku lo, kosong dan gue duduk sendirian di belakang, mojok lagi. Mungkin Pak Anas gak tega ngeliat gue ngejones, jadinya disuruh duduk sebangku sama Ferell."

Kenapa jadi aneh gini, apa iya gue ... Ah, gak mungkin. Tapi bisa jadi kan. Batin Shania.

"Woy!!!" teriak Fabi di telinga Shania. Sontak saja Shania terkejut dan reflek menoyor kepala Fabi. "Äww!" ringis Fabi. "Sakit, anjir!" lanjutnya lagi.

"Salah sendiri teriak-teriak kek orang gila di kuping gue. Ntar kalo gue bolot lo yang susah."

"Woy! Tau diri, neng! Situ dasarnya emang udah BOLOT!" balas Fabi dengan penuh penekanan di kata "BOLOT". Shania hanya menghela nafasnya jengah. "Seterah elu lah, njing."

"Terserah woy!"

"Iye itu maksudnya."

"Yee ... Elo mah sukanya ngeba-"

"Allo!! Sepi yah. Permisi." Kedatangan Nola menghentikan perdebatan antara Shania dengan Fabi. "Oii, masuk , Bi."suruh Fabi dan Nola berjalan masuk ke kelas Shania dan Fabi.

"Tumben dateng pagi?" tanya Shania sambil memainkan ponselnya.

"Pembiasaan. Hehehe." jawab Nola dengan cengiran.

"Monyet mana? Belom dateng?" tanya Fabi.

"Tuh anak mah kalo berangkat emang siang." Jawab Shania dan diangguki Fabi.

"Keluar, yok!" ajak Nola. Shania memasukkan ponselnya ke saku lalu berdiri dari bangkunya dan diikuti Fabi. "Ayok!" balas Fabi dengan sedikit dorongan pada Nola.

Shania, Nola dan Fabi keluar dari kelas. Mereka pergi ke tempat biasa mereka tongkrongi. Namun, saat Shania akan keluar dari kelasnya, Ferell datang. Ia menghadang jalan Shania. Ferell menatap mata Shania intens.

Bendahara Kelas [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang