Revata P.O.V
Aku yakin, pasti wajah ku memerah sekarang. Aku tak tahu bagaiamana perasaan ku saat ini. Aku berlari meninggalkan kelas. Aku berlari secepat mungkin. Tak perduli apa yang terjadi di belakang ku. Aku hanya ingin berlari.
Entah sudah sejauh mana aku berlari, aku tak tahu dan tak perduli. Sekarang aku sudah berada di pojok gedung Garnetta Art High School. Aku melihat sebuah ruangan kosong beberapa meter di depan ku. Kaki ku melangkah masuk ke ruangan itu.
Tidak ada siswa atau siswi yang berkeliaran di daerah ini. Ku rasa aku sudah berada di bagian gedung paling belakang. Ruangan kosong di depan ku ternyata adalah bekas perpustakaan. Aku pernah mendengar romur tentang ruangan ini waktu masih di Junior High School. Konon katanya, ruangan ini berhantu karena sudah lama sekali tidak di pakai. Tapi aku tak perduli. Perasaan malu ku mengalahkan rasa takut ku.
Udara yang penuh debu dan keadaan ruangan yang sangat kotor langsung menyambut ku saat aku masuk. Tanpa memperdulikan keadaan kelas yang super kotor aku duduk di lantai ruangan itu.
Rasanya ada sesuatu yang hilang dari diri ku. Rahasia terbesar ku terbongkar. Ironis nya lagi, sahabat ku sendiri yang membongkar itu. Aku ketahuan sering membicarakan Azel. Aku juga yakin, pasti Azel mendengarnya. Jelas-jelas dia duduk tepat di belakang ku. Di tambah lagi dengan suara Tara yang berteriak. Pasti semua orang di kelas itu mendengarnya, termasuk Azel dan Olivia.
Ku pejamkan mata ku. Kenapa rasanya aneh sekali. Baru kali ini aku merasa benar-benar malu. Aku tak ingin mengatakan kalau aku suka dengan Azel. Tapi kenyataan berkata lain. Aku sadar kalau aku dengan Azel. Aku tak bisa menghindar dari kenyataan itu. Sekarang aku mengaku, aku memang suka dengan Azel, aku suka wajah nya yang tampan, aku suka sifat dingin nya, aku suka setiap perkataan yang di ucapkan nya walaupun terkadang menyakitkan, aku suka caranya mengajari ku bermain gitar, aku suka suara nya saat bernyanyi, aku suka semua yang ada pada diri nya.
Tapi kenapa selama ini sulit sekali untuk mengaku kalau aku suka dengan Azel?!
Aku sudah pernah suka dengan orang lain, tapi rasa nya tidak sedahsyat ini. Tidak ada rasa gugup yang melebihi rasa saat aku pertama kali bertemu dengan Azel. Tidak ada rasa senang yang melebihi rasa saat aku bisa bersama dengan Azel. Aku sadar itu, tapi kenapa begitu berat untuk mengaku.
Entahlah, aku tak tahu apakah Azel menyukai ku atau sebaliknya, dia membenci ku, aku tak tahu.
Toh, kalaupun aku berusaha mati-matian untuk mendapatkan Azel, itu semua akan sia-sia jika Azel tidak punya perasaan untukku.
Sudahlah, ini tidak akan selesai jika terus aku pikirkan.
Nafas ku naik turun dengan teratur. Perasaan ku sudah lebih tertata saat ini.
"Mending lo bangun, nanti rok putih lo jadi kotor." Kata seseorang. Aku sempat tersentak saat mendengar perkataan itu. Dan aku terkejut saat melihat sumber suara itu. Azel. Sedang apa dia disini?
"Lo ngapain di sini?" Tanya ku dengan nada sengit.
"Kelas udah mau di mulai, mending kita ke kelas sekarang." Ujar nya tanpa menjawab pertanyaan ku.
"Jawab dulu pertanyaan gue, lo ngapain di sini?" Kataku bersikeras.
"Gak ada gunanya merenung di ruangan kosong kayak gini. Gak akan ada yang berubah jadi lebih baik. Mending kita ke kelas." Azel mengulurkan tangan nya, hendak membantu ku berdiri. Namun aku tidak menghiraukan nya. "Soal yang tadi, lupain aja. Wajar kalo lo malu. Tapi jangan jadiin kejadian tadi alasan lo buat males-malesan sekolah dan gak mau ketemu gue. Gue udah anggap itu gak pernah terjadi. Dan sekarang giliran lo untuk anggap itu gak pernah terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something I Feel
Teen Fiction"Azel itu ganteng, pinter, jago main gitar, suaranya bagus, judes, jahat, suka bikin gue patah hati, tapi gak tau kenapa gue gak bisa benci sama dia."-Revata. "Revata itu cewek aneh."-Azel