18

257 13 2
                                    

Jessica duduk sendirian di sebuah kedai ice cream, mengaduk-ngaduk ice cream chocolate-nya dengan satu sendok kecil tanpa sedikit pun dimasukkan kedalam mulutnya, suasana kedai yang sepi pengunjung seolah mewakili perasaannya yang baru saja di tinggalkan oleh sang penghuni. Sunyi senyap dan mencekam ingin rasanya agar ruang itu kembali berpenghuni namun apa daya sang penghuni bahkan tidak ingin lagi kembali seolah ruang itu adalah tempat paling berhantu yang tidak bisa untuk di tempati.

Senja yang memantul di balik tirai coklat kedai itu seolah menambah kesan redup di dalam sana, hanya ada beberapa pekerja di kedai sedang berlalu lalang membersihkan setiap meja bundar yang tersedia, lalu tak lama kemudian suara lonceng di depan pintu berbunyi, menandakan seseorang datang.

"sorry, lo udah lama nunggu?"

"lumayan, kok telat sih Raf?"

Rafael mengambail secarcik kertas dari dalam saku celana jeans hitamnya

"gara-gara ini nih" ucapnya, dengan wajah yang menahan kesal nafasnya tertarik dengan kasar lalu Jessica yang memperhatikan kertas itu dengan seksama tidak bisa menahan tawanya agar tidak meledak

"kamu dapat surat panggilan dari polisi? Nabrak anak siapa?"

"bukan anak orang yang gue tabrak tapi pos polisi, apes banget gue" decak Rafael sebal, perhatiannya lalu teralihkan ke sebuah mangkuk berisi ice cream chocolate yang sudah mulai mencair, lalu dengan satu tarikan di ambilnya ice cream itu tanpa meminta izin terlebih dahulu sedangkan Jessica hanya geleng-geleng kepala

"ngomong-ngomong ngapain ajak gue ketemuan?" tanya Rafael di sela-sela makannya, Jessica membetulkan posisi duduknya mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru ruangan lalu tersenyum kecut

"aku gak ada bedanya sama ruangan ini" Rafael yang memang tidak mengerti maksud gadis yang berada di hadapannya ini makin tidak mengerti

"maksud lo apa? Jangan sok misterius gitu deh" kata Rafael, sesekali mengaduk ice cream itu menjadi cairan coklat dingin

"ruangan ini sepi sama kayak hati aku sekarang, Azka mutusin aku Raf" Jessica berucap dengan nada yang lirih menahan gejolak kesedihan yang berada di dalam hatinya, Rafael memberhentikan makannya, lalu menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit untuk di artikan, Rafael menarik nafasnya dengan kasar sebelum berkata "wajar kalo dia mutusin lo, dia udah cukup menderita selama dua tahun ini Jess, dan lo sama sekali gak peduli" Jessica seolah membenarkan ucapan Rafael andai saja saat itu dia tidak begitu bodoh untuk mengikuti ego nya maka hari buruk yang tidak di inginkannya tidak akan terjadi seperti sekarang

"aku tau aku salah, tapi aku gak bisa pisah dari dia Raf"

"terus maksud lo dua tahun yang lalu itu apa?" tanya Rafael sinis, skakmat Jessica seolah di hantam palu godam tepat di sekujur tubuhnya membuat organ-organnya tidak dapat bergerak bahkan jantungnya terasa sulit untuk berdetak

"itu... a-aaku" Jessica berucap dengan nada terbatah-batah, Rafael berusaha menahan emosinya andai saja yang di hadapannya sekarang ini seorang lelaki sudah dapat di pastikan jika wajahnya sudah bonyok kena pukulannya

"stop Jess, udah gak ada gunanya lo nyesel, semuanya udah terjadi dan gue harap lo bisa jalanin hidup lo dengan baik, gue pergi"

Rafael melangkahkan kakinya meninggalkan Jessica yang diam tak bergeming menahan bulir-bulir matanya agar tidak jatuh

"Jess" panggil Rafael yang sudah berada di daun pintu, Jessica mengangkat wajahnya

"lo bisa cerita semuanya sama gue, tapi sorry jangan pernah lo libatin gue kedalam masa lalu lo"lalu Rafael benar-benar hilang dibalik pintu kayu itu, Jessica tidak bergeming seolah beban tubuhnya menekan segala organ dan saraf-sarafnya. Perih yang di rasakannya seolah bertambah berkali-kali lipat setelah mendengar penuturan Rafael.

Hello Rain!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang