Revata P.O.V
Garnetta Art Festival, bunyi tulisan yang seharian ini sering sekali ku lihat. Entah itu di poster, di mading sekolah, ataupun di media sosial, semua nya membicarakan acara itu.
Ya, festival itu adalah festival yang sangat berarti bagi sekolah ku. Di festival itu, seluruh karya dan bakat siswa siswi mulai dari sekolah dasar sampai sekolah menengah atas di Gartnetta Art di tunjukkan.
Sekolaah ku, Garnetta Art, adalah sebuah sekolah swasta yang terdiri dari jenjang sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Garentta Art termasuk sekolah seni terelit di kota ku. Meskipun begitu, sekolah ku bukanlah sekolah yang seluruh muridnya hanya bermodal uang dan bukan bakat. Semua murid di sekolah ku setidaknya memilik satu bakat dan punya potensi untuk jadi orang sukses dalam bidang nya.
Walaupun sekolah ku adalah sekolah khusus seni, tak jarang juga ada siswa dan siswi di sekolah ku yang meraih prestasi di bidang akademik.
Aku sudah bersekolah di situ sejak kelas satu sekolah dasar. Jadi, aku sudah akrab dengan sekolah itu. Dan aku berhasil masuk Garnetta Art berkat bakat ku dalam bermusik. Tepatnya bernyanyi.
"Bagaimana Revata? Kamu setuju?" Tanya Mrs.Yura yang membuat ku terbangun dari lamunan yang entah sudah sampai mana dan ku yakin takkan berhenti jika Mrs.Yura tidak menegurku.
"Um.., tadi gimana Mrs?" Kataku balik bertanya dengan gelagapan.
Mrs.Yura menghela nafas panjang. Maklum, dia pasti kesal karena aku tidak mendengarkan nya. "Kamu mau atau tidak jadi perwakilan sekolah kita untuk festival besok? Tenang aja, kamu cuma ikut satu lomba. Lomba musik." Ujar Mrs.Yura santai.
Aku terbelalak. "Hah?! Ikut lomba?!"
"Iya. Tadi kamu kan kamu bilang kalau kamu tidak mau jadi panitia di pameran ataupun salah satu lomba di festival sekolah ini, itu artinya kamu harus jadi perserta. Minimal dalam satu lomba."
Alis ku bertaut. Aku memang tidak mau menjadi panitia. Tapi itu bukan berarti aku ingin menjadi peserta dalam lomba di festival. Aku tidak mungkin ikut lomba. Lomba di festival itu bahkan lebih berbahaya daripada menjadi panitia.
"Memangnya kalau saya tidak ikut jadi panitia dan peserta, gak boleh ya, Mrs?" Tanya ku sedikit memohon.
Mrs.Yura menggeleng. "Kamu sudah kelas sembilan. Sebentar lagi kamu lulus dari jenjang SMP. Ini festival terakhir kamu di Garnetta Art Junior High School. Festival selanjutnya kamu sudah berada di Garnetta Art High School. Ini kesempatan terakhir kamu."
"Iya, Mrs, saya tau. Tapi saya gak bisa, Mrs. Jangan saya, deh. Saya jadi panitia aja, ya?" Kataku berharap hati Mrs.Yura bisa luluh karena permohonan ku.
"Panitia sudah lengkap. Kamu sudah tidak bisa menjadi panitia lagi. Dan kamu tidak boleh tidak berpartisipasi dalam festival kali ini." Ucap Mrs.Yura dengan tegas.
Aku menghela nafas pasrah. Baiklah, aku terpaksa mengikuti lomba itu. Bukan salahku jika aku kalah dalam lomba itu. Salahkan Mrs.Yura. Karena dia yang menginginkan aku mengikuti lomba itu.
"Baiklah, kalau begitu saya akan daftarkan kamu sebagai perwakilan sekolah kita." Mrs.Yura memberiku selembar kertas yang ku yakini berisi syarat dan ketentuan dalam mengikuti lomba bernyanyi. "Ingat Revata, hanya kamu yang jadi perwakilan sekolah kita di jenjang SMP. Kamu harus menang. Buat sekolah kita bangga."
"Tapi saya gak bisa janji, Mrs," Kata ku blak-blakkan.
"Kamu itu berbakat. Buktikan kalau sekolah kita benar-benar mendidik setiap murid nya dengan baik dan dengan penuh dedikasi. Festival ini adalah acara yang menampilkan seluruh bakat dari murid Garnetta Art. Dan kamu termasuk murid Garnetta Art. Tapi, kalau kamu tidak bisa menunjukkan bakat kamu, seharusnya kamu tidak bersekolah di sini." Mrs.Yura berkata dengan mata yang menatap ku tajam. Aku sendiri sampai merinding melihat tatapan mata nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something I Feel
Ficção Adolescente"Azel itu ganteng, pinter, jago main gitar, suaranya bagus, judes, jahat, suka bikin gue patah hati, tapi gak tau kenapa gue gak bisa benci sama dia."-Revata. "Revata itu cewek aneh."-Azel