Ini kali kedua aku berhadapan dengan wajah gugup Joshua, saat yang pertama ialah ketika Seungcheol kabur dari apartemennya. Ia berdiri di depanku dengan bahu yang naik turun. Kedua matanya terkunci padaku. Aku harap akan begitu selamanya, atau setidaknya sampai Seungcheol di belakangku menemukan jalan untuk menghindari perhatian Joshua dan teman-temannya.
Joshua mengambil langkah cepat mendekatiku. Diraihnya kedua sisi wajahku sambil matanya mencari-cari sesuatu, sesuatu yang sedang aku sembunyikan di sana.
"Kamu pucat sekali! Apa kamu baru saja digigit???" tanyanya dengan panik. Kesusahan aku menelan ludah ketika nama itu meluncur dari bibirnya, "Choi Seungcheol?"
"A-apa maksudmu?" tanyaku dengan terbata. Aku tahu tidak ada jalan untuk lari. Aku tahu sebentar lagi Seungcheol akan berakhir. Tidak ada gunanya mengulur waktu. Tidak ada celah untuk Seungcheol. Tidak ada celah untukku mendapat kematian yang bahagia.
"Oh, Jeonghan, aku mohon jangan berbohong kali ini. Kamu bertemu Choi Seungcheol lagi atau tidak?" Joshua mengguncang bahuku pelan. Dahiku berkerut mendengar kalimatnya. Tidak kah Joshua melihat makhluk yang sedang dibicarakannya tengah duduk di balik punggungku sekarang?
Mengindahkan keraguan, aku menoleh ke sofa di belakangku. Mataku membola seketika. Aku lupa cara bernapas melihat apa yang ada di balik punggungku. Tempat dimana Seungcheol duduk sebelumnya itu telah kosong, seolah tidak pernah ada dia di sana. Sudut bibirku tertarik seraya aku berbalik menghadap Joshua. Tawaku pecah, membuat wajah Joshua berubah bingung.
"Apa maksudmu, Joshua? Siapa Choi Seungcheol? Aku pikir dia sudah mati di tanganmu," aku tepuk pundak Joshua pelan ketika aku bangkit. Hangat tangannya berangsur menghilang dari kedua bahuku; toh aku tidak bisa meminta lebih. "Aku duluan ya? Jihoon belum makan malam sepertinya."
"Jeonghan," belum selangkah aku beranjak, Joshua kembali memanggilku. Aku memutar tubuh menghadapnya, senyum di wajahku telah pudar. Air mukanya kali ini sangat serius seraya ia meraih sesuatu di pinggangnya. Pistol hitam itu muncul dalam pandanganku dan gagangnya yang dingin menyentuh telapak tanganku, entah sejak kapan Joshua menangkap pergelangan tanganku.
"Untuk apa ini?"
"Simpan saja. Akan sangat berguna ketika si Seungcheol itu kembali."
Senjata itu aku amati tanpa minat. Ada nama Joshua dan lambang pemburu di sana.
"Kamu ingin aku membunuh makhluk itu? Seperti yang kalian lakukan? Kamu ingin aku jadi salah satu dari kalian?"
Joshua menghela napas dengan berat sebelum ia menggeleng pelan, "Aku hanya ingin kamu melindungi diri dengan itu. Yakinlah akan ada banyak makhluk haus darah yang mengincarmu setelah ini. Jeonghan, aku hanya ingin kamu hidup."
Sejenak aku memandangi wajah Joshua, jauh dalam diriku masih mencari sedikit saja celah di hatinya. Dan sampai kapanpun aku menatap mata indahnya, tak akan aku temukan rasa itu di dalamnya.
Aku sudah berusaha untuk mengubur dalam-dalam perasaanku padanya. Tapi, Joshua, bantulah aku untuk setidaknya mengubah sosokmu di mataku menjadi sekedar teman jika memang tak mungkin aku benar-benar lepas darimu. Dan kalimatnya itu bukannya membuatku berhenti putus asa, namun semakin menghancurkanku. Tak ada gunanya aku hidup jika suatu hari aku harus melihatmu berdiri di altar bersama seorang wanita yang sangat beruntung, sementara aku masih bergelut dengan mama di bawah selimut dan menampari wajah Jihoon.
Aku tersenyum pahit. Sekali lagi pistol itu aku amati. Kusapu ukiran nama Joshua dengan ibu jariku. "Kamu memberi senjata yang salah, Joshua." Kening Joshua berkedut mendengar perkataanku. "Ini juga bisa melukai manusia kan? Kamu yakin memberiku ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Vows
FanfictionA Jeongcheol Fanfic "Janjiku terikat dalam darah. Darahmu yang mengalir dalam uratku.Aku tidak pernah menjadi parasit pada inang yang sama untuk waktu yang lama seperti denganmu. Aku tidak pernah kecanduan siapapun selain dirimu. Aku tidak pernah me...