Hujan lagi.
Hari ini aku pergi ke kantor pos mengantarkan surat-surat milik Ibu dan Jeehan. Betapa sibuk, tapi tak punya seorangpun untuk antarkan surat-surat mereka.
Sore itu, baru sempat aku ke kantor pos akibat hujan yang tak kunjung berhenti sedari pagi. Bahkan, setibanya aku di sana, hujan turun lebat kembali.
Segera aku cari telepon umum dan beri tahu orang rumah apabila nanti aku pulang agak terlambat, namun, malah ini yang kudengar dari Jeehan:
"Aku baru dapat kabar, kalau Mingyu dirawat di rumah sakit sekarang. Aku dan Seungcheol akan menjenguk duluan, kau antar saja surat dan tunggu reda hujan, baru jenguk dia."
Astaga. Ada apa gerangan Ia sampai dirawat di rumah sakit begitu?
Walaupun rasanya kaget, aku tak cemaskan Ia sedikitpun. Hanya saja, dalam hatiku cepat-cepat rasanya ingin aku kirim surat-surat itu, dan minta hujan segera berhenti, untuk segera aku kesana, memastikan benar apa yang terjadi dengannya.
Baru tepat pukul 9 malam aku sampai di rumah sakit. (Walaupun, hujan juga tak kunjung berhenti.)
Kutanyai kepada perawat jaga pintu masuk, dirawat di kamar berapa pasien bernama Kim Mingyu.
Aku tekan tombol elevator berwarna perak itu, menuju lantai 5. Setibanya di sana, kudapati lorong-lorong kosong diiringi lampu temaram sepanjangnya.
Belum sampai aku ke kamar rawat inap Mingyu, sayup-sayup kudengar suara seseorang dari lorong penghubung yang tak jauh letaknya dari langkahku berdiri. Kuhampiri dengan tanpa suara. Disana, kulihat Mingyu lah ternyata, yang sedang berbicara lewat telepon.
Karena tinggi, terlihat tubuhnya sedikit membungkuk dengan tangan terhubung infus yang berdiri di sampingnya.
Kutunggui Ia sampai selesai bicara. Tak jarang Ia tertawa-tawa, berbicara dengan nada suara yang sangat baik, dan lembut.
"Benar aku tak cemaskan kau sedari tadi di kantor pos,"
Ucapku, tepat setelah Ia letakkan gagang telepon kembali ke tempatnya, dan membalikkan punggungnya.
"Astaga. Hadir tiba-tiba begitu tidak baik di rumah sakit."
"Tahu kau goda perempuan juga tak begitu baik. Kita impas."
Wajahnya kecut, sangat jelas Ia menentang ucapanku,
"Tidak. Kau salah sangka."
"Tidak mengaku?"
"Ayolah, aku hanya bicara padanya perihal sekolah."
"Dan tentang betapa menariknya dia?"
"TIDAK!"
Nadanya meninggi. Saking sepinya seluruh ruangan hanya diisi oleh bentakannya, yang membuatku tersentak.
Namun, Ia kembali tenang dan hanya menghela napas, kikuk.
"Tidak, maksudku, tidak, aku bersungguh-sungguh! Satu-satunya yang menggoda aku disini adalah kau!"
Lanjutnya kesal. Ia buang muka. tak mau menatapku.
Lalu kali ini lebih tegas, Ia berucap,
KAMU SEDANG MEMBACA
precious encounter.
Fiksi PenggemarWritten in Bahasa Indonesia. Reader's point of view. Time setting based on your imagination! But make sure to set the time in your mind before technologies took over the modern times. * = end of a chapter *** = end of the scenario