1. He

189 27 10
                                    

Revata P.O.V
Sekarang aku sudah duduk di sofa berwarna cokelat milik keluarga Om Herman dan Tante Rania. Om Herman adalah ketua rukun warga di perkompleksan ku. Jadi keluarga ku sengaja mengunjungi rumah nya untuk mengurus beberapa surat kepindahan dan sekaligus bermaksud bersilaturahmi.

Kebetulan rumah Om Herman berada tepat di samping rumah ku. Tadinya, aku tidak ingin ikut berkunjung ke rumah Om Herman. Tapi, berhubung tempo hari aku melihat seorang laki-laki yang tinggal di rumah Om Herman melalui jendela kamar ku, aku jadi penasaran dengan laki-laki itu. Siapa tau jika aku ikut berkunjung ke rumah Om Herman, aku bisa kenal dengan laki-laki itu─yang tebakkan ku adalah anak Om Herman.

Mama dan Papa sedang asyik mengobrol dengan sepasang suami istri yang duduk di hadapan ku. Aku tak tahu apa yang sedang menjadi topik pembicaraan mereka. Tapi beberapa kali mereka tertawa karena lelucon yang di lontarkan oleh Papa. Aku juga sesekali mendengar nama 'Azel' terucap dari bibir Tante Rania. Sepertinya orang itu yang sedang menjadi topik mereka.

Aku dan Kak Randy hanya bisa diam dan menunggu orang tua kami selesai ngobrol dengan keluarga Om Herman sembari menyumpal mulut kami dengan bolu keju yang di suguhkan. Bolu keju buatan Tante Rania sangat enak. Aku dan Kak Randy sudah banyak menghabiskan bolu itu. Keju nya tidak terlalu berlebihan dan kematangan nya juga pas. Aku berani taruhan, pulang dari rumah ini pasti berat badan ku naik beberapa kilogram karena kue keju enak itu.

"Oh, iya. Omong-omong, Tante belum tau nama kalian, nih." Ujar Tante Rania saat aku baru saja menelan bolu keju.

"Nama saya Randy Orlando, Tante." Kata Kak Randy memulai perkenalan.

"Nama saya Revata Orlando," Kataku sembari tersenyum.

"Kue nya enak, ya? Besok Tante buatin lagi mau gak?" Tanya Tante Rania dengan penuh keramahan.

"Enggak usah, Tan─"

"Boleh banget, Tante!" Potong Kak Randy cepat.

Aku menatap Kak Randy, mengisyaratkan agar dia bersikap sopan di depan Tante Rania. Tapi Kak Randy sama sekali tidak menghiraukan isyarat ku. Ia malah melanjutkan perkataan nya, "Kue nya enak banget, Tante. Aku juga suka banget kue keju. Jadi kalo Tante mau buat lagi, boleh banget. Tapi..., itu kalo gak ngerepotin."

Aku mendesah kesal. Kak Randy memang tidak bisa di ajak kompromi. Sudah berkali-kali aku ingatkan, harus bersikap sopan jika di depan orang lain, namun tetap saja dia tidak pernah mendengarkan ku. Dia tidak perduli dengan semua nasihat ku.

"Nanti, ya, Tante bikinin lagi. Oh, iya, kalian belum kenal sama anak Tante kan? Sebentar, ya, Tante panggil mereka dulu." Kata Tante Rania sebelum beranjak menaiki tangga untuk memanggil anak-anak nya.

Aku menatap punggung Tante Rania yang sudah beranjak menjauh menaiki tangga. Terlintas sepenggal kejadian beberapa hari yang lalu saat aku melihat laki-laki melalui jendela kamar, berharap bahwa laki-laki itulah yang nanti nya turun bersama Tante Rania. Aku jadi tidak sabar menunggu kedatangan nya.

Sekarang aku tahu, pasti kamar laki-laki itu ada di lantai dua. Kira-kira, dia suka warna apa ya? Apa kamar nya bernuansa warna biru yang senada dengan warna gorden nya? Atau, dia suka warna merah? Mungkin saja dia suka warna hitam. Lalu kamar nya di beri nuansa hitam yang membuat kamar nya terkesan mistis. Dan, karena dia suka warna hitam, dia memutuskan menganut ilmu hitam. Atau bisa saja dia jadi paranormal yang pekerjaan nya mengusir roh jahat di rumah-rumah angker. Setelah lama menjalani profesi itu, dia bertemu dengan seorang paranormal cantik dan jatuh cinta pada paranormal itu. Mereka menikah, punya anak banyak, hidup bersama dan bahagia, tua, lalu mati.

Oke, sepertinya aku mulai menghayal kejauhan tentang laki-laki itu.

"Ini dia anak Tante." Ujar Tante Rania dengan nada suara yang semangat dan sedikit membuat ku terkesiap.

Something I FeelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang