-part 4.

49 4 1
                                    

"Benar juga, dia tampan sekali!"

Hari ini, aku bertemu dengan teman-teman baikku. Ada tiga dari mereka.

Kami makan berbagai kudapan ringan yang dijual di sebuah truk mobil, lengkap dengan kedai mini di sisinya.

Ngomong-ngomong, itu tadi adalah Siyeon. Sedari tadi dia memandangi foto Wonwoo yang kuperlihatkan kepada mereka. Aku rasa, dialah yang paling benar-benar tidak percaya kalau aku dijodohkan dengan orang seperti Wonwoo.

"Wah... Kalau begitu aku lebih memilih untuk dijodohkan saja! Apalagi kalau tahu jodohku kelak akan seperti dia"

Sahut Yeonjoo, wanita yang duduk tepat di sampingku.

"Lalu... Bagaimana dengan Mingyu? Kau akan meninggalkannya begitu saja? Ohiya, aku ingat kau dan Mingyu sering sekali kesini, sebelum dia pindah,"

Seru Soojin dari ujung bangku.

"Ah... Mingyu kan masa lalu! Lihat yang sekarang saja, lebih baik! Hey, aku benar-benar akan mendukung perjodohan ini,"

Kata Siyeon yang membuat kami tertawa kemudian.

"Ayolah, teman-teman... Mingyu bukan siapa-siapaku..."

Mereka berdecak kesal.

"Bukan siapa-siapa apanyaaa"

"Omong kosong,"

Cibir mereka hampir bersamaan.

Aku menghela napas. Memang. Memang benar jika aku mengatakan dia bukan siapa-siapaku.

Memang aku mengatakan pada Wonwoo kalau Mingyu hanya tetanggaku. Dia hanya teman masa kecilku.

Tapi...

Aku sendiri tidak tahu hubungan kami apa. Waktu itu... Kami masih kecil. Dia pindah sewaktu sekolah menengah pertama, tapi kami masih terlalu kecil untuk memahami semua itu.

Mingyu memang anak yang jahil. Namun, semua orang suka padanya, dia anak yang baik karena sering membantu semua orang.

Waktu aku sempat menjadi anak yang arogan di sekolah dasar, banyak sekali anak-anak seumuranku yang tidak suka kepadaku, mereka memusuhiku.

Tapi, Mingyu akan selalu menjadi si anak di barisan terdepan yang melindungi diriku.

Sampai saat sekolah menengah pertama. Kami tumbuh bersama. Anehnya, sebagai remaja yang melewati masa pubertas bersama, bukannya semakin canggung, tapi kami malah semakin dekat.

Bahkan, ciuman pertamaku adalah dengan Mingyu. Semua terjadi begitu saja. Rasanya melebihi kupu-kupu yang beterbangan di perut kami.

Namun, sungguh, kami tidak tahu apa itu? Rasa apa itu?

Aneh sekali.

Apabila dia sudah bertemu denganku, tidak pernah Mingyu tidak mengekoriku kemanapun. Walaupun terkadang menyebalkan, namun apabila dia tidak mengekoriku, aku yang akan kebingungan mencarinya.

Tapi kemudian, semua jadi terasa aneh saat dia sadar bahwa dia harus pindah.

Entah kenapa tiba-tiba, dia jadi berubah. Dia tidak se-ceria dia yang biasanya. Di suatu waktu, sering dia menjauhiku dan bahkan tidak mau bicara denganku.

Aku tidak tahu kenapa dia melakukan itu.

Entah apa yang terjadi, tepat sehari sebelum dia pindah, kami bertemu. Kami bertengkar waktu itu. Aku menyalahkan akan sifatnya yang tiba-tiba aneh. Namun dia menganggap semua itu hanya pikiranku saja. Semuanya kami perdebatkan.

Sampai aku yang begitu kesal, menangis. Kubuat pipinya panas memerah kala itu. Lalu, aku kembali pulang tanpa peduli dia panggil berkali-kali dari belakangku.

Tapi yang pasti... Mingyu merahasiakan kepindahannya dariku waktu itu. Aku benar-benar tidak tahu kalau dia akan pindah esok harinya. Aku tidak tahu kalau pertengkaran itu merupakan pertemuan terakhirku dengannya untuk bertahun-tahun ke depan.

Saat bangun di pagi hari, aku menyesal akan pertengkaran itu. Buru-buru aku ke rumah Mingyu. Namun yang kudapatkan...

"Ah... Kau mencari Mingyu? Dia sudah pergi pagi-pagi sekali... Baru saja barang-barangnya selesai dikirim lewat kurir!"

Ucap seorang nenek yang waktu itu sedang menyapu di pekarangan rumahnya.

Mingyu sama sekali tidak pernah menyinggung akan urusan pindah itu. Sama sekali. Dia tidak pamit, atau meninggalkan jejak apapun. Dia bahkan tidak pernah menghubungiku lagi sejak itu.

Mengetahui ini adanya sekarang, ternyata Mingyu yang kutemui kemarin, bukanlah Mingyu yang dulu pernah aku kenal. Dia adalah Mingyu yang baru. Mingyu yang kembali menampakkan sisi baru hidupnya di benakku.

"Tapi... Aku penasaran, kau benar-benar belum bertemu lagi dengannya sejak itu?"

Tanya Soojin.

"Aku bertemu dengannya, kemarin."

Setelah aku menceritakan kepada mereka apa yang terjadi, reaksi mereka macam-macam, tapi intinya sama. Mereka kaget. Berani-beraninya dia yang sudah pergi meninggalkanku muncul begitu saja, dan seolah tidak terjadi apa-apa.

"Tapi, bukan itu saja. Kalian tahu dia kemarin datang dengan siapa?"

"Siapa? Seungcheol?"

Tebak mereka. Aku menggeleng.

"Wonwoo. Mereka bertetangga sekarang."

"Astaga,"

"Tapi, aku rasa memang kau dijodohkan dengan Wonwoo bukan kebetulan saja. Kalian memang ada kaitannya, kan? Kau harus tahu dengan situasi hubungan yang begitu, walaupun kalian tidak dijodohkanpun, kalian tetap akan bertemu."

Aku terdiam akan ucapan Soojin. Siyeon dan Yeonjoo mengangguk setuju.

Aku menghela napas.

Aku semakin tidak dapat mengeluarkan suara lagi.

*

precious encounter. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang