Drift Away

1.6K 173 54
                                    

    Dingin merayap naik dari jari-jari kakiku ketika perlahan nyawaku terkumpul. Selimut menutupi sampai ke daguku namun ujungnya tak sampai menghangatkan kakiku yang telanjang. Sebenarnya tak hanya kaki, tanpa perlu melihat aku tahu tubuhku tengah polos tanpa sehelai benang; selain selimut tipis yang hanya sedikit melawan hawa dingin. Cahaya matahari yang menembus kaca jendela pagi itu lembut, mungkin tertutup lapisan awan bekas badai semalam. Tapi itu cukup untuk membentuk bayangan tubuhku yang membelakangi jendela.

    Masih setengah sadar mataku memandang kosong kertas dinding yang lusuh, meraba-raba apa aku sudah mati atau belum. Satu tarikan napas membuktikan aku masih berada di dunia dan akan segera menghadapi hari-hariku yang penuh lelucon. Kugeser tubuhku sedikit, menyembunyikan kaki-kakiku yang mulai kedinginan. Ini masih terlalu awal untuk memulai kegiatan, tapi aku tahu bantal di samping milikku telah dingin.

    Aku tidak perlu berbalik untuk tahu seseorang yang di sampingku semalam telah pergi. Setiap kali akan selalu seperti itu. Setiap orang yang menghabiskan malam denganku akan lenyap ketika fajar menyingsing. Kecuali mama. Tapi bukan mama yang bersamaku semalam dan itu membuatku tersenyum sendiri. Bodohnya aku memikirkan sesuatu yang menggelikan malam itu. Seungcheol tak lebihnya pelampiasan emosiku yang tak terbendung. Begitu juga sebaliknya, aku hanya peredam nafsu Seungcheol.

    Tapi aku sendiri tak tahu apa yang membuatku sedikit berharap Seungcheol masih berbaring di sana. Ujung selimutku aku genggam dan aku menghela napas panjang sebelum memutar badanku. Benar saja, Seungcheol tak ada di sana. Bantalku sedikit cekung, tanda seseorang sempat merebahkan kepalanya. Kuraih bantal itu, merabanya pelan sambil mencari bukti keberadaan Seungcheol di sana. Mataku turun ke bawah, perutku terasa lengket dan ada sesuatu yang mengering di kulitku; entah itu milik Seungcheol atau milikku.

    Ada suara ketukan di laci tepat di samping tempat tidurku. Cepat-cepat aku bangkit dan berbalik, takut mama menemukanku dalam keadaan kotor seperti ini. Namun yang berdiri di samping tempat tidurku bukan mama atau Jihoon.

    Choi Seungcheol.

    Tangannya membawa bungkusan obat dan yang satunya tengah meletakkan gelas di atas laci. Dia menghentikan kegiatannya untuk bertukar pandang denganku. Kuteliti wajahnya yang mengantuk karna tak terbiasa tidur di malam hari, rambutnya yang basah dan acak-acakan namun tetap terlihat tampan, lengan besarnya dan tubuhnya yang hanya ditutupi sepasang celana berbahan denim sampai tetesan air yang meluncur dari dada ke perutnya. Sejenak aku merasa iri dengan bentuk tubuhnya, jauh jika dibandingkan dengan tubuhku yang kurus.

    Tiba-tiba Seungcheol melemparkan bungkus obat penambah darah di tangannya ke pangkuanku. "Selamat pagi, putri. Sarapanmu belum siap tapi kamu bisa minum obat itu sementara menunggu," ujarnya dengan nada yang menjengkelkan. Kuputar bola mataku dan bungkus obat itu aku lempar kembali ke arahnya.

    "Aku tidak perlu minum itu pagi ini."

    "Setelah darahmu aku minum semalam? Tidak, Jeonghan, kamu perlu itu." Seungcheol kembali melempar obat itu padaku.

   "Aku tidak merasa sedang anemia, Seungcheol. Diamlah!"

    Dan selanjutnya kami hanya saling melempar bungkus obat yang malang itu. Seungcheol sangat gesit ketika menghindar dan menangkap bungkusan itu sebelum melemparnya kembali ke arahku. Aku tertawa puas ketika plastik itu mengenai wajahnya cukup keras. Seungcheol pun akhirnya menyerah dan berhenti menyerang balik. Tapi bukan berarti ia menyerah untuk menyuruhku meminum obat. Sambil menggelengkan kepala Seungcheol membuka bungkus obat itu dan membawanya padaku dengan segelas air.

    "Aku serius. Kamu harus minum obat atau si pemburu itu akan curiga. Joshua? Entahlah aku sulit mengingat nama," ujarnya. Aku sedikit kecewa dengan kalimat Seungcheol itu. Alasannya menyuruhku minum obat bukan karena dia peduli denganku ternyata, dia takut para pemburu terutama Joshua akan mencurigaiku.

Blood VowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang