Revata P.O.V
"Jadi lo ngerayain ulang tahun bareng dia?!" Mata Tara terbelalak sesaat setelah mendengar cerita ku tentang aku dan Azel yang secara tidak sengaja merayakan ulang tahun ku berdua.Tara adalah sahabat ku. Kita sudah berteman semenjak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Aku sudah seringkali bercerita tentang Azel. Jadi sudah tidak asing lagi tentang Azel. Dia juga sudah tahu jika aku suka dengan Azel.
Eh! Aku suka dengan Azel?
Tidak, bukan aku yang bilang begitu. Pasti itu salah. Mana mungkin aku suka dengan cowok seperti dia?
"Ya, begitu deh, Tar," Jawab ku datar.
Tara memperkuat hirupan dan hembusan nafas nya sehingga aku dapat mendengarnya. "Gua gak nyangka! Kemajuan hubungan kalian cepat banget. Yang gak pernah mau tegur sapa, sekarang udah ngerayain ulang tahun bareng." Komentar nya menggebu.
Aku mengeryit, "Hubungan apa lagi coba? Gue sama dia cuma tetanggaan doang." Sergah ku sambil terus menulis rangkuman pelajaran IPA beberapa bab yang belum ku catat. Besok ada ulangan harian, bisa gawat jika aku tidak merangkum. Lagipula aku aneh sekali akhir-akhir ini. Biasanya aku yang paling semangat mencatat rangkuman, tapi kenapa aku malah melamun waktu jam pelajaran?
"Lo itu suka sama dia, Rev!" Tukas Tara. "Masa lo gak bisa bedain yang mana rasa suka dan rasa lain nya? Atau lo tau kalo lo suka Azel, tapi lo berusaha buat gak suka sama Azel? Gue tau Azel itu ganteng banget. Sedangkan lo biasa-biasa aja. Tapi, nih, Rev, gue bilangin, kalo lo ada niat, pasti lo bisa." Cerocos Tara tidak berhenti.
Sama sekali tidak ku dengarkan ceramah tak berguna dari Tara. Dia tidak tahu bagaimana perasaan ku. Dan aku juga tidak mungkin suka dengan Azel. Mana mungkin ada perempuan yang menyukai orang yang selalu menyakiti nya? Tidak akan ada. Kalaupun ada, berarti perempuan itu sangat hebat.
"Ah, lo mah gitu, Rev! Gue ngomong gak di dengerin. Awas aja kalo sampai lo beneran suka sama Azel!" Kata Tara yang masih tidak terima karena aku tidak menanggapi omongan nya.
"Ck, iya, iya, Tara. Gue dengar, kok. Gue cuma lagi fokus sama merangkum." Kataku berusaha mengelak.
"Eh, by the way, lo udah denger soal festival sekolah kita?" Tanya Tara yang sekarang bersandar di bangku sebelah ku.
"Iya, tau gue."
"Kayaknya tahun ini gue bakalan ikut jadi panitia, deh."
"Jangan Tar!"
"Kenapa emang?"
"Nanti festival itu hancur cuma gara-gara lo jadi panitia." Aku tertawa lepas mendenger lawakan ku sendiri. Bisa ku lihat wajah Tara yang sudah mulai memerah. Itu membuat nya tambah lucu.
"Seriusan gue." Ujar Tara berusaha sabar menghadapi ku. "Seenggaknya gue jadi panitia di salah satu pameran seni. Nih, ya, Rev, festival sekolah kita itu acara yang besar banget. Hampir seluruh orang di kota kita tau tentang festival ini. Jadi gue mau coba buat pegang tanggung jawab yang besar dan membawa nama baik sekolah kita. Coba lo bayangin, Rev, kalo festival sekolah kita berhasil kayak tahun sebelum nya, pasti lo bangga kan sama gue?"
"Males gue ngebayangin nya. Ngebayangin ulangan harian aja udah seram. Apalagi ngebayangin festival besar kayak gitu! Bisa kesurupan gua." Jawab ku.
"Yeee, Revata." Tara mendorong tubuh ku pelan. "Lo ikut juga ya, Rev?" Tanya Tara yang raut wajah nya langsung berubah menjadi berseri dan seakan di atas kepala nya ada pelangi.
"Ikut? Ikut jadi panitia?" Tanya ku. "Enggak, deh, Tar. Lo aja sono. Males gue ikutan jadi panitia di acara besar kayak gitu. Mendingan gue beli tiket, ngeliat pameran seni, pesan tempat VIP buat konser, terus gue tinggal nonton bareng yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Something I Feel
Teen Fiction"Azel itu ganteng, pinter, jago main gitar, suaranya bagus, judes, jahat, suka bikin gue patah hati, tapi gak tau kenapa gue gak bisa benci sama dia."-Revata. "Revata itu cewek aneh."-Azel