a/n: mohon maaf banget *bows*
Warning: self-beta-ed karna dosenku juga sama-sama sibuk TT
Bam!
Pintu masuk di seberangku tertutup cepat bersamaan dengan kakiku yang melangkah keluar kamar Mingyu. Ruang tengah yang tadinya riuh tiba-tiba sepi, hanya ada Mingyu yang berdiri kaku di dekat pintu masuk. Aku mulai mempertanyakan kewarasanku sendiri, apakah urat saraf di otakku benar-benar sudah rusak sampai-sampai tak bisa membedakan suara yang nyata dan yang maya?
Tidak mungkin, aku yakin betul suara yang kudengar berteriak-teriak dari ruang tengah ini adalah milik Seungcheol.
Tak puas, kuedarkan pandanganku ke penjuru apartemen. Namun nihil, benar-benar hanya ada aku dan Mingyu di sini.
"Ah, s-selamat pagi, Jeonghan. Bagaimana badanmu? Sudah baikan?" tanya Mingyu seolah tidak ada yang terjadi. Kutangkap gugup di dalam suaranya yang bergetar, entah merasa bersalah atas apa yang dilakukannya semalam ataukah sesuatu lain yang disembunyikannya dariku.
Aku hampir melompat kaget ketika Mingyu tiba-tiba sudah berada di depanku. Tangannya yang besar hendak meraih lenganku sambil menanyakan sarapan apa yang aku ingin. Tanpa sadar tanganku reflek menepis kasar Mingyu dan menjauh mundur, seolah tubuhku trauma karena perlakuan pria jangkung itu padaku ketika ia lapar.
Aku tertawa dalam hati. Kenapa saat dengan Seungcheol dulu tubuhku malah pasrah dan tak menolak seperti reaksiku pada Mingyu ini?
"Maaf..." ucap Mingyu lirih. "Berasal dari keluarga dengan kasta yang tinggi, harusnya aku bisa mengontrol tindakanku meski sedang lapar. Tapi aku malah seperti makhluk tingkat rendah. Aku benar-benar tak pernah punya maksud untuk meminum darahmu." Ada sesal dalam tiap kata yang keluar dari pria jangkung yang sedang merunduk itu.
Kulihat lagi wajah Mingyu yang belum mampu membalas tatapanku. Sudut bibirnya sobek dan membiru bekas kepalan tanganku semalam. Ada beberapa luka lebam yang terlihat baru di wajahnya, aku pun tak ingat pernah meninjunya lebih dari sekali. Entah bagaimana lukanya bisa bertambah.
Jariku menyentuh luka lebam di tulang pipinya, membuat Mingyu tersentak. Tiba-tiba tanganku gemetar. Tanpa sadar seulas senyuman mengembang diwajahku bersama dengan pikiran bodoh yang merasuki otakku.
Bagaimana kalau yang tadi ku dengar adalah benar suara Seungcheol?
Dia makhluk yang begitu egois, mungkinkah dia marah Mingyu memungut 'sepah' yang dibuangnya?
Mungkinkah luka lebam di wajah Mingyu ini berasal dari tangan Seungcheol?
Aku tertawa kecil, membayangkan menyentuh tangan Seungcheol meski hanya lewat bekas luka darinya. Aku kegirangan hanya dengan memikirkan bahwa secara tidak langsung aku bisa menyentuhnya.
Mengacuhkan Mingyu yang kebingungan, kutolehkan kepalaku ke arah pintu masuk. Mungkin Seungcheol baru saja melewati pintu itu ketika aku masih berada di dalam kamar Mingyu. Mungkin ia masih berada di jalanan kota, berusaha menjauh meski masih mengawasiku diam-diam.
Dengan pikiran gila yang dibutakan harapan itu aku bergegas menuju pintu, meninggalkan Mingyu dan memasuki koridor apartemen, mengejar sosok Seungcheol yang sebenarnya entah dimana.
Kabar baiknya? Aku tak pernah menemukan Seungcheol hari itu ataupun hari berikutnya.
.
.
Malam-malam selanjutnya membawaku kembali ke awal kehancuran duniaku. Kali ini bukan karena perilaku tak senonoh dan kasar dari mama. Alasannya sangat remeh, hanya sepenggal kalimat dari orang asing yang menyapaku di taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood Vows
FanfictionA Jeongcheol Fanfic "Janjiku terikat dalam darah. Darahmu yang mengalir dalam uratku.Aku tidak pernah menjadi parasit pada inang yang sama untuk waktu yang lama seperti denganmu. Aku tidak pernah kecanduan siapapun selain dirimu. Aku tidak pernah me...