21

913 45 1
                                    

Maaf jika ada kata-kata kasar atau kata-kata yang kurang enak dibaca. Jika tidak suka, silahkan cari cerita lain.
-------------------------------------------------

Author's POV

"Ngantin yok! Laper." Ucapnya melas dengan mengelus perutnya yang sudah keroncongan sedari tadi. Namun, teman-teman yang berada di depannya tidak meresponnya. Mereka hanya sibuk dengan ponsel masing-masing.

"Lo pada kagak laper apa?" tanya lagi seraya menopang kepalanya dengan kedua tangannya di atas meja kantin. Buset, ini kantin kan tempat makan. Apa gue yang salah tempat sih? Batinnya.

"Aduh, Fabiii. Lo bisa nggak sih diem sebentarr aja. Berisik banget." Fabi hanya mengerucutkan bibirnya. "Gue laper kampret." balasnya.

"Makan sono makan. Kek anak kecil aja lu." Suruh Puteri dingin. Fabi hanya memutar kedua bola matanya kesal.

"Sha, anterin beli nasi goreng yuk." Shania menggeleng. "Ayolah, Shaaa. Lo nggak kasian liat temen lo kelaparan kek gini?" lagi-lagi Shania menggeleng.

"Lo jahat banget anjir sama gue." Semua mata memandang Fabi, kemudian kembali pada ponsel masing-masing. "Aaaaaaa. Kalian mah gitu." Shania tertawa. "Iya-iya. Yaudah yok gue anterin." Fabi senang dan menarik pergelangan tangan Shania. "Kuyy!!!"

"Mang, nasgor yah." Pesan Fabi pada Mang Abi yang biasa berjualan nasi goreng.

"Iya, Neng. Berapa? Empat?" Fabi menggeleng. "Satu aja, Mang." Setelah memesan, Fabi mengajak Shania ngobrol. Namun, pandangan Shania tidak tertuju pada Fabi. Pikirannya pun melayang ke mana-mana. Siapa sih dia? Tanyanya heran.

"Sha! Lo dengerin gue nggak sih?" Fabi mengejutkan dan membuyarkan lamunan Shania.

"Ini, neng nasi gorengnya." Kata Mang Abi dengan menyerahkan sepiring nasi goreng kepada Fabi. Fabi menerima dan membayarnya, tak lupa juga dia mengucapkan terimakasih. Fabi dan Shania kembali ke meja kantin yang tadi.

"Gue makan dulu, gengs."

"Minta dong."

"Eh, kagak! Salah sendiri tadi kagak mau gue ajak makan."

"Dikit doang, elah."

"Iye-iye, nih. Jangan banyak-banyak. Gue laper." Fabi menyerahkan makanannya kepada Puteri dan Nola.

"Lo mau nggak, Sha? Gratis nih." Tawar Puteri. Shania menggeleng. "Nggak, kasian tuh temen lo. Kelaparan kek kagak makan 20 tahun." Cekikik Shania.

"Anjir, umur aja belom 20 tahun," Balas Fabi. "Eh, ada Ferell tuh." Lanjutnya dengan menyentil lengan Shania.

"Pangeran menjemput sang pujaan hatinyaaa." Ucap Nola.

"Alay."

"Lebay."

"Bacot lo ah. Tuh dateng noh."

"Hey, gabung boleh?" tanya Ferell seraya duduk di samping Shania.

"Kita belom ngebolehin aja lo udah main duduk aja." Seru Puteri. Semua tertawa. Sifat judes Puteri muncul kembali. Dia memang tidak terlalu suka dengan lelaki yang basa-basi.

"Judes amat, Neng."

"Mungkin dia lapar," ceplos Ferell. "Mau gue beliin makan?" tanyanya lagi.

"MAU." Sontak saja semua mata tertuju pada Fabi. Shania hanya menggeleng kepalanya dan tertawa.

"Buset, lo udah beli makan dan belom abis tapi masih minta tambah?" tanya Nola heran.

"PARAH!" timpal Puteri.

Bendahara Kelas [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang