final

906 130 33
                                    

Ini dia harinya. Dengan penuh semangat, bercucuran keringat, dan berkat seluruh doa ibu di seluruh dunia, DOI akhirnya bisa menginjak lapangan kali ini buat final. Ya ampun, gue masih ga nyangka. Gue bangga banget sebagai kapten bisa bawa tim sampai ke final. Rasanya kaya mimpi. Ya lebay.


Dan di sinilah gue sekarang. Berdiri di pinggir lapang, persiapan untuk final. 15 menit lagi pertandingan dimulai. Dan kami masih santai-santai, sih.


Gue memutuskan untuk menghampiri pos pmr sekolah gue. Dari jauh, gue udah bisa liat Clarissa yang lagi duduk. Dia pakai topi gue yang waktu itu, astaga. Rambutnya dia kuncir kuda, terus ditopi. Ugh, Clarissa cantik banget sumpah.


"Eh, udah pemanasannya?" Clarissa yang menyadari kehadiran gue menoleh. Meski gue belum sapa dia. Berarti kita ada ikatan batin kayanya. Hm.


"Belum." Gue cengengesan.


Clarissa bergeser tempat duduk. Lalu menepuk tempat kosong di sebelahnya. "Sini, duduk."


Gue duduk di pinggir Clarissa. Dan seketika itu juga gue bisa cium parfum dia, harum jeruk.


"Ko gak pemanasan, sih?" tanya Clarissa.


Gak perlu, gue udah panas nih liat lo juga, ngh. Eh gak deng, Louis anak baik. "Iya, nanti ko."


Clarissa cuman ngangguk-ngangguk sampai kucirannya ikut bergerak. Lucu banget deh.


"Wah, topinya bagus tuh," goda gue. Dan Clarissa nengok sambil nyengir, kaya salah tingkah gitu.


"Iya lah lo muji. Orang ini topi lo." Clarissa mengerucutkan bibirnya. Dan gue makin gemes.


"Louis gitu, loh."


"Ih, najis." Clarissa mau buka topinya, tapi gue tahan.


"Lah, kenapa dilepas?" tanya gue bingung.


"Lo sih kepedean. Nih ah, gue balikin." Clarissa lagi-lagi mau melepas topinya, dan lagi-lagi gue tahan.


"Bercanda kali, beb. Itu buat lo aja, bagusan juga dipake sama lo." Tepat saat gue bilang gitu, pipi Clarissa memerah. Is she blushing? Ya ampun, ini suatu keajaiban kalau Clarissa ternyata baper.


"Iiih merah, tuh!" Gue nunjuk-nunjuk pipi Clarissa dan itu malah ngebuat pipinya tambah merah. Serius.


"Apaan sih?" Clarissa jawab so cuek. Padahal itu pipi udah kaya tomat.


"Dingin ya?" tanya gue.


"Uh-uh, Iya dingin! Tuh kan pipi gue jadi merah gara-gara kedinginan." Clarissa jawab gelalapan, sambil tangannya usap-usap pipinya yang sekarang lumayan berkurang merahnya.


"Oh, kedinginan. Dikira blushing," jawab gue. Gue tau sih Clarissa bohong. Ya kali jam 10 dan matahari udah terbit daritadi, dan dia kedinginan?


"Dih, apaan blushing." Clarissa jawab cuek sambil tangannya yang masih ngusap pipinya.


Gue geser posisi duduk, jadi lebih deket ke Clarissa. Dia berhenti usap-usap pipinya dan menoleh ke arah gue. Gue nyengir. Dan selanjutnya yang gue lakuin yaitu tiup telapak tangan gue, terus diusap-usap tangan satu sama yang lainnya, dan akhirnya tangan gue mendarat di pipi Clarissa. Gue usap pipi Clarissa yang lembut itu dengan pelan. Ceritanya gue lagi hangatin dia. Ribet? Ya pahami aja sendiri. Lah.


Clarissa selama beberapa detik diem. Dan pipinya malah makin memerah.


"Katanya dingin? Ko ini pipinya malah panas, sih!" kata gue protes. Tangan gue masih usap-usap pipi Clarissa.

LOUIS ( jatuh ) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang